Ijtihad Peradaban Ummah Wahidah dan Rahmatan lil ‘Alamin
Tujuan Rilis KHGT Oleh Muhammadiyah

Peluncuran Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) oleh Muhammadiyah menandai lebih dari sekadar inovasi teknis dalam penanggalan; ia adalah sebuah ijtihad peradaban yang monumental. Inisiatif strategis ini merupakan respons progresif terhadap tantangan kontemporer dan upaya konkret untuk merealisasikan amanat syariat tentang kesatuan umat (ummah wahidah), sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an. KHGT bukan hanya terobosan baru, melainkan juga kelanjutan dari tradisi keilmuan Islam yang kaya dalam bidang astronomi (ilmu falak). Tradisi ini telah dirintis oleh para ilmuwan klasik seperti al-Battani, al-Biruni, dan Nashir al-Din al-Tusi, dan kini direvitalisasi untuk mengatasi persoalan kompleks yang dihadapi umat Islam di era modern.
Sebagai penggerak dan inisiator utama, Muhammadiyah secara resmi mengadopsi KHGT mulai 1 Muharram 1447 H. Keputusan ini merupakan tindak lanjut dari amanat Muktamar ke-47 (2015) dan Muktamar ke-48 (2022). Melalui Majelis Tarjih dan Tajdid, Muhammadiyah memandang KHGT sebagai ijtihad pencerahan yang selaras dengan semangat modernisme Islam, yaitu mengedepankan rasionalitas, ilmu pengetahuan, dan kemaslahatan umat global. Bagi Muhammadiyah, langkah ini bertujuan membebaskan umat dari polemik berkepanjangan dan menampilkan wajah Islam yang progresif. KHGT juga dianggap sebagai “utang peradaban” yang harus dilunasi umat Muslim guna mengatasi fragmentasi internal dan merebut kembali peran historisnya dalam memajukan ilmu pengetahuan.
KHGT sebagai Perwujudan Ummah Wahidah
Konsep ummah wahidah, atau kesatuan umat, adalah cita-cita luhur ajaran Islam yang secara fundamental ditekankan dalam Al-Qur’an. Manfaat paling substansial dari KHGT terletak pada potensinya untuk menyatukan umat Islam di seluruh dunia dalam satu irama waktu. Dengan keserempakan dalam menjalankan puasa Ramadan, merayakan Idulfitri, dan melaksanakan wukuf di Arafah, KHGT diharapkan mampu menghapus salah satu sumber perpecahan dan kebingungan yang telah berlangsung lama.
Keseragaman dalam ibadah-ibadah kolektif ini akan secara signifikan memperkuat rasa persaudaraan (ukhuwah Islamiyah), solidaritas, dan identitas bersama sebagai satu umat. KHGT dipandang sebagai instrumen praktis untuk mengatasi sekat-sekat geografis dan nasionalisme sempit yang kerap memecah belah umat. Ini adalah langkah konkret untuk “menghapus batasan, menyatukan ibadah” dan menciptakan “keadilan waktu” bagi seluruh umat Islam, sehingga tidak ada lagi umat di satu belahan dunia yang merasa “tertinggal” atau “didahulukan” dalam pelaksanaan ibadah-ibadah krusial.
KHGT sebagai Manifestasi Rahmatan lil ‘Alamin
Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin menegaskan bahwa risalahnya bersifat universal, membawa kemaslahatan bagi seluruh umat manusia dan alam semesta. KHGT mewujudkan prinsip ini melalui beberapa aspek krusial:
- Integrasi Sains dan Syariat: KHGT berdiri di atas dua pilar kokoh yang saling melengkapi: landasan syariat (dalil syar’i) dan landasan saintifik (argumentasi ilmu astronomi modern). Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang teratur, rasional, dan senantiasa terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. Muhammadiyah menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang menekankan perhitungan dan keteraturan benda langit (misalnya, QS. Ar-Rahman: 5, QS. Yunus: 5) sebagai legitimasi kuat penggunaan hisab sebagai ijtihad modern.
- Kepastian dan Prediktabilitas: Sebagai kalender berbasis hisab, KHGT menawarkan kepastian mutlak, memungkinkan perencanaan jangka panjang untuk urusan ibadah dan muamalah. Ini merupakan kebutuhan mendesak di era global, khususnya bagi komunitas Muslim diaspora yang hidup dalam sistem sosial-profesional yang menuntut kepastian jadwal. Kepastian ini juga meningkatkan transparansi dan akurasi dalam penentuan waktu ibadah, sekaligus mengurangi potensi konflik.
- Menghilangkan Kesulitan (Raf’ul Haraj): Dengan menyatukan penanggalan, KHGT secara signifikan mengurangi kebingungan dan perselisihan yang sering timbul akibat perbedaan metode rukyat fisik yang sangat bergantung pada kondisi cuaca lokal dan ketersediaan saksi mata. Ini sejalan dengan prinsip syariat yang mengedepankan kemudahan (taysir) dan kepentingan umum (maslahah).
- Membangun Peradaban Kosmopolitan Islam: KHGT adalah proyek kolektif umat yang berpotensi menjadi simbol kebangkitan peradaban Islam yang baru, sebuah “Islamic cosmopolitanism” yang tidak lagi terkotak-kotak oleh batas negara atau mazhab. Muhammadiyah memandangnya sebagai upaya visioner untuk membangun tatanan kehidupan global yang adil, damai, dan sejahtera.
Tantangan dan Prospek Masa Depan
Meskipun KHGT membawa banyak manfaat, implementasinya menghadapi sejumlah tantangan strategis, terutama terkait resistensi budaya dan legitimasi keagamaan. Kelompok tradisionalis, seperti Nahdlatul Ulama (NU), cenderung mempertahankan rukyat lokal sebagai metode utama. Mereka berargumen bahwa KHGT terlalu rasionalistik dan berpotensi mengabaikan konteks lokal serta makna spiritual dari pengamatan hilal. Perdebatan ini juga menyentuh isu otoritas negara (wilayatul hukmi) versus otoritas global, dimana kedaulatan hukum nasional menjadi prinsip utama bagi banyak organisasi tradisionalis. Ketiadaan otoritas Islam global tunggal yang diakui secara universal juga menjadi kendala signifikan.
Muhammadiyah menyadari bahwa penerimaan luas hanya akan terwujud jika gagasan ini berhasil mencapai “massa kritis” pendukung, suatu proses yang mungkin memakan waktu puluhan tahun, bahkan satu abad. Untuk mengatasi resistensi, Muhammadiyah terus mendorong dialog berkelanjutan, edukasi komprehensif, dan kolaborasi antara ulama, astronom, pemerintah, serta organisasi masyarakat. Langkah Muhammadiyah ini berfungsi sebagai “proyek percontohan” yang akan diamati saksama oleh dunia Islam, dengan harapan keberhasilannya dapat menginspirasi dan mendorong adopsi yang lebih luas.
Secara keseluruhan, dinamika pandangan organisasi kemasyarakatan (ormas) dan tokoh Muslim terhadap KHGT merefleksikan kompleksitas interaksi antara tradisi, teks normatif, dan perkembangan ilmu pengetahuan. Upaya untuk menyelaraskan prinsip Syariat dengan realitas empiris harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan fragmentasi lebih lanjut di kalangan umat Islam.
Analogi Inspiratif
Merilis Kalender Hijriah Global Tunggal oleh Muhammadiyah dapat diibaratkan membangun sebuah kereta api cepat lintas benua untuk seluruh penumpang. Selama ini, setiap kota memiliki jadwal keberangkatan bus dan kereta lokalnya sendiri, seringkali berdasarkan pengamatan cuaca atau kebiasaan setempat. Kondisi ini seringkali menyebabkan penumpang dari satu kota merasa terlambat atau kecewa karena tidak bisa berangkat bersama dengan saudara mereka di kota lain. KHGT adalah upaya untuk membangun satu jadwal keberangkatan kereta api cepat yang seragam dan dapat diprediksi di seluruh dunia, memanfaatkan teknologi navigasi terbaru. Meskipun ada yang mungkin masih merasa nyaman dengan bus lokal mereka (tradisi rukyat) atau khawatir tentang rute baru ini, tujuan utamanya adalah agar seluruh penumpang dapat mencapai tujuan spiritual mereka pada waktu yang sama, dengan lebih efisien, lebih teratur, dan yang terpenting, bersama-sama sebagai satu keluarga besar. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya relevan secara lokal, tetapi juga mampu memberikan solusi global untuk kebaikan bersama.
Akses: https://hisabmu.com/