Artikel

Menggapai Kemuliaan Hidup

Oleh : (Mutiantun, S.Pd.I , Alumni Sekolah Tabligh PWM Jateng di UMKABA)

Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya dan memohon pertolongan-Nya serta memohon ampunan-Nya dan memohon petunjuk dari-Nya, dan kami berlindung kepada Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, kami memohon pertolongan-Nya, kami mohon ampun kepada-Nya, kami memohon petunjuk kepada-Nya, dan kami berlindung kepada Allah dari keburukan diri kami dan dari keburukan amal kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada seorang pun yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka tidak ada petunjuk baginya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, berkahilah dan berkahi junjungan kami Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti petunjuknya hingga hari kiamat.

Pada suatu hari, Raja Iskandar Zulkarnain bersama tiga orang pelayannya dalam satu perjalanan merentasi sebuah kawasan asing. Mereka sampai di sebuah sungai yang airnya jernih mengalir deras. Di dasar sungai itu, terdapat batu-batu kecil yang bersinar, berkilau-kilau seperti permata. Ketika mereka hendak menyeberangi sungai, Raja Iskandar berhenti sejenak dan berkata kepada pelayannya: “Ambillah batu-batu di sungai ini dan simpanlah dalam karung masing-masing. Tetapi ingat, kamu akan menyesal terhadap pilihanmu terhadap yang  kamu ambil, atau tidak mengambilnya.” Ketigaa pelayan itu keheranan, tetapi mereka menurut terhadap perintah sang raja.

Pelayan pertama berfikir, “Apa gunanya ambil batu? Ia hanya memberatkan beban. Raja pasti menguji kami sahaja.” Lalu dia tidak mengambil apa-apa. Pelayan kedua ragu-ragu. Dia hanya mengambil beberapa buah saja sekadar untuk  berjaga-jaga. Pelayan ketiga  berfikir dalam-dalam. “Kalau raja berkata akan menyesal, tentu batu ini bukan sebarang batu.” Lalu dia mengambil sebanyak mungkin, memenuhi karungnya walaupun berat. Setelah menyeberangi sungai, mereka berhenti untuk beristirahat. Tiba-tiba, cahaya dari dalam karung mereka bersinar terang. Pada saat karung-karung itu dibuka,ternyata batu-batu itu adalah batu permata yang sangat berharga! Pelayan pertama menyesal karena tidak mengambil apa-apa, pelayan kedua menyesal karena hanya mengambil sedikit sedangkan pelayan ketiga gembira karena membawa sebanyak mungkin, walaupun karungnya berat sepanjang perjalanan.

Pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini antara lain yaitu kita akan menyesal jika tidak mengambil peluang yang datang atau mengambilnya hanya sambil lalu saja. Dalam hidup, tidak semua yang berharga nampak berharga pada awalnya. Kebijaksanaan adalah melihat nilai tersembunyi, bukan hanya apa yang ada di depan mata saja. Nasehat orang bijak (seperti Raja Iskandar) sering mengandungi makna mendalam, namun  hanya orang yang berfikir saja yang akan dapat memahaminya. Demikian juga dalam kehidupan sehari-hari kita menginginkan kebahagian hidup, namun terkadang kita belum memahami apa sebenarnya kebahagiaan hidup itu dan bagaimana cara menggapainya.

Dalam Islam, kebahagiaan hidup atau sa‘ādah bukan hanya bermaksud kegembiraan sementara atau kenikmatan duniawi, tetapi merupakan keseimbangan antara kebahagiaan dunia dan akhirat. Ia mencakup ketenangan hati, keberkatan hidup, dan hubungan yang baik dengan Allah dan sesama manusia. Kebahagiaan hidup dalam Islam ialah keadaan jiwa yang tenteram, hati yang bersyukur, hidup yang diberkati, dan harapan yang kuat terhadap rahmat Allah baik di dunia mahupun di akhirat. Ciri-ciri kebahagiaan hidup menurut Islam meliputi Ketenangan hati / sakinah  (QS. ar-Ra‘d, 13:28), Kehidupan yang baik/ hayātan ṭayyibah (QS. an-Nahl, 16:97), bersyukur atas segala nikmat dan ridha dengan ketentuan Allah,  hubungan yang baik dengan Allah / taqwa (QS. at-Talaq, 65:2–3), amal shaleh dan akhlak mulia – kebahagiaan  datang saat bisa  memberi bukan hanya dengan menerima karena berbuat baik kepada orang lain memberi ketenangan jiwa.

Islam tidak melarang untuk menikmati kehidupan di dunia namun  harus berusaha seimbang antara dunia dan akhirat sebagaimana doa yang diajarkan dalam Al-Quran surat al-Baqarah, 2:201:”Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari azab neraka.”  Dalam Islam, kebahagiaan bukan hanya soal harta, kejayaan, atau kemasyhuran, tetapi juga berkaitkan dengan hubungan hati dengan Allah, kehidupan yang bermakna dan penuh berkat, rasa cukup (qana‘ah), syukur, dan ridha serta harapan terhadap ganjaran akhirat. Bisa saja seseorang yang hidup sederhana beriman, bersyukur, dan merasa cukup dengan disertai iman lebih bahagia daripada mereka yang kaya tetapi hatinya selalu gelisah.

Kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang menjadi dambaan setiap muslim akan dapat digapai dengan beberapa hal yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Ketiga hal yang dimaksud adalah ilmu, amal dan akhlak setelah iman yang menjadi dasarnya. Dalam Islam, ilmu, amal dan akhlak adalah tiga elemen penting yang saling berkait dan berperanan besar dalam menggapai kebahagiaan hidup, bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Adapun fungsi dari ketiga hal tersebut secara ringkas dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini.

Ilmu (Pengetahuan)

Ilmu adalah cahaya yang membimbing manusia mengenal Allah, tujuan hidup, dan jalan kebaikan. Ilmu dapat berfungsi untuk menjadi panduan hidup sehungga dapat membedakan sesuatu yang benar dan salah. Ilmu dapat mendorong kita untuk berfikir dan bertindak dengan bijak. Ilmu agama akan mendekatkan diri kita kepada Allah sedang  ilmu dunia membantu kita menjalani kehidupan dengan lebih baik. Sebaliknya tanpa ilmu apa yang kita kerjakan dapat tersesat karena ilmu memastikan amal dilakukan dengan niat dan cara yang benar sesuai tuntunannya. Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya menjelaskan kepada kita“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan memberikan kepadanya kefahaman dalam agama.” (HR. Bukhari & Muslim)

2.  Amal Shalih (perbuatan baik) dengan niat yang benar

Amal shalih adalah perbuatan baik yang dilakukan dengan niat yang ikhlas kerana Allah dan mengikut syariat Islam. Amal shalih dalam agama Islam memiliki fungsi sebagai jalan menuju ridha Allah, menenangkan hati, memperkuat iman, dan menjauhkan daripada kesempitan jiwa, menjadi bukti keimanan dan kunci ganjaran akhirat. Amal yang ikhlas memberi kepuasan batin dan membina masyarakat yang harmoni. Berkaitan dengan amal shalih ini ada beberapa ayat al-Qur`an yang menjelaskannya. Antara lain dalam surat al-Baqarah, 2:82 yang artinya “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal soleh, mereka itu penghuni syurga, kekal di dalamnya.” dan surat an-Nahl, 16:97 yang artinya “Barang siapa yang mengerjakan amal sholeh, baik lelaki mahupun perempuan, sedang dia beriman, maka pasti Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik…”

 

3. Akhlak (perangai mulia)

Akhlak yang mulia adalah cerminan iman yang sejati. Rasulullah SAW sendiri diutus untuk menyempurnakan akhlak sebagaiana sabdanya“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”  (HR. Ahmad). akhlak yang mulia dapat berfungsi untuk menciptakan hubungan yang harmoni dengan manusia lain, membentuk keperibadian mulia yang disenangi oleh Allah dan manusia, serta menghindarkan konflik dan kebencian, membawa kepada ketenangan sosial dan jiwa.

Untuk mencapai kebahagiaan hidup yang sebenarnya,  kita tidak bisa memisahkan antara yang satu dengan yang lain namun harus menggabungkan ketiganya. Ada ungkapan  Ilmu tanpa amal adalah sia-sia. Amal tanpa akhlak akan  keras. Akhlak tanpa ilmu dapat  tersesat. Tapi jika digabungkan, ketiga-tiganya adalah jalan menuju kebahagiaan hakiki. Ilmu  berfungsi sebagai penunjuk jalan sehingga hidup menjadi terarah. Amal perupakan wujud nyata dari ilmu sehingga akan mendapatkan balasan dari Allah. Sedangkan  dengan akhak orang yang berilmu dan beramal menjadi terhiaskan dirinya sehingga menjadi dihormati dan dicintai oleh semua makhluk-Nya serta mendaptkan rahmat dan ridla-Nya. Untuk melengkapi uraian ini perlu kami samapikan sebuah cerita yang menunjukkan bahwa antara ilmu, amal dan akhlak tidak bisa dipisahkan atau dipertentangkan.

Pada zaman dahulu, di dalam sebuah hutan rimba yang subur, tinggal seekor kera yang sangat tangkas, tetapi sombong dan degil. Dia sering memanjat pokok tertinggi dan berteriak kepada haiwan-haiwan lain: “Lihat aku! Kera paling hebat! Tak ada angin pun boleh menjatuhkan aku!” Hari-hari berlalu, dan angin sepoi-sepoi yang lembut bertiup menyapa dedaunan. Angin itu menasihati kera: “Wahai kera, berhati-hatilah. Jangan terlalu bangga. Angin ribut akan datang. Turunlah ke bawah.” Tetapi si kera ketawa sinis. : “Sepoi-sepoi? Hahaha! Angin selembut kamu mahu menasihati aku? Aku tak takut pada apa pun!” Angin sepoi pun berundur dengan sedih, karena dia tahu, nasihat hanya berkesan pada hati yang mau mendengar. Beberapa hari kemudian, awan gelap menyelubungi langit, dan datanglah angin ribut yang mengaum dari kejauhan. Dahan-dahan bergoyang kuat, ranting-ranting menunduk, dan seluruh hutan menjadi kacau-balau. Si kera masih berada di atas pohon tinggi, cuba berpegang sekuat mungkin. Tetapi angin ribut terlalu kuat. Dahan tempatnya berpaut patah, dan kera itu terpelanting jatuh ke tanah. Kakinya tercedera.

Dalam keadaan lemah, kera teringat kata-kata angin sepoi. “Kalaulah aku dengar nasihat itu dulu…”  Ketika  angin ribut berlalu, angin sepoi datang kembali. Dia meniup lembut daun-daun dan menyapu luka kera dengan angin tenangnya. “Kadang-kadang, yang lembut lebih kuat dari yang kasar karena yang lembut membawa nasihat, dan yang kasar membawa musibah,” bisik angin sepoi.

“Ya Allah, hamba mohon kepada-Mu diberikan iman yang sempurna, ilmu yang bermanfaat, amal yang shalih, dan akhlak yang mulia. Dan jadikanlah kami termasuk dalam kalangan orang yang bahagia di dunia dan di akhirat.” amin 

Mutiatun, S.Pd.I (Alumni Sekolah Tabligh PWM Jateng IV UMKABA)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Check Also
Close
Back to top button