Artikel

Yang Ditanya kita, Bukan Orang Lain

Oleh : Ust. Didi Eko Ristanto

Di hari yang telah dijanjikan itu, tak ada lagi topeng yang bisa disembunyikan. Tak ada lagi dalih untuk membela diri dengan menyebut kesalahan orang lain. Yang ditanya, bukan tetangga kita. Bukan teman kerja kita. Bukan saudara kita. Tapi diri kita sendiri.

Kita akan ditanya tentang anak-anak kita. Tentang bagaimana kita membesarkan mereka, membimbing mereka, membekali mereka dengan iman dan akhlak. Kita akan ditanya bukan hanya apakah mereka menjadi orang sukses di dunia, tapi lebih dari itu: apakah kita telah menunjukkan jalan kepada Allah? Apakah kita pernah menangis dalam sujud memohon keselamatan mereka dari api neraka?

Kita akan ditanya tentang harta kita. Dari mana kita dapatkan, ke mana kita habiskan. Apakah ada hak orang lain yang kita tahan? Apakah harta itu membawa kita semakin dekat atau justru menjauh dari-Nya? Apakah kekayaan itu membuat kita lebih ringan bersedekah, atau justru membuat hati semakin keras dan kikir?

Kita akan ditanya tentang waktu, tentang tubuh, tentang penglihatan dan pendengaran, tentang semua yang berkaitan dengan kita. Bukan tentang mereka yang pernah menyakiti kita. Bukan tentang mereka yang pernah membuat kesalahan besar dalam hidup. Bukan tentang musuh, bukan tentang politikus, bukan tentang artis, bukan tentang tetangga yang nyinyir, atau saudara yang menyakitkan.

Lalu… mengapa kita begitu sibuk dengan kesalahan orang lain?

Mengapa kita rela menghabiskan waktu mencela orang yang bahkan tidak akan menambah atau mengurangi timbangan amal kita?

Mengapa kita gemar menyebarkan aib orang yang tidak akan ikut duduk dalam kubur kita?

Apakah karena kita merasa lebih baik? Apakah karena kita merasa sudah cukup amal, hingga merasa pantas menjadi pengawas bagi dosa orang lain?

Padahal Nabi kita yang mulia bersabda: “Berbahagialah orang yang disibukkan oleh aibnya sendiri, hingga ia tidak sempat mengurusi aib orang lain.”
(HR. al-Bazzar)

Rasulullah tidak mengajarkan kita menjadi pemburu kesalahan orang lain. Beliau mengajarkan kita untuk memperbaiki diri, menundukkan hati, meneteskan air mata dalam gelap malam, karena beban dosa yang kita pikul mungkin jauh lebih berat dari yang terlihat.

Wahai diri… apa kabarmu hari ini?

Sudahkah kau tanyakan pada hatimu, apakah hari ini kau lebih baik dari kemarin? Sudahkah kamu sibuk mentaubati maksiatmu sendiri, atau malah sibuk membicarakan dosa orang lain?

Bayangkan suatu hari kelak, ketika kita berdiri di hadapan Allah. Semua pertanyaan ditujukan langsung kepada kita. Tidak bisa kita alihkan kepada siapapun. Tidak bisa kita lemparkan kesalahan kepada siapa pun. Dan tak seorang pun yang bisa menjawabnya untuk kita.

Maka hari ini, sebelum datang hari itu…

Mari kita berbenah. Jangan habiskan hidup untuk orang lain. Karena kelak, yang ditanya adalah dirimu. Bukan mereka.

Surah An-Nur ayat 24–25
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Pada hari itu, lidah mereka, tangan mereka, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.

يَوْمَئِذٍ يُوَفِّيهِمُ اللَّهُ دِينَهُمُ الْحَقَّ وَيَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ الْمُبِينُ

Pada hari itu Allah akan memberi balasan yang semestinya bagi mereka, dan mereka mengetahui bahwa Allah-lah (yang memberi balasan itu), Dialah yang Maha Benar lagi Maha Nyata.

Cilacap, 26 Mei 2025

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Check Also
Close
Back to top button