Artikel

Pengasuhan Anak di Bulan Ramadhan berdasar ilmu Neuroparenting

Oleh : Gigih Setianto, M.Pd.I (Sekretaris MT PWM Jateng, Biro PSI AIK UMPP)

Pengasuhan Anak di Bulan Ramadhan berdasar ilmu Neuroparenting

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan dari Allah SWT. Bagi umat Islam, bulan ini menjadi momentum untuk meningkatkan ketakwaan dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Namun, Ramadhan tidak hanya menjadi kesempatan bagi orang dewasa untuk beribadah, melainkan juga menjadi momen penting dalam pengasuhan anak. Dalam perspektif Islam, pengasuhan anak di bulan Ramadhan haruslah dilakukan dengan penuh kesadaran dan kasih sayang.

1. Pentingnya Pengasuhan Anak dalam Islam

Al-Quran dan Hadits menekankan pentingnya pengasuhan anak yang baik dan bertanggung jawab. Allah SWT berfirman dalam Surah At-Tahrim ayat 6:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”(QS. At-Tahrim: 6)

Ayat ini menunjukkan bahwa orang tua memiliki tanggung jawab besar untuk membimbing anak-anak mereka agar terhindar dari siksa neraka. Pengasuhan anak bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga membentuk karakter, akhlak, dan keimanan mereka.

Rasulullah SAW juga menegaskan pentingnya pendidikan anak dalam sebuah hadits:”Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini mengingatkan kita bahwa orang tua memiliki peran sentral dalam membentuk identitas keagamaan dan moral anak. Oleh karena itu, bulan Ramadhan menjadi waktu yang tepat untuk memperkuat fondasi keimanan dan akhlak anak.

2. Mengajarkan Nilai-Nilai Ramadhan kepada Anak

Bulan Ramadhan adalah waktu yang ideal untuk mengajarkan nilai-nilai Islam kepada anak. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan:

a. Mengajak Anak Berpuasa
Puasa adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang sudah baligh. Namun, anak-anak yang belum mencapai usia baligh juga dapat diajarkan untuk berpuasa sebagai bentuk latihan.

Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila seorang anak telah mencapai usia tujuh tahun, perintahkanlah ia untuk shalat, dan apabila telah mencapai usia sepuluh tahun, pukullah ia jika meninggalkannya.”(HR. Abu Dawud)

Meskipun hadits ini berbicara tentang shalat, prinsipnya dapat diterapkan pada puasa. Orang tua dapat mengajak anak untuk berpuasa setengah hari atau puasa penuh sesuai dengan kemampuan mereka. Hal ini tidak hanya melatih fisik, tetapi juga mengajarkan disiplin, kesabaran, dan empati.

b. Mengajarkan Makna Ibadah
Selain puasa, orang tua juga dapat mengajarkan makna ibadah lainnya seperti shalat tarawih, membaca Al-Quran, dan bersedekah. Anak-anak perlu memahami bahwa ibadah bukan hanya ritual, tetapi juga sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 183:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Orang tua dapat menjelaskan bahwa puasa dan ibadah lainnya bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan, yaitu kesadaran akan keberadaan Allah SWT dalam setiap aspek kehidupan.

c. Menanamkan Nilai Empati dan Kepedulian Sosial
Bulan Ramadhan juga menjadi waktu yang tepat untuk menanamkan nilai empati dan kepedulian sosial kepada anak. Melalui puasa, anak dapat merasakan bagaimana rasanya lapar dan haus, sehingga mereka lebih peka terhadap penderitaan orang lain.

Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun.”(HR. Tirmidzi)

Orang tua dapat mengajak anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial seperti membagikan takjil atau sedekah kepada yang membutuhkan. Hal ini akan membantu anak memahami pentingnya berbagi dan peduli terhadap sesama.

3. Ilmu Neuroparenting dalam Pengasuhan Anak di Bulan Ramadhan
Ilmu neuroparenting adalah pendekatan pengasuhan yang menggabungkan pemahaman tentang perkembangan otak anak dengan praktik pengasuhan yang efektif. Dalam konteks Ramadhan, ilmu ini dapat membantu orang tua memahami bagaimana ibadah dan nilai-nilai Ramadhan dapat memengaruhi perkembangan otak dan karakter anak.

a. Membangun Kebiasaan Positif
Otak anak memiliki plastisitas, yaitu kemampuan untuk berubah dan berkembang berdasarkan pengalaman dan lingkungan. Bulan Ramadhan dapat menjadi waktu yang tepat untuk membangun kebiasaan positif seperti disiplin, kesabaran, dan empati.
Dengan mengajak anak berpuasa, shalat tarawih, dan membaca Al-Quran secara konsisten, orang tua membantu membentuk jalur saraf yang mendukung kebiasaan baik tersebut. Kebiasaan ini tidak hanya bermanfaat selama Ramadhan, tetapi juga dapat terbawa hingga dewasa.

b. Menciptakan Lingkungan yang Mendukung
Lingkungan memainkan peran penting dalam perkembangan otak anak. Orang tua dapat menciptakan lingkungan yang mendukung dengan menyediakan suasana Ramadhan yang khusyuk dan penuh keberkahan di rumah. Misalnya, dengan menghidupkan malam-malam Ramadhan melalui tadarus Al-Quran, shalat berjamaah, dan diskusi keislaman.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Ahzab ayat 21:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Orang tua dapat menjadi teladan bagi anak dengan menunjukkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Ramadhan. Anak akan cenderung meniru apa yang mereka lihat dan alami di lingkungan rumah.

c. Mengelola Emosi Anak
Puasa dapat menjadi tantangan bagi anak, terutama dalam mengelola emosi seperti rasa lapar, lelah, dan marah. Ilmu neuroparenting mengajarkan bahwa orang tua perlu membantu anak mengembangkan regulasi emosi, yaitu kemampuan untuk mengelola dan mengekspresikan emosi dengan cara yang sehat.
Orang tua dapat membantu anak dengan memberikan dukungan emosional, mengajarkan teknik relaksasi, dan memberikan apresiasi atas usaha mereka. Hal ini akan membantu anak merasa dihargai dan termotivasi untuk terus berusaha.

4. Menjaga Keseimbangan antara Ibadah dan Kebutuhan Anak
Meskipun Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan ibadah, orang tua juga perlu menjaga keseimbangan antara ibadah dan kebutuhan anak. Anak-anak masih dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan, sehingga mereka membutuhkan waktu istirahat, bermain, dan belajar yang cukup.
Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atas dirimu.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini mengingatkan kita untuk tidak melupakan kebutuhan fisik dan psikologis anak. Orang tua perlu memastikan bahwa anak tetap mendapatkan nutrisi yang cukup saat berbuka dan sahur, serta memiliki waktu istirahat yang memadai

Kesimpulan
Pengasuhan anak di bulan Ramadhan adalah tanggung jawab besar yang membutuhkan kesadaran, kesabaran, dan kasih sayang. Dengan menggabungkan petunjuk Al-Quran, Hadits, dan ilmu neuroparenting, orang tua dapat membantu anak memahami dan menghayati nilai-nilai Ramadhan secara mendalam.
Bulan Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang membentuk karakter, akhlak, dan keimanan anak. Dengan pendekatan yang tepat, orang tua dapat menjadikan Ramadhan sebagai momen berharga untuk mendidik anak menjadi generasi yang bertakwa, berempati, dan peduli terhadap sesama.
Semoga Allah SWT memberikan kekuatan dan kemudahan kepada semua orang tua dalam menjalankan tugas mulia ini. Aamiin.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button