Cukup, Ini Tidak Bermanfaat Bagiku!

Betapa sulitnya meninggalkan hal-hal yang tak bermanfaat.
Padahal Rasulullah ﷺ telah mengajarkan:
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“Di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah ketika ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.”
(HR. Tirmidzi, no. 2317)
Kalimat itu sederhana, tapi menghujam. Karena ternyata, meninggalkan sesuatu yang tidak berfaedah bukan perkara ringan. Ia adalah cermin sejati dari kualitas iman. Bila seseorang mampu menahan diri dari hal-hal yang sia-sia, dari perkara yang melalaikan dirinya dari tujuan penciptaan, maka di situlah tampak kematangan jiwanya dalam beragama.
Kualitas agama kita dapat diukur dari kemampuan ini — kemampuan untuk berpaling dari hal-hal yang tak bernilai di sisi Allah.
Namun, zaman sekarang memperparah segalanya. Kita hidup di masa di mana akses untuk tenggelam dalam hal-hal yang tidak bermanfaat begitu mudah. Hanya dengan satu sentuhan jari, dunia terbuka tanpa batas — dan kita terhanyut tanpa sadar.
Dengan scroll, swipe, shop, tweet, reel, short, interaksi dan unggahan-unggahan yang tak henti, kita benar-benar tenggelam. Kita kehilangan kendali, terseret oleh arus yang deras dan sulit keluar darinya.
Kita mulai kesulitan menemukan waktu yang benar-benar bermanfaat. Waktu untuk bersama Al-Qur’an. Waktu untuk duduk bersama ilmu. Waktu untuk membaca buku-buku yang menumbuhkan iman. Waktu untuk amal saleh, silaturahim, atau sekadar menenangkan hati di rumah Allah.
Semua waktu itu seperti tergerus, tergantikan oleh kesibukan yang tampak hidup, padahal sejatinya mematikan ruh.
Lisan kita sibuk dengan obrolan tak berguna.
Mata kita lelah menatap yang sia-sia.
Tangan kita aktif mengetik, menggeser, menggulir, tapi jarang digunakan untuk menolong atau menulis kebaikan.
Kita menjadi kecanduan. Kecanduan terhadap hal-hal yang tidak bermanfaat.
Dan lebih menyedihkannya, kita tidak merasa bersalah.
Padahal hadis tadi begitu membangunkan:
Tanda bagusnya Islam seseorang bukan diukur dari seberapa sering ia berbicara tentang kebaikan, tetapi dari seberapa mampu ia menahan diri dari hal-hal yang tidak berguna.
Keindahan iman tidak tampak pada ramainya aktivitas lahiriah, tapi pada ketenangan batin yang sanggup berkata, “Cukup. Ini tidak bermanfaat bagiku.”
Cilacap, 14 Oktober 2025