Artikel

Hilangnya Penghormatan Sebagian Warga Masyarakat ditengah Puasa Ramadhan

Oleh : Galuh Andi Luxmana, M.Pd.I ( Majelis Tabligh PWM Jateng)

Bulan suci Ramadhann yang penuh berkah, seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan ketakwaan dan mempererat tali persaudaraan. Namun, keresahan muncul ketika kita menyaksikan fenomena fulgarnya orang makan dimuka umum disaat muslim lainnya sedang berpuasa.

Dahulu, orang tidak puasa akan sangat malu jika ketahuan oleh keluarga, teman bahkan warga sehingga mereka sembunyi-sembunyi jika akan makan. mereka malu dan segan menghiasi wajah mereka yang terpaksa membatalkan puasa. Namun kini, seolah tak ada lagi rasa hormat sebagian orang yang tidak puasa terhadap mereka yang sedang menjalankan puasa.

Sebagai negara yang memegang erat adab ketimuran hal ini jelas telah menyalahi norma yang sudha lama dibangun warga masyarakat indonesia khususnya di lingkungan muslim.
Perubahan Nilai dan Norma Sosial
Fenomena ini mencerminkan adanya pergeseran nilai dan norma sosial di masyarakat. Dulu, puasa adalah simbol kesalehan dan solidaritas. Namun Kini, individualisme dan kebebasan berekspresi seolah menjadi tameng untuk membenarkan tindakan yang kurang pantas.

Dalam teori sosiologi, fenomena ini dapat dijelaskan melalui konsep anomie (Durkheim) atau normlessness. Masyarakat mengalami kekosongan nilai dan norma, sehingga individu merasa bebas untuk bertindak tanpa mempedulikan aturan yang berlaku.

Selain itu, teori social learning (Bandura) juga relevan. Generasi muda belajar dari apa yang mereka lihat dan alami. Ketika mereka menyaksikan orang dewasa makan di muka umum saat Ramadhan, mereka menganggap hal itu sebagai sesuatu yang wajar.

Dari beberapa penjelasan teori tersebut kita bisa membayangkan dampak sosial apa kedepan yang akan terbangun di masyarakat kita, bagaimana budaya berjiwa lemah sedangkan kebanyakan mereka yang membatalkan puasa adalah orang orang dengan keadaan sehat tanpa pengecualian sakit, musafir atau pekerja berat.

Islam mewajibkan bagi setiap hambanya yang bersyahadat untuk melaksanakan puasa dibulan ramadhan dan memberi keringanan kepada siapa saja yang berhalangan seeprti wanita yang haid, nifas, hamil, melahirkan, sakit, musafir, pekerja berat sebgaaimna disampaikan Allah SWT dalam Surat Al baqoroh : 184

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
QS. Al-Baqarah[2]:184

Tanggung Jawab Bersama
Sikap acuh tak acuh masyarakat dengan dalih “itu urusan dia dengan Allah” adalah kekeliruan. Membiarkan kemungkaran berarti membiarkan kerusakan moral terus berlanjut.

Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)

Ayat Al-Quran
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surah Ali Imran ayat 104:

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Ayat ini menegaskan bahwa amar makruf nahi mungkar adalah kewajiban setiap muslim.
Maka hendaknya kita perlu mengembalikan iklim sosial masyarakat ini menjadi baik kembali dengan hal-hal yang dapat kita lakukan sebagai berikut

1. Edukasi dan Kesadaran: Meningkatkan pemahaman tentang pentingnya menghormati bulan Ramadhan dan mereka yang berpuasa.
2. Keteladanan: Orang tua, tokoh masyarakat, dan figur publik harus memberikan contoh yang baik.
3. Teguran yang Bijak: Mengingatkan dengan cara yang santun dan penuh kasih sayang.
4. Peran Aktif Masyarakat: Membangun kesadaran kolektif untuk menjaga kesucian Ramadhan.

Referensi:
– al Quran
– Hadits Bukhori Muslim
– Durkheim, É. (1951). Suicide: A study in sociology. New York: Free Press.
– Bandura, A. (1977). Social learning theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button