Prinsip Ajaran Islam : Ubudiyah, Ibadah, Muamalah dan Akhlak

Oleh: Ustadz Wahyudi Sarju Abdurrahim, Lc.MM (Anggota Majelis Tabligh PWM Jateng dan Pengasuh Pondok Pesantren Modern Al-Muflihun)
Setiap Muslim memiliki kewajiban yang sangat mendalam dan fundamental untuk mempelajari hukum-hukum Islam secara benar. Kewajiban ini bukan sekadar anjuran, melainkan sebuah pilar yang menopang keimanan dan praktik keagamaan seseorang. Ilmu agama harus didapatkan dari sumber yang sahih (Al-Qur’an dan Sunah) dan melalui metode yang tepat, yaitu dari guru-guru yang berkompeten, terpercaya, dan memiliki sanad keilmuan yang jelas. Mempelajari secara salah, dari sumber yang tidak valid, atau tanpa bimbingan yang tepat dapat menyebabkan kesesatan, pemahaman yang menyimpang, atau bahkan praktik bid’ah (inovasi dalam agama yang tidak ada dasarnya). Ini penting untuk menghindari pemahaman yang parsial atau hanya berdasarkan hawa nafsu.
Ajaran agama Islam adalah sebuah sistem kehidupan yang komprehensif, mencakup seluruh aspek eksistensi manusia. Keindahan dan kesempurnaannya terletak pada kemampuannya memberikan panduan yang jelas dan relevan, baik untuk dimensi spiritual maupun material. Ini termanifestasi dalam beberapa persoalan penting yang menjadi inti dari ajarannya: ubudiyah (penghambaan), ibadah, muamalat (interaksi sosial), dan akhlak. Masing-masing memiliki peran krusial dalam membentuk individu Muslim yang seutuhnya dan masyarakat yang beradab.
Ubudiyah (Penghambaan kepada Allah Swt.)
Ubudiyah adalah konsep paling mendasar dalam Islam, yang secara harfiah berarti penghambaan atau perbudakan. Namun, dalam konteks Islam, ini adalah bentuk penghambaan yang paling mulia dan membebaskan. Ubudiyah bukanlah perbudakan dalam arti penindasan, melainkan pengakuan total atas keesaan Allah (tauhid) sebagai satu-satunya Pencipta, Pemilik, Pengatur, dan Dzat yang berhak disembah.dalam Surah Az-Zariyat (51:56) Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” Ayat ini secara jelas menyatakan tujuan penciptaan jin dan manusia adalah untuk berubudiyah (mengabdi/menyembah) hanya kepada Allah.
Allah juga berfirman dalam Surah Al-Fatihah (1:5):
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Artinya: “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.”
Pilar-pilar ubudiyah meliputi:
- Pengakuan Tauhid: Ini adalah inti dari ubudiyah. Seorang Muslim harus meyakini dengan sepenuh hati bahwa hanya Allah Swt. yang patut disembah, tiada sekutu bagi-Nya.
- Cinta kepada Allah: Penghambaan sejati lahir dari cinta yang mendalam kepada Allah Swt. karena karunia-Nya yang tak terhingga. Cinta ini mendorong seorang hamba untuk senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada-Nya.
- Takut kepada Allah: Rasa takut akan murka dan azab Allah Swt. harus ada sebagai penyeimbang, yang mendorong seorang hamba untuk menjauhi larangan-Nya dan tidak berani melanggar batas-batas syariat.
- Berharap kepada Allah: Seorang hamba harus senantiasa berharap akan rahmat, ampunan, dan pertolongan Allah Swt., yang menumbuhkan optimisme dan motivasi dalam beramal shalih.
- Berserah Diri (Tawakal): Setelah berusaha semaksimal mungkin, seorang hamba menyerahkan segala urusannya kepada Allah Swt., meyakini bahwa hanya Dia yang Maha Menentukan hasil terbaik.
Ubudiyah yang benar membentuk fondasi spiritual yang kokoh, membebaskan manusia dari penghambaan kepada selain Allah, seperti hawa nafsu, harta, kekuasaan, atau makhluk lainnya.
Ibadah (Praktik Peribadatan)
Ibadah adalah manifestasi konkret dari ubudiyah. Ini adalah segala bentuk perkataan dan perbuatan, lahir maupun batin, yang dicintai dan diridhai oleh Allah Swt. Ibadah dalam Islam tidak terbatas pada ritual semata, melainkan mencakup setiap aktivitas yang dilakukan dengan niat karena Allah dan sesuai dengan tuntunan syariat.
Ibadah terbagi menjadi dua kategori utama:
Ibadah Mahdhah (Murni): Ini adalah ibadah ritual yang tata caranya telah ditetapkan secara spesifik oleh syariat dan tidak boleh diubah-ubah. Contohnya meliputi:
Salat: Kewajiban lima waktu yang merupakan tiang agama, mencakup gerakan dan bacaan tertentu. Surah Al-Baqarah (2:43):
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Artinya: “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”
Puasa: Menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari, terutama di bulan Ramadan. Surah Al-Baqarah (2:183):
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Zakat: Kewajiban mengeluarkan sebagian harta tertentu untuk diberikan kepada golongan yang berhak, sebagai bentuk pembersihan harta dan solidaritas sosial. Surah At-Taubah (9:103):
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan doakanlah mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Haji: Perjalanan suci ke Baitullah di Mekah bagi yang mampu, yang memiliki serangkaian rukun dan wajib. Surah Ali Imran (3:97):
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.”
Selain hal di atas, di antara ibadah mahdhah lainnya adalah membaca Al-Qur’an, zikir, doa, dan sejenisnya.
Ibadah Ghairu Mahdhah (Tidak Murni/Umum): Ini adalah segala bentuk aktivitas duniawi yang dapat bernilai ibadah jika diniatkan karena Allah Swt. dan dilakukan sesuai syariat. Contohnya: bekerja mencari nafkah secara halal untuk keluargam belajar dan menuntut ilmu untuk kemajuan diri dan umat, tidur dengan niat untuk mengembalikan stamina agar bisa beribadah lebih baik, bersosialisasi dengan niat menjaga silaturahmi dan menyebarkan kebaikanm berbuat baik kepada sesama, membantu yang membutuhkan, menjaga lingkungan, dan lain-lain. Dengan demikian, seluruh hidup seorang Muslim dapat menjadi ibadah jika dilandasi niat yang benar dan dilakukan sesuai tuntunan agama.
Muamalat (Interaksi Sosial dan Urusan Duniawi)
Muamalat adalah aturan-aturan dalam Islam yang mengatur hubungan antarmanusia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam tidak hanya fokus pada hubungan vertikal antara hamba dan Tuhan (habluminallah), tetapi juga sangat menekankan hubungan horizontal antarmanusia (habluminannas). Hukum-hukum muamalat dirancang untuk menciptakan keadilan, keharmonisan, dan kesejahteraan dalam masyarakat. Surah Al-Baqarah (2:275):
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Beberapa contoh persoalan muamalat:
- Ekonomi dan Keuangan: Mengatur tentang jual beli, sewa-menyewa, utang-piutang, gadai, syirkah (kemitraan), riba (bunga), dan lain-lain. Tujuannya adalah menciptakan sistem ekonomi yang adil, jauh dari eksploitasi dan ketidakadilan.
- Pernikahan dan Keluarga (Munakahat): Mengatur tentang tata cara pernikahan, hak dan kewajiban suami istri, perceraian, nasab, pengasuhan anak, dan lain-lain, untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.
- Warisan (Faraid): Mengatur tentang pembagian harta peninggalan orang yang meninggal dunia secara adil sesuai ketentuan Allah Swt.
- Hukum Pidana (Jinayat): Mengatur tentang jenis-jenis kejahatan dan sanksinya untuk menjaga ketertiban, keamanan, dan keadilan dalam masyarakat.
- Peradilan (Qadha’): Mengatur tentang sistem peradilan, hakim, saksi, dan prosedur hukum untuk menyelesaikan perselisihan secara adil.
- Hubungan Internasional: Mengatur prinsip-prinsip diplomasi, perang, dan perdamaian dalam hubungan antarnegara.
Hukum-hukum muamalat menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang realistis dan praktis, memberikan solusi untuk setiap tantangan dalam kehidupan sosial manusia.
Akhlak (Etika dan Moral)
Akhlak adalah inti dari ajaran Islam yang mengatur perilaku, sifat, dan karakter seorang Muslim. Nabi Muhammad saw. diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia. Akhlak adalah cerminan dari keimanan seseorang; semakin baik akhlaknya, semakin sempurna imannya.
Akhlak terbagi dua:
Akhlak Mahmudah (Terpuji): Sifat-sifat baik yang harus dimiliki dan diamalkan oleh seorang Muslim. Contohnya:
-
- Jujur (Shiddiq): Berkata dan berbuat sesuai kenyataan.
- Amanah: Dapat dipercaya dan menunaikan janji atau titipan.
- Sabar: Mampu menahan diri dalam menghadapi cobaan dan kesulitan.
- Syukur: Menghargai dan berterima kasih atas nikmat Allah Swt.
- Qana’ah: Merasa cukup dengan apa yang dimiliki.
- Pemaaf: Mampu memaafkan kesalahan orang lain.
- Rendah hati (Tawadhu’): Tidak sombong atau angkuh.
- Berbuat baik (Ihsan): Melakukan yang terbaik dalam segala hal dan berbuat baik kepada semua makhluk.
- Tolong-menolong, menyambung silaturahmi, menjaga kebersihan, peduli lingkungan, dan lain-lain.
Akhlak Mazmumah (Tercela): Sifat-sifat buruk yang harus dihindari dan ditinggalkan oleh seorang Muslim. Contohnya: Dusta, khianat, dengki, hasad, sombong, ujub, riya’, bakhil (pelit), ghibah (menggunjing), fitnah, tamak (serakah), marah yang berlebihan, dan lain-lain.
Akhlak yang mulia adalah bukti nyata keberhasilan seorang Muslim dalam menerapkan ajaran agama. Ia tidak hanya baik dalam beribadah, tetapi juga baik dalam berinteraksi dengan sesama manusia dan alam sekitarnya, menjadi rahmat bagi sekalian alam. Akhlak adalah cerminan dari iman seseorang dan merupakan salah satu pilar penting dalam ajaran Islam. Ia bukan sekadar tata krama atau etika sosial, melainkan manifestasi dari nilai-nilai ilahiah yang membentuk karakter individu dan masyarakat. Pentingnya akhlak dalam Islam dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, baik dari Al-Qur’an maupun Hadis Nabi Muhammad SAW.
Salah satu dalil paling fundamental yang menunjukkan urgensi akhlak adalah sabda Rasulullah SAW sendiri:
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
“إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ“
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, Hadis No. 273)
Hadis ini secara tegas menyatakan bahwa tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak. Ini menunjukkan bahwa risalah Islam bukan hanya tentang ritual ibadah semata, tetapi juga tentang pembentukan karakter dan perilaku yang baik.
Dalam Islam, amal perbuatan seseorang akan ditimbang di akhirat. Akhlak yang baik memiliki bobot yang sangat besar dalam timbangan tersebut. Rasulullah SAW bersabda:
Dari Abu Darda RA, Rasulullah SAW bersabda:
“مَا مِنْ شَيْءٍ فِي الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ“
“Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat selain akhlak yang mulia.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi)
Hadis ini menekankan bahwa akhlak mulia akan menjadi aset terbesar seorang mukmin di hari perhitungan. Ini memotivasi setiap Muslim untuk senantiasa memperbaiki diri dan berperilaku baik dalam setiap aspek kehidupannya. Selain itu
Akhlak adalah cerminan dari iman seseorang dan merupakan salah satu pilar penting dalam ajaran Islam. Ia bukan sekadar tata krama atau etika sosial, melainkan manifestasi dari nilai-nilai ilahiah yang membentuk karakter individu dan masyarakat. Pentingnya akhlak dalam Islam dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, baik dari Al-Qur’an maupun Hadis Nabi Muhammad SAW. Iman dan akhlak adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Akhlak yang baik adalah bukti nyata dari keimanan yang kokoh. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Ayat ini memerintahkan umat Muslim untuk meneladani akhlak Rasulullah SAW, yang merupakan representasi dari iman yang sempurna. Semakin baik akhlak seseorang, semakin sempurna pula imannya.
Akhlak bukan hanya urusan pribadi, tetapi juga memiliki dampak besar pada tatanan sosial. Masyarakat yang berakhlak mulia akan dipenuhi dengan kedamaian, keadilan, dan kasih sayang. Sebaliknya, masyarakat yang jauh dari akhlak akan rentan terhadap konflik, kezaliman, dan perpecahan. Islam mengajarkan pentingnya menjaga hubungan baik antar sesama, menghormati hak orang lain, berlaku adil, dan menyebarkan kebaikan.