
Sistematika Do’a
Oleh: Dr. Hermawan, M.Pd.I
- Wakil Ketua Majelis Tabligh PWM Jateng
- Dosen Universitas Muhammadiyah Purworejo
Sebagai insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berdoa sudah menjadi atribut dan kebiasaan yang sering dilakukan setiap saat. Berdoa kepada Tuhan menunjukkan kelemahan dan keterbatasan kita sebagai manusia, artinya manusia sangat bergantung dan membutuhkan sandaran teologis kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebaliknya, jika tidak pernah berdoa dan meminta kepada Tuhan, justru menunjukkan keangkuhan seseorang karena tidak membutuhkan sandaran teologis kepada Tuhan. Berdoa juga selalu kita panjatkan saat akan memulai suatu perbuatan, sedang melakukan bahkan saat menyelesaikan suatu perbuatan dipungkasi dengan berdoa. Dalam keyakinan Agama apapun itu berdoa sangat dianjurkan dan menjadi bagian penting dalam sikap beragama, termasuk dalam Agama Islam.
Doa dalam Agama Islam ditempatkan pada posisi strategis dan utama, segala hal yang bekaitan dengan ibadah (vertikal dan horisontal) pasti diiringi dengan doa-doa tertentu. Saat menunaikan salat, jelas seseorang membaca doa, saat berbuka puasa juga membaca doa, ibadah haji dan umrah pun tidak lepas dari doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Dalam kegiatan harian yang sifatnya rutinitas jika diiringi dengan doa maka insyaallah akan bernilai ibadah. Sebagai contoh, makan, minum, tidur, bekerja, bersin, bepergian jika semua itu diiringi dengan doa insyaallah akan bernilai ibadah. Karena itulah Nabi Muhammad SAW menegaskan dalam sabdanya “doa itu intinya ibadah”, di hadis lain Nabi juga menguatkan “doa itu senjatanya orang mukmin”.
Berdoa kepada Allah SWT tentunya terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan agar apa yang dipanjatkan dapat diijabah oleh Allah. Meskipun, Allah SWT sudah menyakan bahwa semua doa akan dikabulkan, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S (40: 60) “berdoalah kepada-Ku (Allah) pasti akan Ku-perkenankan doamu”.
Berkaitan dengan Ayat ini, Nabi menjelaskan bahwa doa-doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT ada tiga kemungkinan, yaitu langsung dikabulkan, kedua ditunda dan dikabulkan pada waktu yang tepat dan terakhir bisa aja Allah menggantinya dengan sesuatu yang terbaik bagi hamba-Nya. Oleh karena itu, berdoa tetap harus disertai dengan sikap husnudzon kepada Allah, sabar, ikhlas, tawakal, khyusu’ dan tunduk dalam ketaan kepada-Nya.
Lebih dari itu, terdapat hal penting saat berdoa kepada Allah, yaitu ketika meminta dan memohon kepada Allah seharusnya mendahulukan urusan akhirat dari pada urusan dunia. Pernyataan ini berdasarkan Firman Allah SWT dalam Q.S (3: 16) “Yaitu) orang-orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka,”. Ayat ini menjelaskan bahwa saat berdoa kepada Allah terdapat sistematika (urutan) terkait apa yang seseorang minta kepada Allah.
Prinsipnya adalah jangan mendahulukan urusan duniawi saat berdoa sehingga urusan akhirat justru terabaikan. Maka dahulukanlah urusan akhirat dalam berdoa baru meminta hal-hal duniawi, berikut sistematikanya. Pertama, menyatakan keimanan, “rabbana innana amanna”.
Awali doa-doa kita dengan memuji-memuja Allah, awali dengan pernyataan bahwa kita mengimani-Nya, awali dengan kita hanya menyembah kepada-Nya. Contoh redaksi dalam hal adalah dengan, “alhamdulillahi rabbil alamin”, atau “laa ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadzolimin”.
Bahkan Nabi mengajarkan untuk menyatakan keimanan kita saat berdoa dengan ismullah al-a’dzom. Tentu lebih indah lagi, jika kita mengawali doa kita dengan asmaul husna.
Kedua, memohon ampunan Allah, “faghfirlana dzunubana”, dosa-dosa kita sangat banyak maka alangkah bijaknya jika yang kita minta terlebih dahulu adalah ampunan Allah daripada kenikmatan duniawi. Toh, kenikmatan duniawi tidak berarti jika hidup di dunia dan akhirat tidak mendapat ampunan Allah. Maka, jangan sampai hal meminta ampunan Allah ini kita abaikan saat berdoa kepada Allah. Redaksi yang paling mudah adalah dengan mengucapkan “allahummagh firli”. Ketiga, meminta kepada Allah agar dijauhkan dari Neraka, “waqina ‘adzabannar”. Hidup tidak hanya sekali di dunia fana ini, akan tetapi hidup masih akan berlanjut di akhirat, antara di surga atau di neraka. Maka meminta kepada Allah agar menjadi ahlul Jannah harus menjadi prioritas dalam doa-doa kita, karena itulah tujuan hidup hakiki dan kekal abadi. Setelah tiga hal tersebut kita prioritaskan saat berdoa maka barulah meminta kepada Allah yang berkaitan dengan kebutuhan duniawi kita. Logikanya sederhana, beli sapi pasti dapat tali pengikatnya, tapi beli tali tidak mungkin dapat sapi, maknanya adalah meminta lalu mendapatkan dunia maka akhirat belum dapat, tapi jika meminta dan mendahulukan kepentingan akhirat, insyallah dunia akan dapat. Semoga bermanfaat.