Tak Berkategori

Hasad, Induk Kemungkaran Yang Terus Bermekaran

Oleh : M. Abdurrasyid (PCM Kota Banjarnegara)

Dunia saat ini sedang ramai dibuat pusing oleh seorang tokoh negara Adidaya bernama Trump. Setelah diangkat menjadi presiden negara berjuluk Paman Sam itu, dirinya menelurkan pernyataan dan kebijakan yang membuat dunia geram.

Pertama, terkait Gaza di Palestina. Dengan ambisinya yang notabene pebisnis di bidang konstruksi, dia ingin menguasai Gaza sekaligus mendiasporakan warganya tanpa mau tahu bagaimana caranya dan yang jelas bukan ke negaranya, tapi malah menyasar ke negara kita Indonesia. Kedua, kebijakan menaikkan pajak import ke negara tersebut yang bertujuan melindungi daya saing produk lokal sekaligus melemahkan posisi tawar negara pengekspor komoditas dari berbagai penjuru dunia. Indonesia tentu menjadi salah satu korbannya.

Kebijakan ini juga membuat ekonomi dunia kalang kabut. Calon negara Adidaya lain, yaitu China langsung merespon balik dengan memberikan menaikkan pajak impor barang dari Amerika sebesar 84%! Maka imbasnya perang dunia di bidang dagang tidak dapat dihindari.

Hasad induk dari kemungkaran

Apa yang dilakukan oleh Trump mencerminkan kondisi batin dirinya sebagai manusia yang sok punya kuasa segalanya. Mirip dengan dengan Fir’aun yang gelisah akan ramalan tentang dirinya kelak kehilangan kekuasan dengan datangnya generasi baru di era itu. Alhasil, Fir’aun pun mengeluarkan kebijakan membunuh bayi laki-laki yang lahir dan membiarkan yang wanita tetap hidup.

Kondisi kedua pemimpin tersebut mungkin semula hanya  merasa takut tersaingi dan terjangkiti postpower syndrome tapi dalam teropong spiritual hal itu bermula dari rasa iri dan dengki atau dalam khazanah islam dikenal dengan istilah hasad.

Hasad sendiri menurut Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi menjelaskan makna Al Hasad: berharap agar orang lain kehilangan suatu nikmat dan berharap untuk mendapatkan nikmat itu.

Hasad adalah sebuah entitas kehidupan yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah umat manusia sejak diturunkannya nabiullah Adam AS dan istrinya Hawa dari surga.

Kisah Qobil dan Habil juga memberikan kita pelajaran, betapa kedengkian melahirkan kemungkaran yang berujung pada tertutupnya nurani dari cahaya ilahi. Kedengkian juga melanda risalah kenabian yang mengakibatkan bentrokan antara yang hak dan yang bathil. Memecah belah persaudaraan dan melahirkan penindasan. Oleh karena itu hasad mendapatkan perhatian khusus oleh Allah supaya kita lebih mawas diri. Sebagaimana yang termaktub dalam Al-quran surat An-nisa ayat 42.

أَمْ يَحْسُدُونَ ٱلنَّاسَ عَلَىٰ مَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۖ فَقَدْ ءَاتَيْنَآ ءَالَ إِبْرَٰهِيمَ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَءَاتَيْنَٰهُم مُّلْكًا عَظِيمًا

Artinya: Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.

Sedangkan peringatan akan bahaya hasad juga ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadis yang berasal dari Abu Hurairah r.a. berkata: Bersabda Nabi SAW : Waspadalah kamu daripada dengki, karena dengki itu akan memakan semua amal kebaikan sebagaimana api memakan kayu atau rumput. (H.R. Abu Dawud)

Kalau kita renungi lebih dalam lagi, hasad yang mengiringi kehidupan manusia sebenarnya lebih bersumber pada pernak pernik yang bersifat duniawi. Seperti harta, wanita, kedudukan, kemuliaan sosial dan lain sebagainya. Itu semua menjadi pemicu lahirnya sifat hasad dalam kalbu setiap insan baik mereka yang beriman apalagi yang memang notabene membangkang.

Hasad itu adalah urusan kalbu, yang tidak bisa dilihat secara utuh namun bisa berujung membunuh. Allah SWT dalam surat Al-Falaq meyebutkan secara tersirat kerja tersembunyi oknum yang sudah diselimuti sifat fasad. Sehingga kita disunnahkan untuk meminta perlindungan darinya baik pagi maupun petang dengan membaca surat tersebut.

Hasad musuh dalam selimut persyarikatan

Sebagai gerakan agama berbasis kerja nyata, Muhammadiyah  sudah pasti akan mengalami fase naik turun yang disebabkan oleh perubahan struktur organisasi yang menahkodai. Jika para penggerak di dalamnya bisa bersatu padu maka jalannya organisasi bisa sangat kencang dan semakin berkembang. Namun jika ada friksi dalam organisasi maka yang terjadi malah sebaliknya. Persyarikatan tampak pincang, pergerakannya menjadi tertatih-tatih.

Sumber friksi dalam persyarikatan bisa terlihat di ranah Pimpinan, AUM, atau ortom. Yang kalau kita bedah lebih mendalam kasus demi kasus maka ujungnya karena keserakahan entitas dunia semata. Entah itu berupa ketidakpuasan fulan menjabat pimpinan, entah itu karena posisi dambaan di sebuah AUM yang sulit digenggam tangan, atau karena masalah sepele sekalipun seperti merasa kurangnya sikap adil dari sang pemimpin.

Meskipun tampaknya sederhana, jika permasalah tersebut dibiarkan berlarut maka lambat laun akan menggerogoti jalannya organisasi. Ruh musyawarah yang biasanya menjadi jembatan dialog menyenangkan antar anggota menjadi tidak akan hidup, yang ada hanyalah justifikasi dan formalisasi semata.

Misalkan dalam dalam penyelenggaraan sebuah AUM dipegang oleh pimpinan yang keras kepala dan memiliki watak kurang bisa mendengarkan apalagi mengayomi maka gerak organisasi akan dipenuhi oleh umpatan para anggota di bawahnya. Atau sebaliknya, jika pemimpin AUM itu sangat santun tapi karena dirasa tidak adil dan kurang tegas maka akan muncul pula anggota yang dalam hatinya menjadi beringas. Namun demikian penulis berdoa semoga hal tersebut tidak terjadi dalam realita.

Oleh karena itu, bagi mereka yang diamanahi menggerakkan organisasi baik di level pimpinan,AUM, maupun ortom hendaknya rajin bermuhasabah diri. Menakar keikhlasan hati dalam mengabdi bukannya menjadikan organisasi sebagai kendaraan memperkaya diri semata. Tidak ada beritanya mereka yang memegang amanah karena dermawannya menjadi dikhianati, tidak ada pula yang faqih dalam bidang agama disisihkan dari mimbar satu ke mimbar lainnya. Karena kembali lagi unsur duniawilah yang menjadi inang hasad sesungguhnya.

Sebagai penutup perkenankan penulis sedikit bersajak, mengajak jiwa supaya lebih bijak.

Hening yang dulu  membalut tafakur

Membuat kita begitu syahdu sujud syukur

Hening kini disibukkan hati terus bertutur

Menanti kapan sang musuh jatuh tersungkur

Wallahu a’lam bisshowab

MARs,  Banjarnegara 10 April 2025

Tinggalkan Balasan

Back to top button