Dakwah Berbasis Pembelajaran Mendalam
Oleh: Dr. Hermawan, M.Pd.I (Dosen UM Purworejo dan Sekretaris Majelis Tabligh PDM Purworejo)

DAKWAH BERBASIS PEMBELAJARAN MENDALAM
Oleh: Dr. Hermawan, M.Pd.I
(Dosen Universitas Muhammadiyah Purworejo dan Sekretaris Majelis Tabligh PDM Purworejo)
Pembahasan Pembelajaran Mendalam (deep learning) oleh stakeholder pendidikan di Indonesia masih menjadi bahan kajian yang hangat. Pendekatan Pembelajaran Mendalam (PM) ini diprakarsai oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed dan yang paling mudah diingat dari Pembelajaran Mendalam adalah tiga prinsip utamanya, yaitu berkesadaran, bermakna dan menggembirakan. Bapak Menteri Dikdasmen tidak menawarkan model kurilulum baru, tapi yang ditawarkan adalah sebuah pendekatan dalam pembelajaran. Dengan pendekatan PM ini diharapkan mampu meningkatkan kompetensi siswa dalam literasi, numerasi, berpikir kritis dan mampu memecahkan masalah. Dan sampai detik ini, pembahasan dan pelatihan pembelajaran mendalam sedang terus dilakukan oleh stakeholder pendidikan, guru dan praktisi mengajar.
Sama dengan Pendidikan yang memiliki tujuan sehingga dibutuhkan sebuah pendekatan, maka dakwah-pun pasti memiliki tujuan dan beberapa pendekatan yang relevan dengan berbagai pihak, mulai dari materi dakwah, pendakwah, objek dakwah, tahapan dan metode dakwah. Berhubungan dengan pendekatan, maka dalam praktik dakwah dapat diadopsi dan diaplikasikan prinsip-prinsip pembelajaran mendalam, yaitu berkesadaran, bermakna dan menggembirakan. Artinya bahwa dalam pelaksanaan dakwah di masyarakat (luring atau daring) dai dituntut untuk mengejawantahkan ketiga prinsip pembelajaran tersebut. Dan dalam konteks ini, dai dapat dianalogikan sebagai guru dan peserta didiknya adalah jamaah dakwahnya.
Penulis berpendapat bahwa ketiga prinsip pembelajaran mendalam tersebut sangat aplikatif dan adaptif jika diterapkan pada praktik dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Pertama yaitu prinsip berkesadaran (mindfull), penerapan prinsip berkesadaran ini dapat diwujudkan dai sebelum memulai ceramahnya, yaitu dengan membangun minat, kesadaran dan motivasi jamaah agar sungguh-sungguh mengikuti kajian atau ceramah. Jadi, seorang dai harus mampu membangkitkan gairah dan semangat belajar jamaahnya sebelum memulai pengajian, contohnya adalah dai mengawali ceramahnya dengan realita atau konteks sosial yang terjadi, atau memulai dengan fakta-fakta viral yang kemudian dapat dikaitkan dengan materi dakwahnya. Selain itu, berkesadaran dalam konteks dakwah dapat dipahami bahwa dai harus mampu membantu jamaahnya untuk menemukan ilmu dan pengetahuan baru. Sekali lagi, ketika dai memulai ceramahnya harus menyuguhkan pendahuluan yang menarik dan menyadarkan jamaah serta menghadirkan kenyamanan kajian sehingga jamaah terdasarkan akan pentingnya ilmu dan belajar sepanjang hayat. Tidak kalah pentingnya lagi adalah dai dapat membantu jamaahnya menemukan tujuan-tujuan hidup yang mungkin dalam waktu tertentu belum ditemukan. Dengan membangun kesadaran, maka jamaah akan semakin tertarik, nyaman, antusias dengan kajian-kajian dakwah.
Prinsip kedua adalah bermakna (meaningfull), artinya bahwa dai melalui kehadiran dan ceramahnya mampu memberikan manfaat dan energi positif untuk umatnya, kemudian materi-materi kajiannya merupakan materi aplikatif dalam kehidupan nyata umatnya. Selain itu, meaningfull dapat juga berarti dai mampu menyampaikan materi-materi kajian yang dapat mengkontruksi pengetahuan baru jamaah berdasarkan pengetahuan lama.
Sebagai contoh, materi kajian tentang shalat, maka jelas materi tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata, selain itu jika ada materi-materi baru (menurut jamaah) tentang shalat maka jamaah dapat menghubungkan, mengkonstruksi materi baru tersebut dengan pengetahuan lamanya sehingga jamaah mampu berpikir dan memperbaiki kualitas serta kuantitas shalatnya. Inilah maksud dari bermakna, yaitu bermanfaat untuk jamaah dalam kehidupan nyata. Akan tetapi sebaliknya, jika materi-materi kajian dai terlalu tinggi bagi jamaah atau materi-materi yang tidak aplikatif dalam kehidupan nyata maka tentu prinsip meaningfull tidak dapat terlaksana. Sebagai contoh, pengajian ahad pagi dengan materi ilmu tafsir atau mustholahul hadits, maka jamaah yang heterogen pasti tidak dapat memahami bahkan tidak mampu berkesadaran dalam pengajian. Karena memang materi tersebut tidak relevan dan aplikatif disampaikan pada jamaah yang heterogen, kecuali bagi santri-santri yang sedang menempuh pembelajaran di pondok pesantren dan sekolah-sekolah berbasis keagamaan.
Prinsip ketiga adalah menggembirakan (joyfull), dakwah harus mengadopsi prinsip ini, dakwah tidak boleh dilakukan dengan kekerasan dan harus mendahulukan diaglog terbuka karena hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 125, bahwa dakwah itu harus bil hikmah, mau’idzah hasanah dan jidal bi ahsan. Hal ini senada dengan pendapat Dr. Syamsul Hidayat, M.Ag, bahwa salah satu prinsip dakwah kultural Muhammadiyah adalah tabsyir (membahagiakan), prinsip tabsyir ini menjadi prinsip pertama yang kemudian disusul dengan ishlah dan tajdid. Aplikasi joyfull dalam berdakwah dapat dilakukan dai dengan menciptakan suasana pengajian yang interaktif (tidak monoton), komunikatif dengan jamaah, dai mampu menginspirasi jamaah dengan ceramahnya, bahkan lebih dari itu dai mampu melibatkan jamaahnya dalam dakwah, sehingga jamaah merasa dihargai atas kontribusinya dan keterlibatannya dalam berdakwah. Sebenarnya, joyfull dalam dakwah ini telah dipraktikkan oleh Sunan Kalijogo, Sunan Giri dan Sunan Bonang yang memanfaatkan seni budaya untuk berdakwah.
Maka tidak ada salahnya ketika dai-dai berdakwah maka dalam ceramahnya sesekali ada unsur seni, budaya dan partisipasi aktif jamaah agar tercipta pengajian yang menggembirakan. Bahkan penulis pernah menemukan sebuah kelompok pengajian yang mengapresiasi jamaahnya dengan berbagai hadiah menarik. Dan inilah dakwah dibutuhkan oleh Masyarakat, tidak hanya mendapatkan ilmu baru tapi juga dibahagiakan serta dibangun motivasi dan kesadarannya agar mampu menjadi lebih baik lagi.
Demikianlah opini singkat penulis tentang aplikasi dakwah berbasis prinsip pembelajaran mendalam, yang ketiganya (berkesadaran, bermakna dan menggembirakan) mampu diaplikasikan oleh dai dalam berdakwah agar membentuk khoiru ummah. Sebenarnya dalam dunia dakwah dapat mengadopsi kerangka kerja pembelajaran mendalam lainnya seperti pengalaman belajar dan kerangka pembelajaran, semoga tulisan selanjutnya dapat disajikan oleh penulis. Semoga bermanfaat.