
Islam adalah agama yang universal. Islam tidak membeda-bedakan suku, bangsa, warna kulit, latar belakang keluarga, status sosial, ekonomi, bahasa, adat istiadat ataupun budaya.
Islam agama yang cinta damai dan menjunjung tinggi perbedaan dan keragaman. Ada adagium yang populer dikalangan orang Islam: “perbedaan adalah rahmat”. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa hakekatnya berbeda itu nikmat. Perbedaan adalah karunia Alloh SWT untuk disyukuri dan di jaga sebagai bagian dari kehidupan itu sendiri.
Manusia diciptakan oleh Alloh SWT melekat dengan kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan dan kekurangan ini dimaksudkan untuk saling melengkapi. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak bisa memenui segala kebutuhan hidupnya tanpa bantuan orang lain. Untuk itu, keragaman berarti untuk saling memenuhi satu sama lain. Dalam berinteraksi sosial, sudah pasti kita akan menghadapi berbagai jenis orang. Baik jenis kelamin, asal daerah, suku, agama, pola pikir, dan lain sebagainya. Menghadapi fenomena seperti ini, sudah seharusnya kita mempunyai wawasan multikultural agar dapat menerima perbedaan dan dapat hidup berdampingan secara damai.
Perlu kita ketahui bahwa Islam mempunyai prisip-prinsip sebagai berikut:
Pertama, Toleran. Agama Islam adalah agama yang damai. Islam tidak pernah memaksakan kejeendak terhadap orang lain yang berbeda keyakinan. Islam memberikan ruang terbuka bagi ummat lain untuk menjalankan agama dan kepercayaanya. Terkait dengan toleransi, Alloh SWT berfirman dalam al qur`an surat al Baqarah ayat 148: “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Kedua, Cinta damai. Pada dasarnya Islam cinta damai. Kendatipun banyak Orientalis yang menyatakan bahwa Islam disebarkan dengan pedang dan darah. Pernyataan itu tidak benar. Dalam ajaran Islam, dakwah adalah wajib hukumnya. Akan tetapi dakwah ada prosedur dan tahapannya sesuai dengan konteks sosial yang dihadapi. Tahap awal dilakukan dengan cara damai dan negosiasi, namun bila mereka tidak mau dan melakukan perlawanan, Islam menuyuruh tegas menghadapi kaum kafir yang menyerang. Jadi, perang konteksnya adalah pembelaan diri. Terkait dengan konsistensi damai, Allah SWT menegaskan dalam al qur`an surat al Mumtahanah ayat 8-9.
Ketiga, Keadilan dan persamaan. Keadilan berlaku bagi semua umat. Baik itu beragama Islam maupun non Islam. Islam tidak berlaku diskriminatif terhadap orang atau golongan tertentu dalam memutuskan perkara. Bagi Islam, kebenaran adalah hal utaman. Kebenaran wajib ditegakkan seadil adilnya tanpa memandang agama, suku ataupun golongan. Selain itu, semua manusia dalam Islam derajatnya sama. Keutamaan dan ketinggian posisi manusia bukan didasarkan pada atribut keduniaan. Namun yang menjadikan seseorang berbeda dengan lainnya adalah karena ketaqwaannya.
Prinsip-prinsip tersebut memberikan penjelasan kepada kita bahwa multikulturalisme merupakan ketentuan Allah SWT yang berlaku sampai kapanpun. Penyeragaman dan pemaksaan terhadap pihak lain untuk menuruti sesuai keinginan golongan tertentu tidaklah mungkin. Hal ini telah disikapi oleh Islam dengan sangat bijak. Dalam Islam, urusan aqidah tidak bisa kompromi, namun dalam urusan sosial, budaya dan urusan lain, Islam memberikan peluang untuk hidup berdampingan secara damai dengan saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Islam adalah agama yang plural. Menurut Ahmad Syafii Ma`arif, sebagaimana dikutip oleh Budhy Munaar Rachman dalam bukunya yang berjudul “Reorintasi Pembaruan Islam: Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme Paradigma Baru Islam Indonesia”, pluralisme merupakan suatu gagasan yang mengakui kemajemukan realitas. Menurutnya, pluralisme mendorong setiap orang untuk menyadari dan mengenal keberagaman disegala bidang kehidupan, seperti agama, sosial, budaya, sistem politik, etnis, tradisi lokal dan lain sebagainya (Rachman, 2010: 556).
Dalam al qur`an surat al Hujurat ayat 13 dijelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Ayat ini dalam pandangan Syafii, bukan sekedar untuk saling mengenal, melainkan secara implisit di sana ada juga himbauan untuk bertukar nilai-nilai peradaban, untuk saling memberi dan menerima keberagaman atau pluralitas.
*) Penulis adalah Ketua Majlis Tabligh PRM Danaraja, Anggota MT PCM Merden, anggota KMM PDM Banjarnegara.