Artikel

Ihsan: Etika Laku dan Kesadaran Ekologis

Oleh : Alvin Qodri Lazuardy, M.Pd.

Dalam ajaran Islam, ihsan adalah tingkatan tertinggi dari iman: berbuat seolah-olah melihat Tuhan, atau minimal menyadari bahwa Tuhan melihat. Dari titik itu, ihsan meluap menjadi kesalehan sosial dan ekologis. Ketika seseorang berbuat baik, ia sejatinya bukan hanya memberi manfaat bagi orang lain, tapi sedang menyemai kebaikan bagi dirinya sendiri. Al-Qur’an telah menegaskan: “Jika kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri.” Maka tak mengherankan jika ihsan tak berhenti di batas relasi sosial antarindividu, melainkan mengalir ke relasi kita dengan alam, dengan tanah, air, tumbuhan, dan binatang—dengan semesta yang diam-diam terus menghidupi kita.

Tetapi di titik inilah sering terjadi kekeliruan: manusia lupa bahwa bumi bukan milik privat. Ia adalah titipan. Ketika manusia memperlakukan bumi sebagai alat eksploitasi belaka, sebagai ruang yang dapat dibongkar-pasang demi keuntungan sesaat, di situlah kerusakan meruyak. Surah Al-Qasas ayat 77 bukan hanya peringatan, tapi juga konstitusi moral ekologis: “Berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.” Tafsir Hamka tentang ayat ini menukik: kerusakan adalah tanda kufur terhadap nikmat. Sebab Allah tidak menyukai perusak, dan jika kemurkaan-Nya datang, tak seorang pun mampu menangkisnya. Kesalehan yang tidak mencintai alam, barangkali hanyalah kesalehan yang dangkal.

Manusia hari ini, dengan segala pencapaian teknologinya, berdiri di tengah dunia yang retak. Daratan dan lautan sama-sama memanggil untuk dirawat, sebagaimana perintah Surah Ar-Rum ayat 41 yang menyiratkan bahwa kerusakan adalah hasil ulah manusia. Maka lahirlah panggilan akhlak yang lebih dalam: ihsan kepada lingkungan. Akhlak, yang berasal dari kata khuluq, bukan sekadar aturan moral, tapi karakter yang tumbuh dari dalam. Dalam pengertiannya yang paling jujur, akhlak adalah dorongan hati yang melahirkan tindakan tanpa paksaan. Di sinilah letak penghayatan: menjaga bumi bukan karena terpaksa, tapi karena cinta dan kesadaran.

Menjaga lingkungan tak selalu berarti tindakan besar. Ia bisa dimulai dari yang paling sederhana. Tak membuang sampah sembarangan. Tak menebang pohon sembarangan. Menjaga air agar tetap bersih. Tak mencemari laut. Bahkan menanam sebatang pohon adalah bagian dari sadaqah menurut sabda Nabi. Kita mungkin lupa bahwa bunga yang tumbuh, binatang yang sehat, dan sungai yang mengalir jernih, adalah bentuk doa yang terus-menerus dinaikkan alam kepada Tuhan. Dan kita, manusia, diberi kehormatan untuk menjaganya. Dalam tafsirnya atas Q.S. Al-Baqarah 205, Hamka menyindir orang yang menjaga citra di depan manusia, namun saat kembali pada kesendiriannya, ia merusak tanaman dan ternak demi keuntungan pribadi. Kerusakan adalah akibat dari ego yang lepas dari ihsan.

Kita perlu membangun kesadaran baru: bahwa estetika adalah bagian dari ibadah. Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, dan lingkungan yang bersih serta terjaga adalah pancaran dari cinta itu. Menjaga bumi berarti menjaga mahkota yang Allah letakkan di kepala manusia: kesehatan, keseimbangan, dan kelimpahan. Reboisasi, kebersihan lingkungan, penanaman pohon, semua itu bukan sekadar program teknis, melainkan bentuk syukur yang menjelma jadi tindakan. Tanah yang kita tanami, air yang kita hemat, dan udara yang kita jaga adalah bagian dari amanah yang kita rawat atas nama cinta.

Pada akhirnya, sebagaimana disebut oleh Abu Bakar bin Iyasyi, manusia yang menyeret kembali dunia ke dalam kekusutan setelah risalah Nabi membenahinya adalah mufsid fi al-ardh, perusak bumi. Islam bukan hanya agama yang mengajarkan tauhid, tetapi juga harmoni; bukan hanya tentang ibadah vertikal, tetapi juga tentang tanggung jawab horizontal terhadap ciptaan Tuhan. Maka ihsan kepada lingkungan bukanlah opsi tambahan dalam beragama, melainkan inti dari keberagamaan itu sendiri. Kita bukan pemilik bumi, kita hanya menumpang. Dan ihsan adalah cara kita mengetuk pintu langit agar bumi tetap rela menampung jejak kaki kita.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button