Artikel

Keunikan Puasa

Oleh : Mutiatun S.Pd.I ((Alumni Sekolah Tabligh PWM Jateng di UMKABA)

Al Kisah ada salah satu anggota keluarga yang ketika makan sahur bersama dengan menu nasi dan lauk tempe, namun karena suatu hal di siang hari ia muntah dan yang keluar sungguh unik dan ajaib, apakah itu? Ternyata yang dikeluarkan adalah ikan lele. Orang tersebut dengan pedenya mengatakan inilah kehebatan puasa” makan tempe muntah lele. Fakta yang terjadi orang tersebut setelah makan sahur bersama keluarga, di siang harri ia bersama dengan komunitasnya makan di warung dengan lauk lele. Warung makan yang buka saat bulan Ramadan sering jadi perbincangan, terutama soal etika dan toleransi. Beberapa hal yang bisa dipertimbangkan meliputi beberapa hal yakni perspektif  keagamaan, perspektif sosial & toleransi dan aturan di beberapa daerah.

Dalam perspektif  keagamaan, Islam mengajarkan untuk menghormati orang yang berpuasa, tapi juga tidak memaksa semua orang untuk berpuasa. Dalam banyak komunitas, ada orang yang tidak berpuasa karena alasan tertentu (musafir, sakit, non-Muslim, dan lain lain). Dalam  perspektif sosial & toleransi warung makan yang buka di siang hari biasanya tetap beroperasi dengan cara yang lebih “sopan,” seperti menutup tirai atau memasang sekat. Hal ini sebagai bentuk menghormati mereka yang berpuasa, tapi tetap melayani yang membutuhkan. Namun demikian ada beberapa daerah menerapkan aturan khusus, seperti warung boleh buka tetapi dengan pembatasan tertentu. Ada juga yang memberi kebebasan penuh, selama tidak mengganggu ketertiban. Pada akhirnya, yang penting adalah saling menghormati. Orang yang berpuasa tetap bisa menjaga niat dan keikhlasannya, sementara yang tidak berpuasa juga bisa menjaga etika agar tidak mencolok.

Puasa adalah ibadah yang sangat istimewa karena langsung menjadi urusan antara hamba dan Allah. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman:

Setiap amal anak Adam adalah untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Puasa melatih keikhlasan, karena tidak ada yang benar-benar tahu apakah seseorang berpuasa kecuali dirinya sendiri dan Allah. Tidak seperti ibadah lain yang terlihat oleh orang lain, puasa lebih bersifat tersembunyi dan sangat mengandalkan ketakwaan serta niat yang tulus.

Bulan Ramadan yang penuh dengan keutaman tidaka dapat dinikmati oleh semua orang Rasulullah ﷺ mengabarkan kepada kita dalam haditsnya yang artinya: “Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi dia tidak mendapatkan dari puasanya itu kecuali rasa lapar, dan betapa banyak orang yang shalat malam, tetapi dia tidak mendapatkan dari shalatnya itu kecuali hanya begadang.” (HR. Ibnu Majah No. 1690, Ahmad No. 8693)

Hadits ini mengingatkan bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga harus disertai dengan keikhlasan (berpuasa karena Allah, bukan sekadar formalitas), menjaga akhlak (menahan diri dari perkataan dan perbuatan buruk), meningkatkan ibadah (memanfaatkan Ramadan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah). Jadi, kalau ada yang berpuasa tapi masih suka berbohong, ghibah, atau berbuat maksiat, puasanya bisa jadi sia-sia di sisi Allah.

Dalam hadits yang lain Rasulullah ﷺ bersabda: “Betapa banyak orang yang shalat malam, tetapi dia tidak mendapatkan dari shalatnya itu kecuali hanya begadang.” (HR. Ibnu Majah No. 1690, Ahmad No. 8693). Hadits ini mengingatkan bahwa shalat malam (termasuk tarawih) harus dilakukan dengan khusyuk, bukan hanya menggugurkan kewajiban. Jangan hanya mengejar jumlah rakaat, tapi mengabaikan kualitas, seperti asal cepat selesai tanpa memahami maknanya. Harus disertai dengan keikhlasan dan kekhusyukan, agar mendapatkan pahala dan keberkahan.

Jadi, kalau ada yang shalat tarawih tapi niatnya hanya ikut-ikutan, terburu-buru, atau malah sibuk ngobrol dan main HP, bisa jadi hanya dapat capek dan ngantuk tanpa pahala yang maksimal.

Tujuan berpuasa adalah untuk menggapai rahmat dan ridha Allah SWT. Adapun ketika mendapatkan manfaat lain seperti sehat, hemat dan lain-lain itu hanyalah bonus. Berkaitan dengan kesehatan dan puasa ada Hadits yang sering dikutip  yakni

صُومُوا تَصِحُّوا

Artinya: “Berpuasalah, maka kamu akan sehat.”

Hadits ini sering disebut dalam berbagai kajian, tetapi para ulama hadits seperti Al-Iraqi dan As-Suyuthi menilai bahwa hadits ini lemah (dhaif) atau bahkan tidak memiliki sanad yang kuat. Meskipun statusnya lemah, makna hadits ini sejalan dengan berbagai penelitian ilmiah yang membuktikan manfaat puasa bagi kesehatan, seperti: detoksifikasi tubuh (puasa membantu membersihkan racun dalam tubuh, mengistirahatkan sistem pencernaan (memberi waktu pemulihan bagi organ pencernaan, mengontrol gula darah dan berat badan (puasa membantu metabolisme tubuh lebih stabil. Jadi, walaupun hadits ini lemah, manfaat kesehatan dari puasa tetap bisa dirasakan.

Ada sebuah kisah menarik tentang seorang tabib (dokter) yang dikirim kepada Nabi Muhammad ﷺ, tetapi akhirnya “menganggur” karena hampir tidak ada yang sakit di Madinah.

Diceritakan bahwa Raja Persia (Kisra) pernah mengirim seorang tabib ke Madinah untuk melayani kesehatan Nabi Muhammad ﷺ dan penduduknya. Tabib ini siap memberikan pengobatan bagi mereka yang sakit. Namun, setelah tinggal cukup lama di Madinah, sang tabib merasa heran karena hampir tidak ada yang datang untuk berobat.

Akhirnya, dia bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ tentang rahasia kesehatan mereka. Lalu, Nabi ﷺ menjelaskan bahwa umat Islam memiliki pola makan yang sehat dan sederhana, serta mengikuti prinsip tidak makan berlebihan. Nabi ﷺ bersabda: “Kami adalah kaum yang tidak makan sebelum lapar, dan jika makan, tidak sampai kekenyangan.” (HR. Ibnu Majah, No. 3349)

Hikmah yang dapay diambila dari kisah ini antara lain bahwa menjaga pola makan (tidak berlebihan dalam makan membantu menjaga kesehatan), puasa sebagai pola hidup sehat (dengan puasa, tubuh mendapatkan waktu untuk memulihkan diri), gaya hidup sederhana (pola hidup Rasulullah ﷺ yang sederhana dan disiplin berdampak pada kesehatan masyarakat Madinah.)

Gegap gempita menyambut Ramadhan tidak cukup dengan ungkapan Marhabn Yaa Ramadhan  ataupun acara tutupan berbalut kalimat Akhirussanah yang diikuti oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Namun, menyambut bulan Ramadan membutuhkan persiapan yang matang sehingga ibadah lebih lancar dan khusyuk. Berikut beberapa hal yang bisa dipersiapkan antara lain:

Persiapan spiritual dengan memperbanyak ibadah (mulai meningkatkan shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, dan berdzikir. Melatih puasa sunnah  (puasa Senin-Kamis atau Ayyamul Bidh untuk membiasakan tubuh). memperbanyak doa dan muhasabah (berdoa agar diberi kesempatan menjalani Ramadan dengan baik). Mempelajari ilmu fiqih Ramadan (memahami tata cara puasa, zakat, dan ibadah lainnya.

Persiapan mental dan fisik seperti menjaga kesehatan (konsumsi makanan bergizi, cukup tidur, dan olahraga ringan). Menyesuaikan pola tidur (membiasakan bangun lebih pagi untuk sahur agar tubuh tidak kaget). Mengurangi kebiasaan buruk (mengurangi konsumsi kafein, merokok, atau kebiasaan begadang).

Persiapan keuangan dan sosial seperti menyiapkan dana zakat dan sedekah (hitung dan sisihkan dana untuk zakat fitrah dan zakat maal). Menyusun anggaran Ramadan dengan menghindari belanja berlebihan, fokus pada kebutuhan pokok. Menjalin silaturahmi (minta maaf dan berdamai dengan orang-orang sekitar sebelum Ramadan).

Persiapan rumah dan lingkungan dengan membersihkan rumah sehingga suasana nyaman untuk beribadah. Menyiapkan perlengkapan ibadah (mukena, sajadah, Al-Qur’an, dan tasbih dalam kondisi baik). Mengatur menu sahur dan berbuka  dengan daftar menu sehat agar tidak bingung saat Ramadan tiba. Dengan persiapan yang baik, Ramadan bisa dijalani dengan lebih tenang dan penuh berkah.

Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadan.”

“Ya Allah, sampaikanlah aku pada Ramadan, selamatkan Ramadan untukku, dan terimalah amalku di bulan Ramadan.” Aamiin.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button