Artikel

Motivasi untuk Beramal Saleh Karena Kehidupan Dunia Hanya Sementara

Mister Kismadi, SE Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah Kelas Banjarnegara dan MPI Cabang Kalibening

Menurut Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, kehidupan dunia bersifat sementara dan merupakan ladang untuk beramal saleh serta berjuang di jalan Allah, sebagai persiapan untuk kehidupan akhirat yang kekal dan menjadi tempat menerima balasan.

Amal saleh adalah manifestasi nyata dari keimanan, yang meliputi ibadah ritual dan amal sosial seperti menegakkan keadilan, menolong sesama, dan berkontribusi untuk kemaslahatan umat (sejalan dengan Teologi al-Ma’un). Warga Muhammadiyah dituntut untuk tidak terlena dengan dunia dan bersungguh-sungguh dalam beramal saleh agar mencapai kebahagiaan abadi di akhirat.

  1. Dalil Al-Qur’an:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 185)

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amal-amal saleh yang kekal lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. Al-Kahfi [18]: 46)

Ayat ini menegaskan bahwa amal saleh memiliki nilai kekal, sedangkan kesenangan dunia hanya sementara.

  1. 2. Dalil Hadis Nabi SAW:

Rasulullah ﷺ bersabda:

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ

“Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau seorang pengembara.” (HR. Bukhari)

Hadis ini memberikan motivasi agar manusia tidak terlalu terpaut pada dunia, tetapi menjadikannya sebagai sarana untuk beramal dan beribadah.

وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ ۝ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya pula). (QS. Az-Zalzalah [99]: 7-8)

Berdasarkan tinjauan dokumen-manhaj dari Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MTT) lembaga ketarjihannya Muhammadiyah-pemahaman mengenai istilah amal saleh (“amal + saleh”) dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pengertian Amal Saleh menurut MTT

Dalam dokumen “Manhaj Tarjih” oleh Prof. Syamsul Anwar (terbitan MTT) ditegaskan bahwa:

Amal salih sebagai wujud manifestasi pengalaman imani itu mencakup bentuk tindak berfikir dan tindak ber­perilaku. Agar ekspresi (manifestasi) pengalaman imani dalam wujud amal ini terlambagakan secara benar, diperlukan kerangka normatif atau norma-norma sebagai rujukan, yakni dalam Islam berupa syariah yang diwahyukan Allah melalui Nabi-Nya Muhammad SAW. ([Tarjih][1])

Dengan kata lain:

Amal saleh bukan hanya sekadar ritual (ibadah mahdhah) tetapi juga mencakup muamalat (hubungan sosial, interaksi manusia) yang baik. ([Tarjih][1])

Amal saleh muncul sebagai ekspresi iman (pengalaman imani) yang kemudian diwujudkan dalam laku nyata sesuai norma syariah. ([Tarjih][1])

Dalam perspektif Muhammadiyah, amal saleh mencakup dimensi sosial dan kemanusiaan (tidak sebatas individu) “manifestasi pengalaman imani itu mencakup bentuk tindak berfikir dan tindak berperilaku.” ([Tarjih][1])

Implikasi dan ciri-utama amal saleh menurut Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT)

Berdasarkan pengertian di atas, beberapa ciri utama atau implikasi yang dapat disimpulkan:

  1. Berlandaskan iman (yakīn, kesadaran) dan syariah

Amal saleh tidak boleh lepas dari iman yang benar dan pengamalan yang sesuai norma wahyu (al-Qur’an & as-Sunnah), karena amal yang tidak bersumber pada iman atau tidak berlandaskan syariah akan kehilangan makna sebagai “saleh”.

  1. Terwujud dalam perilaku nyata

Bukan hanya niat atau keinginan, tetapi nyata dalam perbuatan-baik bentuk ibadah ritual maupun amal sosial, muamalat, kontribusi kemasyarakatan (dalam kerangka manfaat manusia).

  1. Dimensi sosial dan kemanusiaan

Amal saleh mencakup sikap dan tindakan yang menggembirakan manusia, mengangkat kemanfaatan, menegakkan keadilan, aktif dalam masyarakat-bahkan dalam kajian MTT terhadap sufisme Muhammadiyah disebut bahwa orientasi amal saleh “menekankan dimensi amal salih, praksis sosial, dan bergerak dari teori ke praktek.

  1. Motivasi/niat untuk ridha Allah

Dalam artikel Anak Saleh yang menyoroti akhlak ikhlas dalam konteks MTT/Muhammadiyah disebut bahwa mengikhlaskan amal saleh adalah unsur penting. ([Suara Muhammadiyah][3])

Segala laku/perbuatan baik yang lahir dari iman dan kesadaran akan Allah, yang diwujudkan dalam bentuk nyata (baik ritual maupun sosial), yang dilandasi niat ikhlas untuk mendapat ridha Allah, dan dilakukan sesuai norma syariah-baik berdampak pada diri sendiri maupun pada lingkungan manusia.

Dengan demikian, ketika seseorang melakukan amal yang saleh, bukan saja ia beribadah secara pribadi, tetapi juga berkontribusi secara sosial dan kemanusiaan, selalu menjaga agar amal tersebut tidak hanya sekadar formalitas, tetapi benar-benar berfungsi sebagai manifestasi iman dan manfaat bagi sesama.

Motivasi untuk beramal saleh didasari oleh kesadaran bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara. Amal saleh merupakan investasi abadi menuju kehidupan akhirat. Warga Muhammadiyah diajarkan untuk menjadikan amal saleh bukan hanya dalam bentuk ibadah individual, tetapi juga dalam bentuk pengabdian sosial, pendidikan, dakwah, dan kemanusiaan.

 وَمَنْ يُحْسِنْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فَيَرَهُ 

“Dan barang siapa yang mengerjakan sebaik-baiknya (amal) sebesar zarrah, maka dia akan melihat (balasannya).” QS. Az-Zalzalah [99]: 7

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button