Petani: Profesi Mulia, Sedekah Jariyah Tanpa Batas

Oleh: Kardi, Anggota Majlis Tabligh PCM Pandanarum dan Mahasiswa Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah di Banjarnegara
Petani, yang seringkali dipandang sebagai pekerjaan berat di ladang, sesungguhnya memiliki kedudukan yang sangat mulia dan istimewa dalam Islam. Profesi ini bukan hanya sekadar mata pencaharian, melainkan sebuah bentuk ibadah harian yang menjanjikan pahala berkelanjutan (sedekah jariyah) yang terus mengalir bahkan setelah pelakunya wafat.
Keutamaan tertinggi dari bertani ditekankan oleh Rasulullah ﷺ, menjadikannya salah satu jalur tercepat untuk mengumpulkan pahala yang tak terputus. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَامِنْمُسْلِمٍيَغْرِسُغَرْسًاأَوْيَزْرَعُزَرْعًا،فَيَأْكُلُمِنْهُطَيْرٌأَوْإِنْسَانٌأَوْبَهِيمَةٌ،إِلاَّكَانَلَهُبِهِصَدَقَةٌ
Artinya: “Tidaklah seorang Muslim menanam pohon atau menanam tanaman, lalu (hasilnya) dimakan oleh burung, manusia, atau binatang ternak, melainkan hal itu menjadi sedekah baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari hadis tersebut dapat dipahami bahwa petani mendapatkan pahala dari setiap burung yang mematuk biji, setiap serangga yang memakan daun, setiap hewan ternak yang merumput, dan tentu saja, setiap manusia yang mengonsumsi hasilnya.
Selain itu, selama tanaman itu hidup dan menghasilkan, pahala bagi penanamnya akan terus mengalir, menjadikannya sumber sedekah jariyah yang pahalanya tidak terputus hingga hari kiamat.
Dalam riwayat lain, pahala bagi petani bahkan mencakup kerugian yang menimpanya:
“…Apa yang dicuri darinya menjadi sedekah baginya, apa yang dimakan binatang liar menjadi sedekah baginya, apa yang dimakan burung menjadi sedekah baginya, dan tidaklah seseorang mengambil darinya melainkan itu menjadi sedekah baginya.” (HR. Muslim).
Ini menunjukkan bahwa niat dan usaha petani untuk menghasilkan kebaikan telah diterima oleh Allah, sehingga bahkan musibah (seperti dicuri atau dimakan hama) diubah menjadi rahmat dan pahala.
Profesi petani dicintai Allah karena memberikan manfaat yang luas (umum) bagi seluruh alam. Petani adalah Garda Terdepan yang menyediakan kebutuhan pokok (dharuriyyat) bagi seluruh umat manusia. Nilai I sisi allah SWT adalah menjaga kelangsungan hidup komunitas dan mencegah kelaparan, yang merupakan amal sosial terbesar.
Dari sisi tauhid, Petani bekerja keras, tetapi ia sadar bahwa hasil panen sepenuhnya bergantung pada Kuasa Allah, bukan hanya pada usahanya. Nilai di sisi alalh SWT adalah Melatih Tawakkal (berserah diri) yang murni kepada Allah setelah berusaha semaksimal mungkin, sebab hanya Allah-lah Al-Zaari’un (Yang Menumbuhkan). (QS. Al-Waqi’ah: 64).
Adapun dari sisi Ekologi & Lingkungan, Pohon dan tanaman hasil pertanian menghasilkan oksigen, menahan erosi, dan menjaga keseimbangan alam. Nilai di sisi Allah SWT adalah Kontribusi terhadap pelestarian lingkungan (Jihad Ekologis) yang merupakan bagian dari menjaga bumi sebagai amanah Allah.
Begitu besarnya keutamaan menanam, bahkan dalam situasi yang paling kritis sekalipun, umat Islam dianjurkan untuk tetap bercocok tanam. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah ﷺ bersabda: “Jika kiamat telah datang, dan ketika itu di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit kurma, maka apabila dia mampu menanamnya sebelum kiamat terjadi, hendaklah ia menanamnya.” (HR. Ahmad)
Makna Filosofis hadis ini adalah mengajarkan bahwa berbuat baik dan memberi manfaat—termasuk melalui pertanian—adalah nilai yang harus dipertahankan hingga detik terakhir kehidupan, tanpa peduli bagaimana kondisi dunia di sekelilingnya.
Mengingat begitu mulianya profesi petani, maka bagi seorang muslim, bertani adalah pekerjaan yang mulia. Ia bukan hanya menghasilkan rezeki dunia, tetapi juga menuai investasi pahala akhirat. Setiap tetes keringat yang jatuh ke tanah, setiap benih yang ditanam, dan setiap makhluk yang memakan hasilnya, adalah catatan sedekah yang terus mengalir, menjadikan petani sebagai salah satu profesi yang paling dijamin pahala sedekah jariyah-nya oleh Allah SWT.




