Ibadah Kurban, Momentum Membebaskan Diri Dari Pesona Duniawi

6 Juni 2025 kaum muslimin merayakan Idul Adha. Idul Adha sebagai hari raya berkurban merupakan bagian penting dari ibadah. Kaum muslimin yang terkait juga dengan ibadah kurban yakni menyembelih hewan kurban sebagai bentuk penghambaan kepada Allah untuk meraih ketakwaan. Selain itu, dalam mata rantai yang kurban Idul Adha yakni kaum muslimin yang berada di Mekah menunaikan ibadah haji dan wukuf pada tanggal 9 Dzulhijjah di Arafah sebagai inti dari ibadah haji itu.
Kemudian dengan segala rangkaian dan proses ibadah haji sesudahnya dari mabit di Muzdalifah dan Mina serta juga seluruh rangkaian rukun wajib dan sunnahnya. Bagi kaum muslimin Idul Adha dan berkurban merupakan perintah Allah yang murni ibadah, yakni sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah sesuai dengan syariat, menjauhi larangannya dan menjalankan apa yang menjadi apa yang diizinkan Allah dalam kehidupan..
Tujuan dari Idul Adha sekaligus juga kurban baik salat di Tanah Lapang maupun di Masjid maupun penyembelihan hewan kurban setelah itu. Bagi kaum muslim adalah bentuk dari meningkatkan dan ritual ibadah untuk meraih ketakwaan. Salat Ied sebagai bentuk dari ibadah mahdhah, jelas kaum muslimin agar dia semakin dekat kepada Allah dan akan dekat dengan Allah maka hidupnya senantiasa religius saleh dan memancarkan serba kebaikan dalam kehidupan.
Insan beriman yang dekat dengan Allah hidupnya akan selalu merasa damai, tenang, tentram, tetapi juga bermakna dan bermaslahatan hidupnya senantiasa merasa diawasi dan dekat dengan Allah dan karena itu dia akan senantiasa menjalankan apa yang serba baik dan menjauhi apa yang dilarang olehNya. Dan dari situlah lahir Abdullah, manusia pengabdi Allah yang jiwa pikirannya, tindakannya, serba saleh, serba baik dan memancarkan kesalehan dan kebaikan itu untuk berbuat Ihsan bagi kehidupan yang memancarkan, kedamaian, ketentraman, keselamatan dan kehidupan yang penuh rahmat.
Salat itu sendiri selain menjadikan manusia muslim untuk selalu dekat kepada Allah juga mencegah Insan beriman dari perbuatan buruk, jahat dan segala bentuk kemungkaran. Sehingga insan yang senantiasa salat termasuk salat Idul Adha dia akan semakin waspada dalam hidupnya, selalu memakan makanan yang halal dan menjauhi yang syubhat dan haram, tidak korupsi, tidak menyalahgunakan segala apa yang menjadi hak dalam kehidupan dan memancar kebaikan. Hidupnya selalu berguna bagi sesama. Juga dengan ibadah kurban yang dipercontohkan dengan baik oleh Nabi Ibrahim Siti Hajar dan Ismail untuk menunjukkan jiwa berkorban bagi raihan ketakwaan. Bagaimana seorang Ayah dan Ibu rela untuk melepaskan anaknya demi memenuhi syariat Allah disembelih tetapi pada akhirnya diganti dengan hewan kurban. Itu menunjukkan jiwa ketakwaan yang tertinggi yang maknanya adalah siapapun insan beriman ketika dirinya memiliki jiwa Taqwa, maka dia rela berkorban untuk segala hal yang bermakna dalam kehidupan Lillahi ta’ala demi meraih ridho dan anugerah Allah. Syariat lahirnya adalah menyembelih hewan kurban tetapi makna ke dalamnya adalah taqwa. “Darah dan daging dari sembelihan hewan kurban itu tidak akan sampai kepada Allah tetapi yang akan sampai adalah Taqwa dari mereka yang berkurban”.
Maka makna terdalamnya adalah apa yang kita miliki dalam kehidupan ini harta kekuasaan dan segala kesenangan hidup yang kita peroleh sebenarnya nisbi. Maka Tuhan mengajarkan kepada kaum beriman berkurbanlah manfaatkan harta dan segala hal duniawi itu untuk kepentingan beribadah dan kemaslahatan orang banyak. Bukan untuk dimiliki ditumpuk-tumpuk bahkan dengan rasa rakus ingin hidup serba gelimang duniawi.
Ketika ibadah kurban itu mengajarkan kita untuk melepas apa yang kita miliki itu, maka sejatinya mereka yang berkurban sudah terbebaskan jiwanya,hatinya, pikirannya, rasa dan segala apa yang dia miliki Lillahi ta’ala untuk meraih ridho dan karunia Allah keselamatan hidup dunia dan akhirat sekaligus berkorban untuk kepentingan orang banyak. Manusia punya jiwa ingin menguasai segalanya, harta, kekuasaan, segala pesona dunia tak akan pernah merasa puas bahkan dengan cara yang tidak halal. Korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan segala perilaku yang menunjukkan ketamakkan. Manusia yang rakus dengan segala pesona duniawi dia tidak akan pernah merasa cukup sampai Tuhan menghentikan ajalnya.
Disinilah penting bagi setiap orang beriman dimanapun posisi dan berada di saat berkurban maupun tidak berkurban. Mari koreksi diri, apakah kita termasuk orang beriman tetapi tak pernah puas dalam kehidupan. Lalu, menjadi insan yang serakah,tamak, dan takabur penuh ambisi yang melampaui batas, lalu lupa akan kebenaran, kebaikan dan nilai-nilai luhur dalam pondasi ketakwaan. Lepas segala kepentingan demi kebenaran, kebaikan, dan keluhuran dan untuk kemaslahatan hidup orang banyak.
Jika itu bisa dipenuhi maka berkurban berarti telah membebaskan diri kita dari segala pesona duniawi itu untuk hidup yang cukup dan moderat tetapi membawa kemaslahatan duniawi dan ukhrawi.Terakhir untuk ibadah haji, kita yang ada di tanah air mendoakan semoga sejak wukuf di Arafah dan segala proses melempar jumrah dan selesainya ibadah haji mereka diberi kemudahan, kelancaran, dan ridho Allah. Sehingga mereka menjadi haji mabrur dan bagi mereka yang kebetulan ada kendala untuk tidak bisa berangkat karena satu dan lain hal belajarlah untuk ikhlas dan terus berikhtiar. Siapa tahu Allah membuka jalan kemudahan di tahun depan. Kaum beriman selalu diuji oleh banyak hal dan terimalah ujian itu untuk membuat kita semakin syukur nikmat dan terus ikhtiar. Bagi mereka yang berhaji, Haji Mabrur tentu merupakan tujuan dari peribadatan haji itu sendiri. Bahkan Nabi menjanjikan “ Haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga”. Al Mabrur adalah segala kebaikan baik yang diperintahkan dan diberikan oleh syariat maupun dalam segala hal kehidupan yang dibenarkan oleh saya serta menjadi sunnatullah dalam hukum kebaikan antar sesama dan dalam kehidupan semesta. Maka mereka yang sedang berhaji dan nanti selesai berhaji maupun kita diantara kaum muslimin yang sudah berhaji. Mari rawat kemabruran itu dalam segala bentuk kebaikan yang hablum minallah hubungan dengan Allah maupun hablum minannas hubungan dengan manusia menjadi orang-orang yang menebar kesalehan bukan hanya untuk diri pribadi tetapi untuk keluarga, masyarakat, bangsa dan kemanusiaan semesta.
Dirinya menjadi sosok-sosok yang saleh, jangan sampai kemabruran berhenti dalam satu minggu, satu bulan satu, tahun tetapi setelah itu redup kembali dari jiwa kita. Jagalah kemabruran dan ibadah haji dalam ajaran Islam bukanlah ziarah dan tidak ada urusannya dengan berbayar. Hukumnya adalah kewajiban kifayah bagi mereka yang istita’ah (mampu) secara fisik dan ruhani.
Karena lokasi dan tempatnya di Saudi Arabia, di Mekkah, di Madinah maka bagi mereka yang ada di Negeri Negeri Arab khususnya di Arab Saudi mereka dengan mudah bisa menjalankannya. Bahkan bisa berjalan kaki tanpa berbayar berbayar ketika bagi mereka yang berada di luar negeri dan harus naik pesawat terbang akomodasi dan lain sebagainya Itu keniscayaan yang duniawi saja dan bersifat alami dan umum kita yang berada di dalam negeri pun sama bepergian ke satu tempat baik untuk kepergian dan keurusan yang bersifat rohaniah religius dan spiritual maupun yang bersifat biasa semua juga memerlukan hal-hal yang bersifat administratif dan dana yang bersifat lumrah. Tetapi inti dari ibadah haji bukan jihad, itu adalah ibadah untuk selalu mengabdi kepada Allah dengan segala ritual yang telah ditentukan oleh ajaran islam, baik rukun, wajib, dan sunnahnya. Tetapi Islam memberikan tekanan karena tidak semua orang bisa maka bagi yang tidak bisa yang disebut tidak istita’ah dia tidak perlu memaksakan diri dan dia yang tidak bisa naik haji berpeluang banyak untuk masuk surga lewat berbagai amal sholeh yang lain sesuai dengan kemampuan. Jadi Islam tidak bersifat diskriminatif, Islam tidak bersifat material, lebih dari itu Islam mengajarkan hal-hal yang bersifat ibadah atau ubudiyah adalah hal-hal yang bersifat ritual untuk mendekatkan diri kepada Allah dan melahirkan kesalehan untuk kehidupan. Di luar itu ada hal-hal yang bersifat muamalah duniawiyah untuk menjalani ke segala aspek kehidupan baik yang takarannya kecil maupun besar dalam berbangsa bernegara.
Bahkan relasi kemanusiaan global juga memberi kaidah-kaidah yang konstruktif yang intinya adalah menebar rahmat bagi semesta. Itulah Islam, selamat berkurban bagi yang mampu, selamat berhaji bagi yang mampu, dan selamat mabrur bagi yang sedang menjalankan ibadah haji. Semoga Allah melimpahkan rahmat karunia dan berkahnya untuk kita semua kaum beriman dan untuk bangsa tercinta kita.
Masyhuda Darussalam,S.Pd,M.Pd 1558269, Warga Muhammadiyah Ranting Gunungpring