Artikel

Ihsan: Merajut Kehidupan dengan Kesadaran Penuh Kehadirat Allah SWT

Oleh: Mu`abas (Anggota MT PCM Sigaluh dan Mahasiswa Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah di Banjarnegara)

Ihsan—sebuah konsep agung dalam Islam—adalah puncak dari segala amal dan tujuan utama dari keimanan yang kokoh. Jika Islam adalah pondasi (syahadat, salat, puasa, zakat, haji) dan Iman adalah arsitekturnya (keyakinan terhadap Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, dan takdir), maka Ihsan adalah keindahan dan kesempurnaan arsitektur tersebut. Ihsan adalah kualitas tertinggi dalam beragama, di mana seorang hamba beribadah dan berbuat seolah-olah ia melihat Allah, dan jika ia tidak mampu, ia yakin bahwa Allah melihatnya.

Menguatkan keimanan melalui lensa Ihsan berarti meningkatkan kesadaran diri (muraqabah) dalam setiap detik kehidupan, mengubah amal kebiasaan menjadi ibadah berkualitas tinggi, dan pada akhirnya, mencapai kualitas hidup yang tenteram dan bermakna.

Konsep Ihsan diperkenalkan secara mendalam melalui Hadis Jibril, yang merupakan dalil utama dan landasan dari keseluruhan ajaran Islam. Hadis ini menjelaskan bahwa agama (ad-Din) terdiri dari tiga pilar: Islam, Iman, dan Ihsan. Rasulallag SAW bersabda:

فَأَخْبِرْنِي عَنِ الإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Artinya: “Maka kabarkan kepadaku tentang Ihsan. Beliau bersabda: ‘Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak (mampu) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.'” (HR. Muslim).

Inilah inti dari penguatan keimanan: kesadaran akan pengawasan Ilahi (muraqabah). Ketika seorang Mukmin menyadari bahwa setiap gerak-geriknya, pikirannya, dan niatnya berada dalam pandangan Allah, ia akan termotivasi untuk melakukan yang terbaik (ihsan dalam amal) dan menjauhi yang buruk (ihsan dalam menjauhi maksiat).

Ihsan tidak terbatas pada ibadah ritual, melainkan mencakup seluruh aspek kehidupan, menjadikannya standar kualitas tertinggi dalam interaksi vertikal (dengan Allah) maupun horizontal (dengan sesama makhluk).

  1. Ihsan dalam Ibadah

Ini adalah makna Ihsan yang paling mendasar: melaksanakan salat, puasa, dan ibadah lainnya dengan khusyuk dan penuh kesempurnaan, bukan sekadar menggugurkan kewajiban. Ketika beribadah dengan kesadaran seolah melihat-Nya, hati akan hadir sepenuhnya.

  1. Ilham dalam Amal Sholeh

Ihsan dalam perbuatan berarti melakukan pekerjaan, tugas, atau peran kita di dunia dengan sebaik-baiknya, profesional, dan penuh tanggung jawab, karena kita tahu Allah melihat kualitas kerja kita. Rasullah SAW bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ

Artinya: “Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat Ihsan atas segala sesuatu.” (HR. Muslim)

Hadis ini mencakup universalitas Ihsan. Ia berlaku saat menyembelih hewan (harus dengan cara terbaik), dalam berbisnis (harus jujur dan profesional), dalam mendidik anak (harus dengan kasih sayang dan optimal), dan dalam setiap interaksi. Mencapai kualitas Ihsan dalam pekerjaan adalah bentuk nyata dari penguatan iman.

  1. Ilham dalam Hubungan Sosial

Ihsan menuntut kita untuk berbuat baik dan adil kepada semua orang, bahkan kepada mereka yang mungkin berbuat buruk kepada kita. Ini adalah bukti kematangan spiritual. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 36:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah (Ihsan) kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.”

Ayat ini memperluas makna Ihsan dari hanya ibadah vertikal menjadi etika sosial yang komprehensif. Iman seseorang terukur dari kualitas Ihsannya kepada orang-orang terdekat hingga yang paling membutuhkan.

Apa yang didapatkan seorang Mukmin ketika ia mencapai derajat Ihsan? Ia mendapatkan kecintaan khusus dari Allah dan kedekatan (Ma’iyyah) yang tidak didapatkan oleh orang beriman biasa. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 195:

وَأَنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat Ihsan-lah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat Ihsan.”

Ketika kita beramal dengan Ihsan, kita tidak hanya memenuhi kewajiban, tetapi kita berjuang untuk mendapatkan mahabbah (cinta) Allah. Kecintaan Ilahi inilah yang menjadi sumber kekuatan batin yang sesungguhnya. Dalam sebuah Hadis Qudsi, Allah berfirman, “Jika Aku mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, pandangannya yang ia gunakan untuk melihat…” Ini adalah manifestasi nyata dari menguatnya keimanan hingga mencapai derajat kesempurnaan.

Menguatkan keimanan dengan menargetkan derajat Ihsan adalah peta jalan menuju kesempurnaan hidup. Hal ini menuntut kejujuran niat (ikhlas), keseriusan dalam beramal (jiddiyah), dan kesadaran diri yang konstan (muraqabah).

Marilah kita jadikan setiap ibadah, pekerjaan, dan interaksi sosial sebagai arena untuk berbuat Ihsan. Dengan senantiasa menyadari bahwa “Allah melihatku”, keimanan kita akan tumbuh menjadi benteng spiritual yang tak tertembus, membawa kita pada kedamaian dunia dan kebahagiaan abadi.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Check Also
Close
Back to top button