Kisah Walid : Dari Film Viral Malaysia hingga Figur Licik di Zaman Rasulullah
Oleh: Ernawatin (Guru SDM Kranggan , Alumni Sekolah Tabligh PWM Jateng)

Kisah Walid : Dari Film Viral Malaysia hingga Figur Licik di Zaman Rasulullah
Oleh: Ernawati
Guru SD Muhammadiyah Kranggan/Alumni Sekolah Tabligh PWM Jateng angkatan 4
Baru-baru ini, jagat maya diramaikan dengan viralnya film asal Malaysia berjudul “Walid”, yang memicu kontroversi besar. Film ini bukan hanya menyoroti sisi gelap penyalahgunaan agama, tapi juga menampilkan karakter pria bernama Walid yang mengklaim membawa dakwah, namun sejatinya memperalat ayat-ayat suci demi memenuhi nafsunya. Ia menyesatkan banyak perempuan, memanipulasi mereka dengan kedok ajaran agama, membungkus niat buruknya dalam jubah kebaikan.
Kisah fiksi ini, meski lahir dari imajinasi sineas, menyentil realitas yang tak jarang terjadi: bagaimana agama bisa disalahgunakan oleh orang-orang yang haus kuasa dan kendali atas sesama. Menariknya, nama “Walid” dalam film ini mengingatkan kita pada figur nyata dari sejarah Islam yang juga terkenal akan kelicikannya — Walid bin al-Mughirah, salah satu tokoh musyrik Quraisy yang paling keras menentang dakwah Rasulullah ﷺ di awal Islam.
Siapa Walid bin al-Mughirah?
Walid bin al-Mughirah adalah salah satu tokoh elit Quraisy yang sangat disegani di Mekkah. Ia merupakan ayah dari Khalid bin al-Walid, sahabat Nabi yang kelak menjadi panglima besar Islam. Namun, berbeda dari putranya, Walid adalah musuh bebuyutan dakwah Islam di masa awal.
Dikenal sebagai orang yang sangat cerdas, fasih, dan punya posisi sosial tinggi, Walid melihat dakwah Nabi Muhammad ﷺ bukan sekadar ajakan spiritual, tapi ancaman terhadap status quo bangsawan Quraisy. Ia tahu betul bahwa jika ajaran Islam diterima luas, kekuasaan dan pengaruhnya akan runtuh.
Upaya Menjatuhkan Nabi Muhammad ﷺ
Ketika Rasulullah ﷺ mulai berdakwah secara terang-terangan, Walid menjadi salah satu orang yang paling vokal menolak dan berusaha menjatuhkan beliau. Ia memutarbalikkan fakta dan menyebar fitnah. Salah satu peristiwa paling terkenal adalah ketika ia mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan tak bisa menyembunyikan kekagumannya. Bahkan, ia sempat mengatakan bahwa Al-Qur’an bukanlah perkataan manusia.
Namun, karena takut kehilangan kedudukan di tengah kaumnya, ia buru-buru mengubah pernyataannya dan berkata bahwa Muhammad hanyalah seorang penyihir. Pernyataan ini sangat berpengaruh karena ia memiliki reputasi sebagai “ahli sastra” dan orang terpandang. Allah pun menurunkan ayat khusus tentangnya dalam Surah Al-Muddatsir:
“Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya); maka celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan?”
(QS. Al-Muddatsir: 18–20)
Allah mengecam keras tipu daya Walid bin al-Mughirah dan membongkar motifnya yang licik.
Pelajaran Berharga dari Kisah Walid bin al-Mughirah
Kisah Walid bin al-Mughirah bukan sekadar sejarah, tapi cermin nyata bagi umat Islam masa kini. Ada beberapa pelajaran penting yang bisa diambil:
Jangan Tertipu oleh Penampilan dan Kata-kata Manis
Walid bin al-Mughirah pandai berbicara dan punya reputasi baik di kalangan Quraisy. Namun hatinya penuh kepalsuan. Ini mengajarkan kita untuk tidak mudah silau pada orang yang fasih berbicara tentang agama, tapi perilakunya menyimpang.
Bahaya Memutarbalikkan Agama untuk Kepentingan Pribadi
Baik Walid bin al-Mughirah di masa lalu maupun karakter Walid dalam film Malaysia menunjukkan bagaimana agama bisa disalahgunakan. Ini adalah pengkhianatan besar terhadap nilai-nilai suci Islam.
Kebenaran Tak Pernah Bisa Dihentikan
Meskipun Walid berupaya keras menjatuhkan Nabi, Islam tetap menyebar luas. Ini menjadi bukti bahwa kebenaran, meski ditentang, akan tetap menang.
Pentingnya Kejujuran Spiritual
Walid tahu kebenaran wahyu yang dibawa Nabi, tapi ia memilih untuk mengingkarinya demi kepentingan dunia. Kejujuran dalam mencari dan menerima kebenaran adalah fondasi iman yang sejati.
Baik kisah fiktif dalam film maupun sejarah nyata dalam sirah Nabi sama-sama mengingatkan kita: berhati-hatilah pada orang yang menggunakan agama sebagai topeng. Jangan sampai kita menjadi korban, atau bahkan pelaku, dari penyimpangan seperti itu.
Kisah Walid bin al-Mughirah adalah peringatan bahwa kepintaran dan posisi tinggi tidak menjamin kebenaran. Yang membedakan adalah keikhlasan menerima petunjuk dan keberanian untuk tunduk pada kebenaran, meski harus menanggalkan ego dan status.