
Takut Akan Allah, Harap Akan Husnul Khotimah
Allah Ta’ala berfirman:
فَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ
“Maka hanya kepada-Ku-lah kalian harus merasa takut.”
(QS. An-Nahl: 51)
Inilah dasar utama hidup seorang mukmin: rasa takut kepada Allah. Takut bukan berarti pesimis, tetapi bentuk ketundukan dan kesadaran bahwa kita ini lemah, bergantung sepenuhnya pada rahmat dan hidayah-Nya.
Tidak ada jaminan kita akan mati dalam keadaan iman, meskipun hari ini kita dalam taat. Karena Allah Maha Membolak-balikkan hati. Maka tak ada tempat untuk merasa aman, tak ada ruang untuk bangga diri.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ، فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ، فَوَاللَّهِ الَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، فَيَدْخُلُهَا»
(HR. Bukhari, no. 3208; Muslim, no. 2643)
“Sesungguhnya salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya selama empat puluh hari sebagai nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama itu juga, lalu menjadi mudghah (segumpal daging) selama itu juga. Lalu diutus malaikat kepadanya, lalu malaikat meniupkan ruh kepadanya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal: rezekinya, ajalnya, amalnya, dan apakah dia termasuk orang celaka atau bahagia.
Maka demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, sungguh salah seorang dari kalian ada yang beramal dengan amalan ahli surga hingga jarak antara dia dan surga tinggal satu hasta, namun takdir mendahuluinya, lalu ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka ia masuk neraka.
Dan sungguh salah seorang dari kalian ada yang beramal dengan amalan ahli neraka hingga jarak antara dia dan neraka tinggal satu hasta, lalu takdir mendahuluinya, maka ia beramal dengan amalan ahli surga, lalu ia masuk surga.”
Allahu Akbar…
Betapa menakutkan hadits ini. Seseorang bisa saja menempuh hidupnya dalam ketaatan, namun hatinya berubah di ujung hayatnya. Maka siapa yang bisa menjamin akhir hidup kita?
Tidak ada.
Kita tidak bisa merasa aman hanya karena sedang dalam jalan kebaikan. Karena yang menentukan akhir adalah Allah, bukan usaha kita semata.
Allah berfirman:
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
“Apakah mereka merasa aman dari makar Allah? Tidak ada yang merasa aman dari makar Allah kecuali orang-orang yang merugi.”
(QS. Al-A‘raf: 99)
Maka jangan pernah bangga dengan amal. Jangan merasa cukup dengan dzikir, shalat, puasa, atau dakwah. Semua itu tidak bernilai tanpa taufiq dari Allah.
Orang yang takut kepada Allah bukan yang sedikit amalnya, tapi yang tidak pernah merasa aman dengan amalnya.
Dia khawatir amalnya tertolak.
Dia takut hatinya berbelok.
Dia cemas akan su’ul khotimah.
Dan ia terus berdoa dan merendah, agar Allah tetapkan hatinya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berdoa:
اللَّهُمَّ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Ya Allah, wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkan hatiku di atas agama-Mu.”
(HR. Tirmidzi)
Maka mari kita hidup dengan takut dan harap:
Takut kepada murka Allah, harap akan rahmat-Nya.
Takut su’ul khotimah, harap husnul khotimah.
Takut kehilangan iman, harap dikuatkan hingga akhir.
اللَّهُمَّ اخْتِمْ لَنَا بِحُسْنِ الْخَاتِمَةِ، وَلَا تَخْتِمْ عَلَيْنَا بِسُوءٍ
“Ya Allah, wafatkan kami dalam husnul khotimah, dan jangan wafatkan kami dalam suul khotimah.”