Artikel

Judol dan Pinjol Yang Bikin Benjol

Oleh : M. Abdurrasyid (PRM Wangon PCM Kota Banjarnegara)

Membayangkan kedamaian suasana pedesaan dengan kerahtamahan warganya adalah oase di tengah hiruk pikuk modernitas kota. Hal inilah yang mendorong sebagian orang melakukan healing dengan menepi sekejap, membiarkan diri terlelap dalam keheningan desa dimana ketenangan jiwa bisa disadap.

Namun, bila di desa sudah berasa kota. Kerahmtamahan yang tulus sudah luntur karena fulus, dan penduduknya sudah berlagak menjadi diaspora. Maka kedamaian dan ketentaraman suasana desa lambat laun   hanya akan ditemukan dalam selembar cerita.

Indonesia kini dianugerahi bonus demografi yang luar biasa. Kaum muda jumlahnya melebihi generasi dewasa kalau tidak mau dibilang tua. Tentu saja sosiologi dan antropologi pedesaannya juga mau tidak mau akan mengalami perubahan.

Seperti halnya dalam mencari nafkah. Keterbatasan akses kini sudah bisa diterabas dengan hadirnya ponsel cerdas. Istilah dunia dalam genggaman tangan sudah bukan lagi menjadi slogan provider  jaringan internet. Apalagi di tangan para generasi muda yang notabene masih mencari jalan. Maka kedamaian yang dihasilkan oleh harmoni alam berbalut aktivitas pertanian sangat mungkin akan ditinggalkan.

Generasi muda di desa kini lebih suka asik dengan dunianya sendiri. Bermain gadget untuk menghibur diri sambil mencari inspirasi.Telapak tangannya enggan menjadi kasar, karena penghasilan bisa didapat di depan layar.

Fenomena ini semakin diperkuat dengan goncangan pandemi yang lalu. Dimana anak belia dipaksa menjadi sangat fasih memainkan jari dilayar sentuh. Mereka tidak hanya memanfaatkan teknologi untuk belajar formal. Tapi sebagian besar malah terperosok ke  dalam jebakan permainan yang melenakan. Permainan yang tadinya hanya bersifat menghibur, lambat laun menciptakan kultur yang bersifat penghancur.

Permainan online kini sudah lacur menjamur. Menggerogoti hati dan otak generasi masa kini. Permainan online menciptakan pola interaksi yang sangat berbeda. Begitu juga dengan perangai para penikmatnya. Hiburan yang tadinya kebutuhan tersier telah bertransformasi menjadi kebutuhan primer.

Fenomena judol dan pinjol

Permainan berbasis internet merupakan sebuah industri yang amat menjanjikan. Candu yang diakibatkan mendatangkan peluang baru bagi para pembuatnya. Bahkan berbagai permainan dikembangkan menjadi lahan bisnis baru yang bisa mendatangkan cuan.

Janji manis itu juga dimanfaatkan oleh mereka yang bergelut di pusaran judi. Berbagai platform kerap memunculkan iklan permainan judi online (judol) tanpa diminta, menyasar para generasi muda yang notabene literasi internetnya luar biasa. Judol atau lebih dikenal sebagai permainan slot kini juga sudah mewabah. Dari level atas di pekotaaan hingga level bawah dipelosok pedesaan.

Bahkan dalam satu portal disebutkan, slot sudah menjadikan generasi muda terbudak olehnya. Mengakibatkan kerusakan rumah tangga pasangan muda, penjualan aset lahan orang tua yang tadinya digunakan sebagai mata pencaharian, bahkan lebih tragisnya berujung bunuh diri akibat depresi.

Jika kita telisik lebih jauh, fenomena judol ada kaitannya baik secara langsung maupun tidak dengan pinjaman online (pinjol). Keduanya seperti bestie yang saling dukung satu sama lainnya. Ketika pemain slot kehabisan dana dan aset nyata, maka pinjollah yang menjadi solusinya. Oleh karena itu kalau seorang sudah terjebak di permainan slot biasanya sangat mudah berlanjut menjadi nasabah pinjol. Otak dan hati mereka hanya terfokus pada uang dan uang, baik berupa kemenangan atau tuntutan untuk membayar hutang. Jika ini dibiarkan maka tunggu saja saatnya kehancuran generasi muda. Dan jika generasi muda sudah hancur, maka tunggu saja kehancuran sebuah bangsa.

Pekerjaan rumah luar biasa bagi aktivis dakwah

Bagi aktivis dakwah, fenomena judi dan pinjaman ribawi sebenarnya bukan perkara baru. Judi bahkan merupakan salah satu budaya yang melegenda dalam sejarah kehidupan manusia. Sifatnya jelas merupakan sebuah kemungkaran yang wajib dihancurkan. Kalau dulu di era 90an judi seperti SDSB bisa dihentikan, tapi kini judol berubah layaknya kangker. Pemerintah lewat aparaturnya sungguh kewalahan menyembuhkan kecanduan warganya.

Mungkin bisa dibilang utopia bila aktivis dakwah harus menjadi  tumpuan utama. Para aktivis dakwah mesti bekerja dengan nurani dimana mereka akhirnya mampu menyentuh hati kala pelaku judi mulai frustasi. Memperbaiki batin yang hampir binasa.

Dalam sebuah hadis Qudsi disebutkan bahwa kebinasaan lahir itu bermula dari kebinasaan batin.

“Hai anak Adam, jika baik agama kalian, daging kalian, dan darah kalian maka akan baik pula amal perbuatan kalian, darah kalian, daging kalian. Dan apabila rusak agama kalian, maka akan rusak pula amal kalian, darah kalian, dan daging kalian. Maka janganlah kamu seperti lampu yang membakar dirinya sendiri dan terang untuk umat manusia. Keluarkanlah cinta dunia dari hatimu, maka sesungguhnya Aku tidak mengumpulkan cinta dunia dan cintaKu dalam satu wadah selamanya. Kasihanilah dirimu dalam mengumpulkan rizki, karena rizki dibagi, orang rakus dihalangi, orang kikir tercela, nikmat tidak abadi, survei melelahkan, ajal ditentukan, dan kebenaran diketahui. Sebaik-baik hikmah Allah adalah khusyu’, kaya terbaik adalah qona’ah, bekal terbaik adalah taqwa, hal terbaik yang datang di hati adalah yakin, hal yang terbaik diberikan kepada kalian adalah keselamatan.”

Kerja dakwah sejatinya memang menggugah yang berujung manusia bangkit untuk berubah. Oleh karena itu merupakan sebuah pekerjaan rumah luar biasa para penggerak dakwah. Bagaimana menggugah dan merubah perilaku para pecandu judol dan pinjol agar hidup mereka tidak sampai benjol.

Islam tidak pernah mengajarkan pemeluknya melakukan perjudian apalagi mendholimi diri dengan ikatan ribawi. Perbuatan tersebut justru menjadi perbuatan kaum Yahudi yang sebenarnya juga terlarang. Sayangnya itu dibiarkan mendarah daging oleh pemuka agama mereka sehingga terus terpelihara. Padahal Allah SWT sangat mencela perbuatan tersebut. Sebagaimana termaktub dalam surat Al-Maidah ayat 62-63

وَتَرٰى كَثِيۡرًا مِّنۡهُمۡ يُسَارِعُوۡنَ فِى الۡاِثۡمِ وَالۡعُدۡوَانِ وَاَكۡلِهِمُ السُّحۡتَ​ ؕ لَبِئۡسَ مَا كَانُوۡا يَعۡمَلُوۡنَ‏ ٦٢

لَوۡلَا يَنۡهٰٮهُمُ الرَّبَّانِيُّوۡنَ وَالۡاَحۡبَارُ عَنۡ قَوۡلِهِمُ الۡاِثۡمَ وَاَكۡلِهِمُ السُّحۡتَ​ؕ لَبِئۡسَ مَا كَانُوۡا يَصۡنَعُوۡنَ‏ ٦٣

Dan kamu akan melihat banyak di antara mereka (orang Yahudi) berlomba dalam berbuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat. Mengapa para ulama dan para pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat.

Lalu apa yang perlu kita lakukan dengan maraknya perbuatan judol dan pinjol di sekitar kita. Jika kita belum mampu mengentikan dengan kekuasaan maka pendekatan personal tetap kita jalankan semisal melalui langkah berikut:

Pertama, wajib bagi kita mengingatkan keluarga, saudara, atau teman sejawat apabila kedapatan menjadi pemain judol ataupun pinjol.

Kedua, jangan pernah menolong mereka dengan bantuan berupa uang pinjaman. Hal ini kerap disalahgunakan untuk kembali bermain judol.

Ketiga, jangan menghakimi dan tetap beri perhatian dengan siap sedia mendengarkan keluhan.

Keempat senantiasa mendoakan semoga cepat atau lambat mereka akan tersadarkan.

Berhubung setiap daerah memiliki karakter masing-masing maka prinsip fleksibilitas tetap diterapkan. Sembari kita berusaha sekuat tenaga membentengi keluarga dan lingkungan sekitar dengan penguatan nilai agama terutama ketauhidan dan peduli terhadap sesama.

Wallahu a’lam bisshowab.

MARs, Banjarnegara 12 April 2025

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button