Hukum Angkat Rahim

Pertanyaan :
Assalaamu alaikum wrwb
Bismillah Mohon pencarahan dari poro kyai, poro asatidz, poro alim. terkait pertanyaan berikut. Bagaimana Hukum Mengangkat Rahim, Disebabkan oleh adanya penebalan pada dinding rahim, yang mengakibatkan pendarahan/ menstruasi berkepanjangan ( informasinya bisa sampai 12 – 15 hari ). Pemberian pil/obat penghenti darah ternyata hanya bisa sementara.
Saat ini si ibu (pasien) masih bimbang terkait dengan hukum syar’inya. Sementara dari dokter ka dungan/obgyn, itu merupakan jalan satu satunya agar pendarahan tidak berulang-ulang. [Pertanyaam dari jamaah]
Jawaban:
Fenomena penebalan dinding rahim yang menyebabkan pendarahan berkepanjangan (menstruasi 12-15 hari) dan tidak teratasi dengan obat-obatan adalah masalah kesehatan serius yang dapat mengganggu kualitas hidup seorang wanita, bahkan berpotensi menimbulkan bahaya. Dalam Islam, pengangkatan rahim (histerektomi) dalam kondisi seperti ini pada dasarnya adalah tindakan yang diperbolehkan (mubah), bahkan bisa menjadi wajib jika tidak ada pilihan lain dan mengancam jiwa.
Berikut adalah penjelasan lengkapnya berdasarkan pandangan ulama, dalil, serta kaidah ushul dan kaidah fikih:
Pandangan Ulama
Mayoritas ulama kontemporer membolehkan histerektomi jika ada indikasi medis yang kuat dan darurat, seperti kasus yang Anda sebutkan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz (mantan Mufti Besar Arab Saudi) menjelaskan sebagao berikut:
“Jika ada darurat, maka tidak mengapa (melakukan pengangkatan rahim). Jika tidak ada darurat, maka wajib meninggalkannya; karena syariat menyukai keturunan dan menganjurkan sebab-sebabnya untuk memperbanyak umat. Namun, jika ada darurat, maka tidak mengapa, sebagaimana boleh mengambil sebab-sebab pencegahan kehamilan sementara waktu demi kemaslahatan syar’i.” (Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb, beliau juga menyarankan konsultasi dengan dokter spesialis yang terpercaya).
Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyyah wal Ifta’ (Komite Tetap Fatwa Kerajaan Arab Saudi) dalam fatwanya menyatakan sebagai berikut:
“Tidak mengapa melakukan operasi pengangkatan rahim jika tidak timbul bahaya dalam kehidupan wanita tersebut, dan jika dokter telah menetapkan harus dilakukan operasi pengangkatan rahim, maka harus dilakukan karena ini merupakan pengobatan yang mubah.” (Fatawa al-Lajnah Ad-Daimah 25/62).
Fatwa dari Darul Ifta Mesir (dan sejalan dengan pandangan Al-Azhar) mengenai tindakan medis seperti histerektomi adalah sebagai berikut:
- Prioritas Keselamatan Jiwa dan Kesehatan: Syariat Islam sangat menekankan pentingnya menjaga jiwa dan kesehatan. Jika kondisi medis mengancam jiwa atau menyebabkan penderitaan yang tidak tertahankan dan mengganggu fungsi kehidupan normal, maka tindakan medis yang diperlukan untuk mengatasi kondisi tersebut menjadi dibolehkan, bahkan bisa menjadi wajib.
- Ketiadaan Alternatif Pengobatan Lain: Histerektomi hanya dibolehkan jika upaya pengobatan lain (seperti pemberian pil/obat penghenti darah) telah dicoba dan terbukti tidak efektif atau hanya memberikan solusi sementara yang tidak menyelesaikan masalah secara permanen. Ini berarti histerektomi menjadi pilihan terakhir atau terbaik setelah pertimbangan medis yang matang.
- Rekomendasi Dokter Spesialis Terpercaya: Keputusan untuk melakukan histerektomi harus didasarkan pada diagnosis yang jelas dan rekomendasi dari dokter spesialis yang memiliki kompetensi dan integritas (muslim atau non-muslim yang terpercaya). Dalam Islam, keputusan medis yang krusial harus didukung oleh pendapat ahli.
- Bukan untuk Tujuan Sterilisasi Semata: Penting untuk dicatat bahwa histerektomi diharamkan jika tujuan utamanya hanyalah untuk sterilisasi atau membatasi keturunan tanpa adanya darurat medis. Namun, dalam kasus yang Anda sebutkan, tujuan utamanya adalah mengobati penyakit serius, bukan sekadar mencegah kehamilan. Hilangnya kemampuan hamil setelah histerektomi adalah efek samping dari pengobatan, bukan tujuan utama.
Poin krusial di sini adalah adanya darurat medis dan persetujuan dari tenaga medis profesional bahwa tindakan tersebut adalah satu-satunya solusi atau solusi terbaik untuk mengatasi masalah kesehatan serius.
Dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah
Meskipun tidak ada dalil spesifik dalam Al-Qur’an atau Sunnah yang secara langsung membahas “pengangkatan rahim”, namun prinsip-prinsip umum dalam syariat Islam mendukung tindakan ini dalam kondisi darurat:
Pertama: Perintah Mencari Kesembuhan (At-Tadawi): Islam menganjurkan umatnya untuk berobat dan mencari kesembuhan dari penyakit.
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah saw bersabda:
“لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ، بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.”
Artinya: “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat mengenai penyakitnya, maka ia akan sembuh dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. Muslim)
Hadis lain:
“تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءً غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ الْهَرَمِ.”
Artinya: “Berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidak meletakkan suatu penyakit melainkan Dia juga meletakkan penyembuhnya, kecuali satu penyakit, yaitu ketuaan (pikun).” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah)
Pengangkatan rahim dalam kasus ini termasuk upaya pengobatan untuk menghilangkan bahaya dari pendarahan berkepanjangan.
Pertama: Menjaga Jiwa (Hifzh An-Nafs): Salah satu tujuan utama syariat (maqashid syariah) adalah menjaga jiwa. Jika pendarahan berkepanjangan mengancam kesehatan atau bahkan jiwa wanita tersebut, maka tindakan pengangkatan rahim menjadi relevan untuk menjaga keselamatan dirinya.
Allah berfirman:
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Kaidah Ushul Fiqh dan Kaidah Fiqih
1. Beberapa kaidah ushul fiqh dan kaidah fikih sangat relevan dalam kasus ini:
Kaidah Ushul Fiqh: Istihsan dan Maslahah Mursalah Meskipun histerektomi bukanlah praktik yang ada di zaman Nabi, ulama dapat menggunakan metode Istihsan (mengambil yang paling baik atau paling relevan dari berbagai pilihan) dan Maslahah Mursalah (penetapan hukum berdasarkan kemaslahatan yang tidak ada dalil spesifiknya, namun sejalan dengan tujuan syariat) untuk memperbolehkannya. Dalam kasus ini, kemaslahatan untuk menjaga kesehatan dan menghilangkan mudarat dari pendarahan berkepanjangan sangat jelas.
2. Kaidah Fiqih Pokok (Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah Al-Kubra):
1. “الضَّرَرُ يُزَالُ”
Bahaya itu harus dihilangkan. Kaidah ini adalah kaidah fundamental yang menyatakan bahwa setiap kemudaratan atau bahaya wajib dihilangkan. Pendarahan berkepanjangan yang disebabkan penebalan dinding rahim adalah bentuk bahaya yang mengancam kesehatan dan kenyamanan wanita, sehingga harus dihilangkan.
2. “الضَّرُورَاتُ تُبِيحُ الْمَحْظُورَاتِ”
Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang. Meskipun menghilangkan organ tubuh tanpa alasan medis yang kuat pada dasarnya tidak dianjurkan dalam Islam karena mengganggu ciptaan Allah, namun dalam kondisi darurat yang mengancam jiwa atau menyebabkan penderitaan hebat yang tidak tertahankan, tindakan yang semula “dilarang” (atau setidaknya tidak dianjurkan) menjadi dibolehkan. Kondisi pendarahan yang tidak berhenti dan sudah diupayakan dengan obat lain namun gagal, bisa masuk kategori darurat ini.
3. “دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ”
Menolak kerusakan didahulukan daripada mengambil kemaslahatan. Dalam kasus ini, kerusakan akibat pendarahan berkepanjangan (lemah, anemia, gangguan ibadah, gangguan rumah tangga, dll.) lebih besar dan lebih mendesak untuk dihindari daripada maslahat menjaga keutuhan rahim yang sudah tidak berfungsi dengan baik dan justru menjadi sumber masalah.
4. “الْأَمْرُ إِذَا ضَاقَ اتَّسَعَ”
Suatu urusan jika menyempit maka akan meluas. Ketika seseorang dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit dan terbatas, maka pilihan yang sebelumnya mungkin dianggap tidak biasa atau tidak disukai bisa menjadi dibolehkan untuk meringankan kesulitan. Kasus pendarahan berkepanjangan yang tidak bisa dihentikan dengan obat menunjukkan “kesempitan” pilihan.
Kesimpulan Hukum
Berdasarkan penjelasan di atas, hukum mengangkat rahim (histerektomi) bagi wanita yang mengalami penebalan dinding rahim dan pendarahan berkepanjangan (12-15 hari) yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan lain adalah mubah (diperbolehkan), bahkan bisa menjadi wajib jika kondisi tersebut mengancam jiwa atau menyebabkan kemudaratan yang sangat parah dan tidak tertahankan.
Syarat-syarat penting yang harus dipenuhi:
- Adanya Indikasi Medis yang Kuat: Keputusan ini harus berdasarkan diagnosis yang jelas dan rekomendasi dari dokter spesialis yang terpercaya (sebaiknya lebih dari satu untuk kehati-hatian).
- Tidak Ada Alternatif Pengobatan Lain: Histerektomi dilakukan setelah upaya pengobatan lain (seperti pil/obat penghenti darah) terbukti tidak efektif atau hanya bersifat sementara.
- Adanya Kemudaratan Signifikan: Pendarahan yang berkepanjangan tersebut benar-benar menimbulkan kemudaratan serius bagi kesehatan, ibadah, dan kualitas hidup wanita tersebut (misalnya, anemia parah, kelemahan kronis, ketidakmampuan beribadah secara normal, dll.).
- Menjaga Keselamatan Jiwa: Jika kondisi tersebut berpotensi mengancam jiwa, maka tindakan ini menjadi prioritas untuk menyelamatkan jiwa.
Pengangkatan rahim dalam kasus ini dipandang sebagai bentuk pengobatan darurat untuk menghilangkan bahaya dan mengembalikan kesehatan serta kemampuan beribadah wanita tersebut secara normal. Ini adalah penerapan prinsip syariat yang bertujuan untuk memudahkan dan menghilangkan kesulitan (رفع الحرج) dari umatnya.
(KH. Wahyudi Sarju Abdurrahim, Lc. M.M: Pengasuh Pondok Pesantren Modern Al-Muflihun Temanggung dan Anggota Majelis Tabligh PWM Jawa Tengah)