Artikel

Strategi Parenting Profetik untuk Anak Sholeh dan Sholehah

Setiap orang tua Muslim mendambakan anak yang menjadi penyejuk mata (qurratu a’yun) di dunia dan penyelamat di akhirat. Namun, melahirkan anak sholeh dan sholehah bukanlah hasil kebetulan, melainkan buah dari perencanaan strategis dan pendidikan yang konsisten yang berakar pada ajaran Islam—sebuah strategi yang dapat kita sebut sebagai parenting profetik.

Misi mendidik anak dalam Islam begitu mulia, sehingga ia diibaratkan sebagai harta paling berharga yang pahalanya terus mengalir bahkan setelah orang tua tiada (amal jariyah). Artikel ini akan mengupas tuntas pilar-pilar penting dalam mendidik anak sholeh dan sholehah.

Al-Qur’an menetapkan dua posisi mendasar anak dalam kehidupan orang tua: amanah yang harus dijaga dan investasi spiritual yang akan berbuah di akhirat.

Tanggung jawab terbesar orang tua adalah memastikan anak-anak mereka berada di jalan yang benar, sehingga terhindar dari siksa neraka. Ini adalah dasar dari parenting Islami.

يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُواقُواأَنفُسَكُمْوَأَهْلِيكُمْنَارًاوَقُودُهَاالنَّاسُوَالْحِجَارَةُ…

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (QS. At-Taḥrīm: 6)

Ayat ini mewajibkan orang tua untuk menjadi pendidik utama yang mengajarkan tauhid dan ketaatan. Menjaga keluarga dari neraka berarti memberikan bekal ilmu agama, akhlak mulia, dan lingkungan yang kondusif.

Tujuan tertinggi yang diminta oleh orang-orang beriman dalam doanya adalah memiliki keturunan yang sholeh dan sholehah.

وَالَّذِينَيَقُولُونَرَبَّنَاهَبْلَنَامِنْأَزْوَاجِنَاوَذُرِّيَّاتِنَاقُرَّةَأَعْيُنٍوَاجْعَلْنَالِلْمُتَّقِينَإِمَامًا

Artinya: “Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (qurrata a’yun), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.'” (QS. Al-Furqān: 74)

Permintaan ini tidak sekadar meminta anak yang baik, tetapi juga meminta agar anak tersebut menjadi pemimpin teladan dalam ketakwaan. Ini menuntut pendidikan yang berorientasi pada kualitas, bukan hanya kuantitas.

Rasulullah SAW memberikan motivasi paling besar bagi orang tua: kematian tidak menghentikan pahala mereka jika mereka berhasil menanam tiga investasi, salah satunya adalah anak sholeh.

Anak sholeh adalah satu-satunya “mesin pahala” yang terus beroperasi bagi orang tua di alam kubur.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:

إِذَامَاتَالْإِنْسَانُانْقَطَعَعَمَلُهُإِلَّامِنْثَلَاثَةٍإِلَّامِنْصَدَقَةٍجَارِيَةٍأَوْعِلْمٍيُنْتَفَعُبِهِأَوْوَلَدٍصَالِحٍيَدْعُولَهُ

Artinya: Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda, “Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

Hadis ini secara eksplisit menyebutkan “anak saleh yang mendoakannya” (waladin ṣāliḥin yad’ū lah). Ini menekankan bahwa anak harus dididik agar memiliki kesalehan (ṣāliḥ) dan ketaatan untuk mendoakan orang tuanya.

Rasulullah SAW mengajarkan bahwa karakter dasar anak ditentukan oleh lingkungan pendidikannya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

كُلُّمَوْلُودٍيُولَدُعَلَىالْفِطْرَةِفَأَبَوَاهُيُهَوِّدَانِهِأَوْيُنَصِّرَانِهِأَوْيُمَجِّسَانِهِ

Artinya: Dari Abu Hurairah r.a., Nabi SAW bersabda, “Setiap anak dilahirkan di atas fitrah (suci). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini adalah landasan parenting profetik: anak datang dalam keadaan siap menerima kebenaran (fitrah), namun lingkungan dan pendidikan orang tua adalah penentu utama agamanya.

Para ulama dan pakar pendidikan Islam merangkum pendidikan anak sholeh dan sholehah menjadi tiga tahapan penting yang harus dipraktikkan orang tua.

Imam Al-Ghazali dalam Iḥyā’ ‘Ulūmiddīn menekankan bahwa pendidikan anak dimulai jauh sebelum ia lahir, yaitu dengan memilih pasangan yang sholeh/sholehah (sebagaimana hadis tentang memilih pasangan karena agama) dan memelihara kehalalan rezeki yang masuk ke perut ibu selama kehamilan. Imam Al-Ghazali: “Pendidikan terbaik adalah dengan memberikan makanan yang halal, karena makanan adalah benih pertama bagi pertumbuhan fisik dan spiritual anak.”

Para ulama sepakat bahwa keteladanan (uswah) adalah metode pendidikan paling efektif. Orang tua harus menjadi model hidup dari apa yang mereka ajarkan.

Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan bahwa perintah menjaga diri dan keluarga dari neraka (QS. At-Taḥrīm: 6) mengharuskan orang tua untuk mengajarkan ketaatan kepada anak dan memberi contoh ketaatan tersebut secara langsung.

Jika orang tua rajin salat dan berakhlak mulia, anak secara otomatis akan merekam dan menirunya. Karakter anak dibentuk oleh apa yang ia lihat, bukan hanya apa yang ia dengar.

Pilar terakhir parenting profetik adalah menyadari keterbatasan manusia dan bersandar sepenuhnya kepada Allah melalui doa yang tulus dan konsisten. Do`a Nabi Ibrāhīm AS adalah teladan terbaik:

رَبِّاجْعَلْنِيمُقِيمَالصَّلَاةِوَمِنذُرِّيَّتِيۚرَبَّنَاوَتَقَبَّلْدُعَاءِ

Artinya: “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap melaksanakan salat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrāhīm: 40)

Para ulama menasihati: doa orang tua kepada anak adalah salah satu doa yang paling mustajab. Doa ini harus menyertai setiap fase pendidikan anak, karena hanya Allah-lah yang mampu membalikkan hati dan menumbuhkan kesalehan.

Melahirkan anak sholeh dan sholehah adalah proyek jangka panjang yang membutuhkan air, pupuk, dan cahaya dari parenting profetik. Dimulai dari pemilihan pasangan yang baik, diteruskan dengan pemberian rezeki halal, keteladanan akhlak, pembiasaan ibadah, dan diakhiri dengan do’a yang tiada henti.

Mari kita pastikan bahwa “tanaman” terindah dalam hidup kita—anak-anak kita—tumbuh menjadi pohon yang kokoh, berbuah amal jariyah, dan menjadi penolong bagi kita di hari akhirat kelak.

Oleh: Arif Saefudin, S.Ag. (Pimpinan Pengembangan Cabang dan Ranting PCM Blambangan dan Mahasiswa Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah di Banjarnegara)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button