Indonesia Terkena Tarif Resiprokal 32 %, Musibah atau Anugerah?
Oleh : Masyhuda Darussalam, M.Pd, (Alumni Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah)

Seperti diketahui bahwa dalam suasana yang masih terasa fitri ini sebagian kesibukan kembali dari mudik, kemudian kepadatan di arus balik, dan ternyata kepadatan dan keramaian dalam konteks nasional juga diiringi dengan kepadatan dan keramaian dalam konteks internasional.
Banyak dinamika yang sedang marak di perbincangkan terutama terkait dengan kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh pemerintah Amerika di era Presiden Donald Trump saat ini. Tentunya kita tidak akan banyak mengomentari hal-hal yang terkait dengan kebijakan ekonomi masalah di bidang ekonomi karena itu bukan wilayah kepakaran kita ada banyak para pakar di bidangnya yang tentunya pemerintah bahkan mungkin sudah memiliki formula tertentu, memiliki rancangan tertentu yang kita doakan mudah-mudahan Allah SWT memberikan kelancaran kebaikan dan keberkahan dari sekian banyak hal yang disiapkan dan kita juga berkhusnudzan tentu itu akan membawa kebaikan dan pikiran-pikiran baik untuk kita semua.
Terlepas dari itu tentu saja di balik semua dinamika yang kadang-kadang melahirkan banyak drama dan pandangan-pandangan beragam ada yang melihat ini sebagai musibah sudah berpikir tentang ini dampaknya boleh jadi akan terjadi sesuatu yang tidak diharapkan beberapa mungkin akan mendapatkan satu hal yang tidak digambarkan dan memulai PHK, pabrik-pabrik terdampak kemudian penilaian dari nilai ekspor yang mungkin akan menurun dan sebagainya.
Kita ingin mengajak kita semua berpikir yang berbeda karena di setiap peristiwa yang kita alami selalu ada hikmah yang menstimulus potensi-potensi positif yang mungkin bisa kita tampilkan blessing disguise belajar dari sesuatu yang mungkin kita kira ada sesuatu yang kurang tepat kurang baik kurang sesuai ternyata di balik itu mungkin ada celah-celah potensi-potensi positif yang justru bisa meningkatkan kemaslahatan dan kesejahteraan kita jauh lebih baik dari sebelumnya.
Kalau bahasa alquran di al-baqarah ayat 216 :
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَࣖ
Diwajibkan atasmu berperang, padahal itu kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. (Al Baqarah : 216)
Dalam konteks ini ayat turun tentang kewajiban mengikuti bela negara kewajiban ikut dalam aksi militer untuk membela negeri yang kadang-kadang tidak semuanya merasakan nyaman dengan itu. Tapi ada banyak hikmah kebaikan yang kadang-kadang hadir di baliknya. Hukum itu diambil berdasarkan keumumannya bukan sifat khususnya jadi konteks umum dari ayat ini ingin memberikan kesan bahwa kadang-kadang ada peristiwa-peristiwa yang secara zahirnya, kasat matanya kita lihat kita tidak suka ini, tidak ideal.
Menghadapi situasi yang tidak ideal merasa kita enggak nyaman jangan langsung bergejolak dulu walaupun timbul itu biasa tapi kendalikan dulu tetap jernih berpikir. Inilah dahsyatnya Quran dalam situasi ujian terberat pun yang dihadapi tetap menjaga kejernihan berpikir, ketenangan jiwa sehingga setiap keputusan itu bisa diambil dalam kondisi hati yang tenang dalam kondisi pikiran yang jernih dan jiwa yang tenang itu senantiasa melahirkan pikiran-pikiran yang cemerlang dari pikiran itulah muncul ide-ide, muncul kreativitas, muncul inovasi dan seterusnya.
Boleh jadi kata Alquran apa yang tidak kita suka dibalik itu ada kebaikan-kebaikan yang mungkin bisa kita raih dan dibalik yang kita lihat itu ideal mungkin ada yang kurang tepat juga yang kurang sesuai dengan kebutuhan kita, karena Allah tahu tentang masa depan tahu tentang kebutuhan yang terkait dengan aspek yang kita perlukan sedangkan kita berpikirnya hanya mencukupi keinginan saja.
Di titik ini apa yang ingin kita utarakan adalah boleh jadi kebijakan-kebijakan yang dibuat di Negeri Paman Sam dari jauh itu bagi kepentingan di sana mungkin terlihatnya sudut pandang A bila kita melihat dengan sudut pandang yang lain sama-sama berpikir positif karena enggak mungkin kita bisa mengendalikan sistem di tempat lain kita tidak bisa mengatur hukum di tempat lain tapi kita bisa membawa energi itu untuk mengaktifkan potensi yang lainnya.
Mengapa kita tidak berupaya untuk mengajak seluruh lapis negeri kembali mencintai produk-produk dalam negeri mengaktifkan potensi perputaran ekonomi itu untuk karya-karya anak bangsa dan mulai UKM- UKM nya kalau tidak produk yang dibuat oleh orang-orang kita orang-orang Indonesia semuanya kita kumpulkan yang asli dari kita putarkan itu di dalam mencintai produk-produk dalam negeri.
Orang yang tumbuh berkembang di era 90-an tentu sering kali dengar iklan pada masa itu “Cintailah produk dalam negeri” yang selalu punya harapan dan mengajak pikiran positif bahwa di setiap pemimpin itu ada era kebaikan-kebaikannya Bung Karno punya nilai kebaikan-kebaikannya di era Pak Harto ada nilai kebaikan-kebaikannya demikian sampai dengan saat ini. Dulu di era Pak Harto ada iklan yang sering kali menampilkan bahkan presidennya terlibat untuk berbicara tentang ketahanan pangan dalam negeri berbicara tentang mencintai produk-produk dalam negeri berbicara tentang serbuan pasar yang tidak terkendali di masa depan dan sebagainya.
Kita kira, kebijakan-kebijakan di luar tidak melihatnya hanya sekedar keputusan, kebijakan penguatan kembali di dalam. Kalau Amerika punya cerita kenapa kita tidak membawa narasi sendiri untuk kebanggaan bangsa kita. Kenapa kita tidak memulai untuk menulis cerita kita sendiri, di sana menerapkan tarif resiprokal untuk kita 32%. Di sini kita buat cerita dengan tarif itulah kita berterima kasih karena kita ingin aktifkan kembali aktivitas mencintai produk dalam negeri, menghidupkan ekonomi di dalam, sehingga perputarannya akan berlangsung banyak di dalam.
Selanjutnya yang kedua kita kira ini juga Trigger untuk membangun persatuan diantara kita seluruhnya tanpa terkecuali baik yang di pemerintahan, pengelola negeri, pemimpinnya dengan rakyatnya, ini waktunya kita bersatu berpikir untuk keutuhan negeri seutuhnya. Negara yang kita cintai ini, kita kira ini jeda, ini transisi yang sangat baik, supaya semua pertengkaran-pertengkaran pikiran dalam dunia politik kita bisa simpan itu dan kita arahkan energinya kepada energi yang sama untuk mencintai negeri kita, menjaga negeri kita, membangkitkan kembali kekuatan ekonomi dalam negeri kita, kalau boleh diistilahkan saatnya membangkitkan ekonomi kerakyatan kita dari rakyat untuk rakyat dan persatuan antara pemerintah dengan rakyatnya memikirkan betul.
Oleh karena itu, kita harapkan mesti ada harmoni yang baik di lingkungan politik baik itu dari legislatif dengan konstruksi dan formulasi kepartaiannya. Sudah saatnya menepikan kepentingan-kepentingan parsial, menghilangkan praktek politik industri.
Kita kira ini sangat dipahami walaupun bahasa kita sangat tajam di sini kalau dijadikan politik itu sebagai industri harus ada modal harus dikembalikan dan sebagainya maka tidak akan pernah kita berpikir untuk kemajuan dan kekuatan serta keutuhan bangsa.
Kita kira semua para pejabat yang sudah berada di level-level yang tinggi yang cukup baik kita kira hartanya sudah lebih daripada cukup, kedudukan sudah tinggi, kehormatan sudah diraih, dipanggil yang terhormat, yang kami hormati, dan sebagainya. Lebih daripada cukup tinggal yang belum, amal salehnya, kebaikan-kebaikannya, ekspresi kecintaan pada negerinya itu yang akan jadi legasi yang ditinggalkan untuk pulang saat kita kembali kepada Allah SWT.
Demikian para pengamat dan sebagainya, alangkah kita merasa indah dan nyaman kalau semua pendapat-pendapat ilmiahnya ketajaman-ketajaman nalar kritiknya sekarang kita arahkan dengan satu energi yang sama untuk membangun bangsa memberikan masukan yang positif, membiasakan diskusi dengan argumentasi yang baik, yang tidak harus diisi dengan permusuhan perpecahan apalagi kebencian.
Kita sangat punya keyakinan yang kuat bahwa semuanya ingin Indonesia ini maju ingin kuat dan sebagainya. Semangat itulah kita kira mungkin yang bisa menyatukan kita semua. Saatnya sekarang kita bikin peta kalau perlu bikin gerakan glokalisasi, kalau dulu ada globalisasi. . Glokalisasi yang lokalnya ini kita majukan yang lokal-lokal ini, produk daerah ini, produk daerah B, daerah C, ayo kita gemakan semuanya ikut aktif. Contohnya kalau mebel kesulitan di ekspor keluar dengan batas tertentu, ayo putarkan di dalam di pemerintahan-pemerintahan. Kita pakai mebel lokal , pakai kursi dari lokal, pakai produk-produk lokal, kemudian putarkan, viralkan itu semua kalau ini ada gerakan di dalam untuk itu kita tidak harus membalas kebijakan. Karena kita menghormati Amerika punya kebijakan, tapi dengan penghormatan ini kita jadikan sebuah kreasi, energi positif, untuk membangkitkan ekonomi kerakyatan di dalam.
Kemudian yang kedua kita tekankan dalam persatuan.
Persatuan yang sangat penting. Kita harus punya kesadaran yang kuat bahwa negara-negara lain sudah berpikir jauh, ekspansinya sudah keluar, mereka sudah kebijakan bukan di dalam lagi, tapi sudah membuat narasi untuk mengangkat isu-isu di dalamnya sehingga punya kekuatan mengembalikan kembali kepercayaan diri, Amerika punya slogan bikin ceritanya sendiri. Bahkan membuat kebijakan “Hari untuk mereka kembali” bisa merasakan kebebasan, kemerdekaan, itu merupakan cerita ke dalam .
Kita ini makhluk yang selalu lekat dengan cerita. Jadi semuanya punya narasinya sendiri saatnya kita bangun narasi kita tulis cerita lagi, kita deskripsikan bagaimana kebesaran Indonesia yang harus kita bangun menuju generasi emas ke depan 20 tahun yang kita harapkan itu.
Kemudian yang terakhir barangkali kita punya keyakinan juga pemerintah sudah lakukan kajian terhadap opsi-opsi ini tapi tidak juga keliru kalau mungkin dan tidak ada salahnya kalau mungkin juga kita mengusulkan untuk memperkuat dari 9 langkah yang pernah dipublikasikan dari Bank Indonesia 1 sampai 9 dan ada di nomor 9 itu kalau kita tidak keliru juga ada pertemuan di tingkat ASEAN dan seterusnya. Kita kira akan jadi bagus kalau ada alih konsentrasi untuk penguatan kemitraan di wilayah ASEAN. Jadi bukan sekedar nama tapi betul-betul optimalisasi dalam bidang kerjasama itu khususnya di bidang ekonomi. Kalau sulit kendala di luar mau ke Eropa ke Amerika kenapa kita tidak bekerja sama di lingkup masyarakat serumpun di ASEAN.
Produk produk kita bisa kita kerja samakan baik itu yang di Malaysia, di Brunei, di Filipina, kemudian di Thailand, di Vietnam dan sebagainya, kita bisa tukar produk di lingkungan itu kalau tidak bisa keluar sana kenapa tidak kita maksimalkan di dalam.
Tapi itu tentunya usulan dari kita, wilayah yang punya otoritaskan di pemerintahan dan sebagainya. Ini hanya kontribusi, kontribusi yang kita pikir sebagai wujud kecintaan kita pada bangsa ini, bila itu ada baiknya Alhamdulillah menjadi diterima bila ada yang tidak sesuai diabaikan saja mungkin sudah ada formulasi yang lain dan sebagainya. Tapi lebih dari itu, sesungguhnya kita ingin mengajak,mari kita jaga negeri ini dicintai dengan kita ini Allah telah mengamanahkan untuk kita satu negara yang indah dengan keindahan alamnya, dengan kelembutan orang-orang yang kita tidak ingin kehilangan karakter, maka saling bersatu, mencintai menjaga negeri ini dengan posisi apapun yang Allah titipkan kepada kita itu hanya amanah saja.
Pada akhirnya kita akan tinggalkan bila bukan kita meninggalkan negeri ini lebih dulu boleh jadi dunia ini meninggalkan kita pun untuk selamanya. Mudah-mudahan kita selalu lekat dengan kecintaan untuk memelihara negeri kita tercinta ini atas dasar ibadah kita kepada Allah SWT karena saat proklamasi diperdengarkan undang undang pembukaannya ditampilkan lalu lengkap dengan “Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur” kita memiliki keinginan luhur tapi keinginan itu kita selalu hadirkan dalam naungan berkat dan rahmat Allah cintai negeri kita menjaga selalu dan niatkan untuk ibadah.
(Masyhuda Darussalam,S.Pd,M.Pd : 1558269, Alumni Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah)