Setiap Manusia Pasti Mengalami Musibah Dan Ujian
Mister Kismadi, SE Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah Kelas Banjarnegara dan MPI Cabang Kalibening

Kehidupan di dunia ini bukanlah tempat peristirahatan yang abadi, melainkan adalah darul ibtila’ (negeri ujian). Sejak awal penciptaan, Allah SWT telah menetapkan bahwa setiap manusia akan melalui serangkaian ujian dan cobaan, baik dalam bentuk musibah (keburukan) maupun dalam bentuk kenikmatan (kebaikan).
Pahala dan kedudukan seseorang di sisi Allah SWT ditentukan oleh bagaimana ia menyikapi takdir yang menimpanya, dengan kesabaran (ketika diuji musibah) dan kesyukuran (ketika diuji nikmat).
I. Janji Allah dalam Al-Qur’an (وعد الله في القرآن الكريم)
Allah SWT menegaskan hakikat kehidupan sebagai ujian ini dalam beberapa firman-Nya. Ini adalah ketetapan yang berlaku bagi seluruh umat manusia.
1. Ujian dengan Kebaikan dan Keburukan
Allah SWT berfirman:
كُلُّنَفْسٍذَائِقَةُالْمَوْتِۗوَنَبْلُوكُمبِالشَّرِّوَالْخَيْرِفِتْنَةًۖوَإِلَيْنَاتُرْجَعُونَ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (ujian yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.”
(QS. Al-Anbiya’ [21]: 35)
Ayat ini menjelaskan bahwa ujian tidak hanya datang dalam bentuk kesedihan, kemiskinan, atau penyakit (keburukan/syar), tetapi juga dalam bentuk kekayaan, kesehatan, atau kekuasaan (kebaikan/khair). Keduanya adalah ujian untuk melihat bagaimana reaksi dan amal perbuatan hamba.
2. Ujian Sebagai Konsekuensi Keimanan
Bahkan, keimanan seseorang tidak akan sempurna tanpa adanya ujian:
أَحَسِبَالنَّاسُأَنيُتْرَكُواأَنيَقُولُواآمَنَّاوَهُمْلَايُفْتَنُونَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?”
(QS. Al-‘Ankabut [29]: 2)
II. Musibah Sebagai Penghapus Dosa (المصيبة تكفير الذنوب)
Dalam pandangan Islam, musibah yang menimpa seorang Muslim, jika dihadapi dengan kesabaran dan keridhaan, bukanlah sekadar penderitaan, melainkan adalah sarana penggugur dosa dan pengangkat derajat.
Hadis tentang Penggugur Dosa
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَايُصِيبُالْمُسْلِمَمِنْنَصَبٍوَلاَوَصَبٍوَلاَهَمٍّوَلاَحَزَنٍوَلاَأَذًىوَلاَغَمٍّحَتَّىالشَّوْكَةِيُشَاكُهَاإِلاَّكَفَّرَاللَّهُبِهَامِنْخَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang Muslim itu ditimpa rasa lelah, rasa sakit, rasa khawatir, rasa sedih, gangguan, atau rasa gelisah, sampai pun duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menggugurkan dosa-dosanya dengan sebab itu.”
(HR. Al-Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573)
Hadis ini memberikan penghiburan mendalam. Sekecil apa pun penderitaan yang kita rasakan—bahkan sekadar tertusuk duri—ia memiliki nilai besar di sisi Allah, yaitu sebagai kaffarat (penghapus dosa)..
III. Musibah Sebagai Tanda Cinta Allah (المحبة الإلهية)
Ujian yang berat seringkali dialami oleh orang-orang yang paling dicintai Allah, yaitu para Nabi dan orang-orang saleh, karena ujian adalah cara Allah untuk menyaring kualitas keimanan dan mengangkat derajat mereka.
Hadis tentang Ujian Bagi Orang yang Dicintai
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّعِظَمَالْجَزَاءِمَعَعِظَمِالْبَلاَءِ،وَإِنَّاللَّهَإِذَاأَحَبَّقَوْمًاابْتَلاَهُمْ،فَمَنْرَضِيَفَلَهُالرِّضَا،وَمَنْسَخِطَفَلَهُالسُّخْطُ
“Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung dengan besarnya ujian. Dan sesungguhnya Allah, apabila mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridha (menerima ujian itu) maka baginya keridhaan Allah, dan barangsiapa yang murka (tidak ridha) maka baginya kemurkaan Allah.”
(HR. At-Tirmidzi no. 2396, dihasankan oleh Al-Albani)
Hadis ini mengajarkan kita bahwa ujian adalah indikator, bukan hukuman. Semakin besar ujian, semakin besar peluang pahala yang akan diraih, asalkan dihadapi dengan keridhaan dan kesabaran. Ridha adalah kunci emas yang mengubah musibah menjadi berkah.
Oleh karena itu, ketika musibah menimpa, seorang Muslim hendaknya mengucapkan:
إِنَّالِلَّهِوَإِنَّاإِلَيْهِرَاجِعُونَ
“Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami akan kembali.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 156)
Mengucapkan kalimat istirja’ ini adalah pengakuan atas hak kepemilikan mutlak Allah SWT atas diri dan harta kita, dan merupakan langkah awal menuju kesabaran dan keridhaan.




