Membangun Benteng Keluarga Sakinah

Oleh: Arif Saefudin, S.Ag.
(Pimpinan Pengembangan Cabang dan Ranting PCM Blambangan dan Mahasiswa Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah di Banjarnegara)
Setiap pasangan yang mengikat janji suci pernikahan pasti mendambakan sebuah rumah tangga yang menjadi benteng pertahanan dari gejolak dunia. Dalam Islam, cita-cita luhur ini diwujudkan dalam konsep keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah (samara). Konsep ini bukan sekadar slogan, melainkan pilar-pilar kokoh yang berasal langsung dari petunjuk Ilahi, menjadikan pernikahan bukan hanya ikatan biologis atau sosial, tetapi juga ibadah yang menyempurnakan separuh agama.
Sakinah (ketenangan) adalah fondasi utama yang Allah letakkan dalam hubungan suami istri. Ini adalah kedamaian jiwa dan kestabilan emosi yang muncul dari pengakuan bahwa pasangan adalah tempat berlindung (tempat berpulang) yang sah dan aman.
Allah SWT secara eksplisit menyatakan bahwa tujuan utama pernikahan adalah untuk meraih ketenangan batin. Allah SWT berfirman dalam al qur`an surat Ar Rum ayat 21:
وَمِنْآيَاتِهِأَنْخَلَقَلَكُمْمِنْأَنْفُسِكُمْأَزْوَاجًالِتَسْكُنُواإِلَيْهَاوَجَعَلَبَيْنَكُمْمَوَدَّةًوَرَحْمَةًۚإِنَّفِيذَٰلِكَلَآيَاتٍلِقَوْمٍيَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rūm: 21)
Ayat ini menempatkan li taskunū ilaihā (agar kamu merasa tenteram kepadanya) sebagai hasil langsung dari ikatan pernikahan. Ketenangan ini berakar dari rasa aman, saling percaya, dan penerimaan seutuhnya terhadap pasangan.
Ketenangan juga diraih ketika suami dan istri menyadari peran mereka sebagai pakaian satu sama lain. Pakaian berfungsi menutupi aib, melindungi, dan menghangatkan. Allah SWT berfirman:
هُنَّلِبَاسٌلَّكُمْوَأَنتُمْلِبَاسٌلَّهُنَّ
Artinya: “…Mereka (istri-istri) adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka…” (QS. Al-Baqarah: 187)
Dalil ini mengajarkan bahwa dalam hubungan sakinah, suami istri harus saling menutup aib dan memberi perlindungan dari hal-hal yang merusak. Keterbukaan dan kejujuran adalah kunci menciptakan rasa aman ini.
Setelah sakinah (ketenangan) menjadi pondasi, maka mawaddah (cinta yang membara/kasih) dan rahmah (kasih sayang tulus/belas kasihan) menjadi energi penggerak dan perekat dalam rumah tangga.
Mawaddah sering diinterpretasikan sebagai cinta yang sifatnya aktif dan penuh gairah, biasanya muncul di awal pernikahan. Ini adalah manifestasi kecintaan yang diwujudkan melalui perhatian, pujian, dan upaya saling membahagiakan.
Rahmah adalah dimensi yang lebih mendalam, yaitu kasih sayang yang muncul dari belas kasihan dan kesediaan untuk menerima segala kekurangan pasangan. Rahmah ini menjadi jangkar saat Mawaddah meredup karena ujian hidup atau usia.
Syekh Abdurrahman as-Sa’di, dalam tafsirnya terhadap QS. Ar-Rūm ayat 21, menjelaskan bahwa mawaddah adalah cinta, sedangkan rahmah adalah rasa sayang. Mawaddah bersifat kondisional dan bisa berubah, sementara rahmah adalah cinta yang tulus dan berkelanjutan, yaitu ketika seseorang tetap mencintai pasangannya meskipun ia sudah tidak lagi memiliki daya tarik fisik atau materi. Pilar rahmah menjamin bahwa keluarga akan tetap utuh meskipun diterpa badai.
Mencapai samara membutuhkan implementasi nyata dalam akhlak dan peran. Rasulullah SAW adalah teladan terbaik dalam hal ini. Rasulullah SAW menempatkan berlaku baik kepada keluarga sebagai barometer kualitas iman seorang Muslim.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
خَيْرُكُمْخَيْرُكُمْلِأَهْلِهِوَأَنَاخَيْرُكُمْلِأَهْلِي
Artinya: Dari Aisyah r.a., Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi)
Hadis ini menegaskan bahwa kesalehan sejati diukur bukan hanya dari ibadah ritual, melainkan dari cara seseorang memperlakukan pasangan dan anak-anaknya. Suami yang baik adalah yang berakhlak mulia di rumah, bukan hanya di hadapan publik.
Konsep Rahmah menuntut adanya toleransi yang tinggi. Jika pasangan memiliki kekurangan atau sifat buruk, seorang Mukmin diajarkan untuk bersabar dan mencari kebaikan yang lain.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَايَفْرَكْمُؤْمِنٌمُؤْمِنَةً،إِنْكَرِهَمِنْهَاخُلُقًارَضِيَمِنْهَاآخَرَ
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah (istri)! Jika ia membenci salah satu akhlaknya, niscaya ia akan meridai akhlaknya yang lain.” (HR. Muslim)
Hadis ini adalah panduan psikologis yang luar biasa. Fokus pada kelebihan (mawaddah) dan bersabar atas kekurangan (rahmah) adalah kunci keharmonisan.
Para ulama sepakat bahwa kunci utama membangun samara terletak pada ketakwaan dan spiritualitas pasangan. Keluarga Sakinah adalah buah dari ketaatan bersama. Imam Al-Ghazali menekankan bahwa tujuan pernikahan yang tertinggi adalah memelihara agama dan melahirkan keturunan yang saleh. Dalam kitabnya, beliau menyarankan agar suami istri bersikap saling menghormati, jujur, dan membantu dalam ketaatan kepada Allah. Bagi Al-Ghazali, keridhaan (kepuasan) pasangan satu sama lain tidak akan sempurna tanpa didasari oleh ridha kepada Allah SWT.
Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar sering menyoroti pentingnya musyawarah (diskusi) dalam rumah tangga. Keluarga Sakinah bukanlah keluarga tanpa masalah, melainkan keluarga yang mampu menyelesaikan masalahnya dengan kepala dingin, mengedepankan akal sehat, dan merujuk pada prinsip-prinsip Ilahi. Musyawarah memastikan keputusan yang diambil adil dan menghormati hak kedua belah pihak.
Para ulama menyoroti bahwa fondasi samara harus dimulai sejak tahap pemilihan pasangan. Rasulallah SAW bersabda: “Dari Abu Hurairah r.a., Nabi SAW bersabda, “Wanita dinikahi karena empat hal: hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang agamanya baik, niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini berlaku untuk kedua belah pihak (suami dan istri). Memilih pasangan yang berpegang teguh pada agama adalah jaminan terbaik bagi terwujudnya Sakinah, karena orang yang taat pada Allah akan cenderung berakhlak baik kepada pasangannya.
Pendek kata, membangun keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah adalah sebuah perjalanan spiritual dan praktis. Ia menuntut komitmen untuk terus belajar, saling berkorban, dan menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai rujukan utama dalam setiap keputusan.
Keluarga yang teguh dalam ketaatan akan menjadi teladan bagi masyarakat dan menjadi investasi pahala yang berkelanjutan. Karena pada akhirnya, tujuan utama dari keluarga samara adalah menyelamatkan diri dan anggota keluarga dari siksa neraka.



