Artikel

Manusia dan Kemanusiannya

Oleh : S. Hariyadi, M.Pd (Pemuda Muhammadiyah Kajen, Pekalongan)

“Yang selamat bukanlah manusia yang paling cepat, tapi yang paling sadar arah. Bukan yang paling canggih, tapi yang paling mampu memanusiakan hidupnya sendiri.”

Manusia, lagi-lagi manusia. Makhluk yang dahulu menulis di daun lontar, kini menulis dalam bentuk algoritma. Yang dahulu menatap langit untuk membaca tanda-tanda semesta, kini sibuk menatap layar yang menyimpan dunia. Dalam waktu yang terlalu singkat, hidup berubah. Teknologi melesat, dan manusia tergesa-gesa menyesuaikan diri. Kita menyebutnya era disrupsi.

Tapi disrupsi bukan hanya tentang mesin yang menggantikan manusia, atau kecerdasan buatan yang berusaha melampaui otak manusia. Disrupsi yang paling mengganggu adalah disrupsi kemanusiaan: saat manusia kehilangan kepekaan, kehilangan makna, kehilangan arah dalam derasnya perkembangan zaman.

Anglaras ilining banyu angeli, ananging ora keli Uninga sucining gandaning nabi

Nasehat dari Sunan Kalijaga tersebut kurang lebih bermakna bahwa manusia harus memiliki kemampuan menyesuaian diri dengan berkembangnya zaman seperti air yang senantiasa mengalir. Tetapi jangan sampai terhanyut dalam arus. Manusia harus berpegang pada pedoman hidup. Sebagai muslim, Al Quran dan Sunnah harus dijadikan Kompas atau petunjuk dalam menjalani kehidupan.

Dalam mengikuti arus kehidupan dengan perkembangan zaman yang modern, sebaiknya selalu mengingat “uninga sucining gandaning nabi”, ingat akan keluhuran budi pekerti Rasulullah Muhammad SAW serta menjadikan beliau figur suri tauladan menuntun terciptanya laku yang baik. Hingga manusia dihiasi dengan laku yang terpuji.

“Demi waktu. Sesungguhnya manusia dalam kerugian…” (QS. Al-‘Ashr : 1-3).

Manusia yang lalai menggunakan waktunya akan kehilangan bukan hanya masa depan, tapi juga jiwanya.

Lalu Allah dalam QS Ali Imran ayat 103 mengingatkan

“Dan berpeganglah kamu semuanya pada tali Allah, dan jangan bercerai-berai.”

Tali itu adalah ajaran, arah, dan cinta. Ia menjaga kita tetap satu dalam nilai, meski beragam dalam bentuk. Dalam kondisi dunia sekarang yang penuh saling menjatuhkan demi menunjukkan siapa yang paling, kita diajak untuk kembali bersatu dalam dalam ikatan persaudaraan sesama muslim.

Jalan Cinta

Cinta, aku memanggilmu sebagai alasan untuk bertahan.

Jalan, aku menyebutmu sebagai petunjuk pulang.

Ketika manusia kembali pada cinta, maka teknologi menjadi berkah.

Ketika manusia kembali pada laku, maka hidup menjadi ibadah.

Ketika manusia ingat pada penciptanya, maka arus zaman tak lagi menakutkan.

Karena sesungguhnya, tujuan manusia tak hanya soal bertahan hidup,

Tetapi untuk menggapai ridha Nya melalui ibadah.

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button