Artikel

Sya’ban Yang Dilupakan

Mutiatun, S.Pd.I ( Peserta Sekolah Tabligh PWM Jateng di UMKABA)

Menanti datangnya bulan Ramadan yang sangat dirindukan oleh kaum muslimin dengan berbagai hal termasuk ucapan MARHABN YA RAMADAN, iklan berbagai produk makanan minuman pakaian dan laiun-lainnya terkadang menjadikannya kita lupa akan satu bulan yang utama dalam persiapan menyambut kehadiran bulan istimewa tersebut, bulan yang dimaksud adalah bulan Sya`ban.  Sya`ban disebut sebagai “Bulan Yang Dilupakan” karena berada di antara dua bulan yang sangat penting dalam Islam, yaitu Rajab (bulan haram) dan Ramadan (bulan puasa). Banyak orang lebih fokus pada kemuliaan Rajab atau persiapan Ramadan, sehingga mereka sering lupa untuk memberi perhatian khusus pada Sya`ban.

Dalam sebuah hadits Rasulullah ﷺ  menekankan keutamaan bulan ini, Beliau bersabda:

“Itulah bulan yang dilupakan oleh banyak orang, yaitu bulan antara Rajab dan Ramadan. Padahal, ia adalah bulan diangkatnya amal perbuatan kepada Rabb semesta alam, dan aku suka jika amalku diangkat dalam keadaan berpuasa.”

(HR. An-Nasa’i dan Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani)

Sya`ban menjadi waktu yang dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah, terutama puasa sunnah, sebagai persiapan menyambut Ramadan. Bulan Sya`ban memiliki beberapa keutamaan yang menjadikannya istimewa dalam Islam. Berikut adalah beberapa di antara keutamaan Bulan Sya`ban yakni:  bulan diangkatnya amal, waktu yang tepat untuk melatih diri sebelum Ramadan, baik dalam hal puasa, membaca Al-Qur’an, berzikir, dan beristighfar,

Bulan Sya`ban adalah bulan diangkatnya amal sebagaimana dalam  hadits Rasulullah ﷺ bersabda:

“Itulah bulan yang dilupakan oleh banyak orang, yaitu bulan antara Rajab dan Ramadan. Padahal, ia adalah bulan diangkatnya amal perbuatan kepada Rabb semesta alam, dan aku suka jika amalku diangkat dalam keadaan berpuasa.”

(HR. An-Nasa’i dan Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani)

Bulan Sya`ban merupakan waktu yang tepat untuk melatih diri sebelum Ramadan, baik dalam hal puasa, membaca Al-Qur’an, berzikir, dan beristighfar. Rasulullah ﷺ sering berpuasa di bulan ini sebagai latihan agar lebih siap menghadapi Ramadan. Sebagaimana Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

“Aku tidak pernah melihat Rasulullah ﷺ berpuasa lebih banyak dalam satu bulan selain di bulan Sya`ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Adanya Malam Nisfu Sya`ban (15 Sya`ban). Sebagian ulama menyebut malam Nisfu Sya`ban sebagai malam yang memiliki keutamaan. Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya Allah melihat seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Syakban, lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan (sesama Muslim).”  (HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi, dinilai hasan oleh Al-Albani)

Ini adalah momen untuk memperbanyak istighfar, bertaubat, dan memaafkan sesama agar mendapatkan ampunan dari Allah.

Bulan Sya`ban memiliki keberkahan karena Rasulullah ﷺ banyak beribadah di dalamnya. Para ulama mengatakan bahwa Sya`ban adalah bulan melatih diri untuk meningkatkan amal, sehingga di Ramadan nanti kita bisa lebih maksimal dalam ibadah.

Selanjutnya kita juga sering mendengar adanya larangan puasa sunnah setelah malam Nisfu Syakban (15 Sya`ban) terutama bagi yang tidak terbiasa melakukan puasa sunah pada bulan-bulan sebelumnya. Benarkah hal tersebut serta hikmah apa yang terkandung dalam larangan tersebut? Larangan puasa sunnah setelah malam Nisfu Syakban (15 Sya`ban) memiliki beberapa hikmah penting. Berikut adalah beberapa di antaranya:

1.  Agar tidak memberatkan menjelang Ramadan. Berkaitan dengan hal ini Rasulullah ﷺ bersabda:

“Apabila bulan Syakban telah melewati separuhnya, maka janganlah kalian berpuasa.”

(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dinilai sahih oleh Al-Albani)

Hikmahnya adalah agar tubuh tidak terlalu lelah menjelang Ramadan. Jika seseorang terlalu banyak berpuasa di akhir Sya`ban, dikhawatirkan akan kesulitan menjalankan puasa wajib di bulan Ramadan dengan maksimal.

2.    Membedakan puasa sunnah dan puasa wajib

Rasulullah ﷺ ingin membedakan antara puasa sunnah Sya`ban dan puasa wajib Ramadan. Jika seseorang terlalu banyak berpuasa hingga menjelang Ramadan, dikhawatirkan ia tidak akan merasakan perbedaan antara puasa sunnah dan puasa wajib. Oleh karena itu, dilarang memulai puasa sunnah setelah 15 Sya`ban, kecuali bagi mereka yang sudah rutin berpuasa sunnah sebelumnya (misalnya puasa Senin-Kamis atau puasa Daud).

3.    Menjaga kesehatan dan kesiapan fisik

Puasa membutuhkan stamina yang baik, terutama di bulan Ramadan yang diwajibkan bagi seluruh umat Islam. Jika seseorang terlalu banyak berpuasa sebelum Ramadan, bisa jadi tubuhnya menjadi lemah dan kurang berenergi saat Ramadan tiba. Oleh karena itu, Islam mengajarkan keseimbangan agar ibadah tetap bisa dijalankan dengan optimal.

4.   Menghindari sikap berlebihan dalam Ibadah (Ghuluw)

Islam melarang sikap berlebihan dalam ibadah hingga memberatkan diri sendiri. Larangan puasa setelah Nisfu Sya`ban adalah bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya agar mereka tidak kelelahan atau mengalami kejenuhan sebelum Ramadan. Dengan demikian, ketika Ramadan datang, seseorang dapat menjalankan ibadah dengan semangat yang baru dan kondisi tubuh yang lebih siap.

Namun demikian, larangan ini tidak berlaku bagi yang sudah terbiasa berpuasa sunnah sebelumnya, seperti puasa Senin-Kamis atau puasa Daud. Jadi, bagi yang sudah memiliki kebiasaan puasa sunnah, tetap boleh melanjutkannya hingga Ramadan tiba.

Bulan  Sya`ban sering disebut sebagai “bulannya para pembaca Al-Qur’an” karena banyak ulama dan orang saleh terdahulu yang memperbanyak membaca serta mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan ini sebagai persiapan menyambut Ramadan. Mengapa Sya`ban disebut sebagai Bulannya Para Pembaca Al-Qur`an? Bulan Sya`ban adalah waktu pemanasan sebelum Ramadan, di mana umat Islam meningkatkan ibadahnya, terutama membaca Al-Qur’an, agar terbiasa dan semakin semangat ketika Ramadan  tiba. Rasulullah ﷺ memperbanyak ibadah di bulan Sya`ban, termasuk membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu, para sahabat dan ulama mengikuti jejak beliau dengan meningkatkan interaksi dengan Al-Qur’an pada bulan ini. Banyak pula ulama salaf  yang ketika masuk bulan Sya`ban, mereka lebih fokus membaca dan mengkhatamkan Al-Qur’an, salah  satu contohnya adalah Imam Asy-Syafi’i. Beliau  mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak 60 kali di bulan Syakban, selain yang dibaca dalam shalatnya. Imam Al-Auza’i berkata: “Ketika bulan Sya`ban tiba, kaum Muslimin berfokus pada Al-Qur’an dan membayar zakat untuk membantu fakir miskin berpuasa Ramadan.”

Selanjutnya kita juga sering mendengar bahwa puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Daud sedangkan kita adalah umatnya Nabi Muhammad ﷺ. Sebetulnya mana yang lebih utama? Puasa Nabi Daud dan puasa Nabi Muhammad ﷺ (puasa sunnah yang sering beliau lakukan) sama-sama memiliki keutamaan besar, tetapi masing-masing memiliki hikmah dan keunggulan tersendiri.

Puasa Nabi Daud (Puasa Selang-Seling) memiliki keutamaan disebut sebagai puasa terbaik, karena menjaga keseimbangan antara ibadah dan menjaga tubuh. Membiasakan diri dengan kesabaran dan disiplin tinggi dalam beribadah, tidak membuat tubuh terlalu lelah sehingga tetap kuat beribadah secara konsisten. Berkaitan dengan hal ini  Rasulullah ﷺ bersabda :

“Puasa yang paling dicintai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud. Ia berpuasa sehari dan berbuka sehari.”  (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Sedangkan puasa Nabi Muhammad ﷺ (puasa sunnah yang Beliau rutin lakukan) meliputi  puasa Senin-Kamis. puasa ayyamul bidh (tanggal 13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah), puasa di bulan Sya`ban dan lain-nya. Keutamaan puasa Nabi Muhammad ﷺ lebih fleksibel dan tidak memberatkan, menyesuaikan kondisi umatnya agar bisa tetap kuat menjalankan kewajiban lain dan mengikuti kebiasaan Rasulullah ﷺ, yang merupakan suri teladan terbaik. Dalil pelaksanaannya yaitu:

Hadits Rasulullah ﷺ :

“Amal-amal manusia diperiksa (diangkat kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. Tirmidzi & Ibnu Majah)

Hadits Rasulullah ﷺ

Berpuasalah tiga hari setiap bulan, karena setiap kebaikan dilipatgandakan sepuluh kali lipat. Maka itu seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Bukhari & Muslim)

Hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Beliau berkata:

“Aku tidak pernah melihat Rasulullah ﷺ berpuasa sebulan penuh selain Ramadan, dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa lebih banyak daripada di bulan Syakban.”

(HR. Bukhari & Muslim)

Puasa Nabi Daud adalah puasa terbaik secara umum (HR. Bukhari & Muslim), tetapi puasa yang dilakukan Rasulullah ﷺ lebih fleksibel dan lebih mudah diikuti oleh umat Islam. Jika seseorang mampu melaksanakan puasa Nabi Daud tanpa memberatkan diri, itu adalah puasa paling utama. Namun, jika merasa berat, maka mengikuti puasa Senin-Kamis atau ayyamul bidh juga sudah sangat baik dan penuh keberkahan.

Bukti bahwa ibadah puasa sunah memiliki keutamaan ada baiknya kita mengingat kisah budak yang meminta dikembalikan ke majikan yang suka berpuasa sunnah. Diceritakan bahwa ada seorang budak yang dijual oleh majikannya kepada orang lain. Setelah beberapa waktu, budak tersebut justru meminta kepada pembeli baru agar dikembalikan ke majikannya yang lama. Ketika ditanya alasannya, ia berkata: “Majikanku yang dahulu adalah orang yang sering berpuasa sunnah. Karena itu, aku merasakan keberkahan dalam hidupku selama bersamanya. Sedangkan majikanku yang sekarang jarang berpuasa, dan aku tidak merasakan keberkahan seperti sebelumnya.”

Karena jawaban itu, si pembeli pun mengembalikan budak tersebut kepada majikannya yang lama. Hal ini merupakan salah satu hikmah bahwa puasa sunnah membawa keberkahan dalam hidup baik bagi pelakunya maupun orang-orang di sekitarnya. Ibadah seseorang bisa berdampak pada lingkungan sekitarnya. Budak ini merasakan perbedaan nyata dalam kehidupannya hanya karena majikannya rajin berpuasa.  Puasa sunnah bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga mendekatkan diri kepada Allah, sehingga segala urusan menjadi lebih berkah.  Jika puasa sunnah bisa membawa keberkahan bagi budak yang hanya tinggal dengan orang yang berpuasa, bagaimana dengan kita yang menjalankannya langsung?

 

Dari uraian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan yakni:

Bahwa bulan Sya`ban adalah bulan yang penuh keutamaan dan kesempatan untuk memperbanyak puasa sunnah, meningkatkan ibadah dan amal saleh, memohon ampunan kepada Allah, melatih diri untuk ibadah Ramadan, menjaga hubungan baik dengan sesama.

Larangan puasa setelah Nisfu Syakban bertujuan untuk menjaga stamina menjelang Ramadan, membedakan puasa sunnah dan wajib, menghindari sikap berlebihan dalam ibadah dan mempersiapkan diri agar lebih siap menghadapi Ramadan

Selama bulan Sya`ban kita  bisa melakukan amal saleh seperti meningkatkan tilawah (bacaan) Al-Qur’an setiap hari, menghafal atau murajaah (mengulang hafalan) Al-Qur’an, mempelajari tafsir dan memahami makna ayat-ayat Al-Qur’an dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari

Bulan Sya`ban disebut bulannya para pembaca Al-Qur’an karena banyak ulama terdahulu yang memperbanyak membaca dan mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan ini. Sya`ban menjadi ajang pemanasan sebelum Ramadan, agar kita terbiasa membaca, memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an dengan lebih baik saat memasuki bulan suci.

“Ya Allah,berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya`ban serta pertemukanlah kami dengan bulan Ramadan yang mulia. Jadikan kami hamba-Mu yang selalu beribadah dengan sebaik-baiknya sesuai tuntunan-Mu, anugerahkan kepada kami rahmat dan ridlo-Mu, masukkan ke surgamu beserta al-Abror jauhkan kami dari gibah, fitnah, dan segala perbuatan yang merusak ukhuwah Islamiyah.” Aamiin.

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button