Tanda Cinta Kepada Nabi
Oleh : Adi Sabwa Isti Besari A ( Peserta Sekolah Tabligh PWM Jateng di UMKABA)

Cinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak sama dengan cinta kepada sesama muslim. Bahkan tidak sama pula dengan cinta kepada orang-orang yang paling dekat nasabnya. Mengapa demikian? Sebab cinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bagian dari asas dalam Ushuluddin. Mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah rukun iman yang keempat.
Allah ‘azza wajalla berfirman,
اَلنَّبِيُّ اَوْلٰى بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ اَنْفُسِهِمْ
“Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri.” (QS. Al-Ahzab: 6)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menegaskan,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih ia cintai daripada anaknya, orang tuanya, dan seluruh manusia.” (HR. Al-Bukhari & Muslim)
- Tanda Pertama : membelanya semasa beliau hidup dan membela seluruh prinsip ajaran Islam yang beliau dakwahkan setelah beliau wafat
Tanda cinta kepada Rasulullah ﷺ yang pertama adalah membela beliau semasa hidupnya serta terus membela seluruh prinsip ajaran Islam yang beliau dakwahkan setelah wafatnya. Seorang yang benar-benar mencintai Rasulullah ﷺ tidak akan pernah ridha terhadap siapa pun yang mencela atau menghina beliau. Bentuk cinta ini tercermin dalam sikap menjaga kehormatan Rasulullah ﷺ, baik dengan lisan, perbuatan, maupun keyakinan, serta mengamalkan ajaran yang telah beliau sampaikan sebagai bentuk penghormatan dan pengabdian.
مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِي لِي حُبًّا، نَاسٌ يَكُونُونَ بَعْدِي، يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَآنِي بِأَهْلِهِ وَمَالِهِ
“Di antara umatku yang sangat mencintaiku adalah orang-orang sepeninggalku, salah seorang di antara mereka ingin melihatku dengan (mengorbankan) keluarga dan hartanya.” (HR. Muslim no. 2832)
- Tanda Kedua : senantiasa menjalankan perintahnya dengan baik.
Kecintaan kepada Rasulullah ﷺ bukan sekadar perasaan atau ungkapan lisan semata, melainkan harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Seseorang yang benar-benar mencintai Rasulullah ﷺ akan berusaha menjalankan ajarannya dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan. Ini mencakup menaati segala perintah beliau, menjauhi larangannya, serta menjadikan beliau sebagai teladan dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam ibadah, akhlak, maupun interaksi sosial. Cinta yang hanya diucapkan tanpa dibuktikan dalam perbuatan tidak lebih dari sekadar bualan kosong.
- Tanda Ketiga : selalu mendahulukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari siapa pun.
Tanda cinta kepada Rasulullah ﷺ adalah selalu mendahulukan beliau di atas siapa pun. Ini berarti menjadikan ajaran dan sunnah beliau sebagai pedoman utama dalam setiap aspek kehidupan, bahkan di atas kepentingan pribadi, keluarga, atau siapa pun yang dicintai.
Mendahulukan Rasulullah ﷺ berarti lebih mengutamakan petunjuk dan perintah beliau daripada hawa nafsu atau tuntutan dunia. Ketika dihadapkan pada pilihan, seorang Muslim sejati akan selalu memilih jalan yang telah diajarkan oleh Rasulullah ﷺ, meskipun itu terasa sulit atau bertentangan dengan keinginan pribadi. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:
قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ ِۨاقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ
“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At-Taubah: 24)
Dalam ayat lain disebutkan,
مَا كَانَ لِاَهْلِ الْمَدِيْنَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِّنَ الْاَعْرَابِ اَنْ يَّتَخَلَّفُوْا عَنْ رَّسُوْلِ اللّٰهِ وَلَا يَرْغَبُوْا بِاَنْفُسِهِمْ عَنْ نَّفْسِهٖۗ
“Tidak pantas bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak pantas (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada (mencintai) diri Rasul.” (QS. At-Taubah: 120)
Cinta sejati kepada Rasulullah ﷺ juga terlihat dalam sikap mendahulukan sunnahnya dibandingkan budaya atau kebiasaan yang bertentangan dengan Islam. Misalnya, dalam cara beribadah, berpakaian, berbicara, hingga berinteraksi dengan orang lain, seorang yang mencintai Rasulullah ﷺ akan selalu berusaha menyesuaikan diri dengan tuntunan beliau.
Selain itu, tanda cinta ini juga mencerminkan kesetiaan dan penghormatan yang mendalam kepada Rasulullah ﷺ. Seorang Muslim yang benar-benar mencintai beliau tidak akan ragu dalam membela kehormatan dan ajaran beliau, serta tidak akan membiarkan siapapun merendahkan atau menodai nama baiknya. Dengan menjadikan Rasulullah ﷺ sebagai sosok yang paling utama dalam kehidupan, seorang Muslim menunjukkan bahwa cintanya bukan sekadar ucapan, melainkan telah tertanam kuat dalam hati dan diwujudkan dalam perbuatan.
- Tanda Keempat : ittiba’ atau mengikuti beliau dan menjalankan sunah-sunahnya.
Qadhi ‘Iyadh menjelaskan,
اعْلَمْ أَنَّ مَنْ أَحَبَّ شَيْئًا آثَرَهُ وَآثَرَ مُوَافَقَتَهُ وَإِلَّا لَمْ يَكُنْ صَادِقًا فِي حُبِّهِ، وَكَانَ مُدَّعِيًا
“Ketahuilah bahwa barang siapa yang mencintai seseorang, maka ia pasti akan mengutamakan dan mengikutinya. Jika tidak, maka cintanya tidaklah benar, hanya sebuah pengakuan kosong belaka.” (Asy-Syifa bi Ta’rifi Huquqi al-Musthafa, Qadhi ‘Iyadh, 2/56)
Orang yang benar-benar mencintai Nabi ﷺ akan menunjukkan semangat dalam menjalankan sunnah-sunnahnya. Ia akan berusaha mengamalkan setiap perintah yang beliau ajarkan dan menjauhi segala larangan yang telah ditetapkan. Sikap ini mencerminkan kesungguhan dalam menjadikan Rasulullah ﷺ sebagai teladan utama dalam hidupnya.
ittiba’ juga berarti bersikap loyal terhadap ajaran Rasulullah ﷺ dan tidak tergoda oleh tren atau kebiasaan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Seorang pecinta sejati tidak akan merasa berat dalam mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ, karena baginya hal itu adalah sumber kebahagiaan dan bukti ketulusan cintanya.
Allah ‘azza wajalla berfirman,
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran: 31)
- Tanda Kelima : gigih berdakwah dan mendidik umat tentang ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dakwah dan mendidik umat adalah tugas yang penuh tantangan dan membutuhkan kesabaran serta keikhlasan. Tidak jarang, para dai dan pendidik menghadapi berbagai rintangan, baik berupa penolakan, celaan, maupun godaan yang dapat melemahkan semangat. Namun, dibalik semua itu, dakwah dan pendidikan adalah dua tugas yang sangat mulia, karena berperan dalam menyebarkan kebaikan dan membimbing manusia menuju jalan yang diridhai Allah ﷻ.
Tugas ini bukanlah pekerjaan yang dapat dilakukan oleh sembarang orang, melainkan amanah besar yang hanya mampu diemban oleh mereka yang memiliki jiwa mulia. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keteguhan hati, kesabaran, dan keikhlasan dalam menyampaikan kebenaran tanpa mengharapkan balasan dari manusia. Kemuliaan mereka lahir dari kecintaan yang mendalam kepada Allah ﷻ dan Rasulullah ﷺ, sehingga mereka menjadikan dakwah dan pendidikan sebagai bentuk pengabdian kepada-Nya.
Dakwah dan pendidikan bukan hanya sekedar menyampaikan ilmu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan masyarakat. Seorang dai dan pendidik sejati tidak hanya berbicara, tetapi juga menjadi teladan dalam akhlak dan perbuatannya. Mereka mengajarkan umat dengan kelembutan, hikmah, dan kasih sayang, sebagaimana Rasulullah ﷺ telah mencontohkan.
Oleh karena itu, siapa pun yang terlibat dalam dakwah dan pendidikan harus menyadari bahwa mereka sedang menjalankan tugas yang diwarisi dari para nabi. Mereka tidak hanya berjuang untuk menyebarkan ilmu, tetapi juga membentuk generasi yang bertakwa dan berakhlak mulia. Dengan cinta kepada Allah ﷻ dan Rasulullah ﷺ sebagai landasan, mereka akan mampu menjalankan tugas ini dengan penuh kesabaran dan ketulusan, serta berharap hanya kepada balasan terbaik dari-Nya.
- Tanda Keenam : memperbanyak shalawat kepadanya. Ini adalah perintah Allah ‘azza wajalla.
Salah satu tanda cinta kepada Rasulullah ﷺ adalah memperbanyak shalawat kepadanya. Shalawat bukan hanya sekadar doa, tetapi juga bentuk penghormatan dan bukti kecintaan seorang Muslim kepada Nabi ﷺ. Allah ﷻ sendiri telah memerintahkan kaum mukminin untuk bershalawat kepada Rasulullah ﷺ dalam firman-Nya:
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)
Ayat ini menunjukkan bahwa bershalawat kepada Nabi ﷺ bukan hanya sunnah, tetapi juga perintah langsung dari Allah ﷻ. Dengan bershalawat, seorang Muslim menunjukkan cintanya kepada Rasulullah ﷺ serta mengharapkan keberkahan dan syafaat beliau di hari kiamat.
- Tanda Ketujuh : menjauhi perkara-perkara bid’ah.
Salah satu tanda cinta sejati kepada Rasulullah ﷺ adalah menjauhi perkara-perkara bid’ah. Bid’ah merupakan segala bentuk tambahan dalam urusan agama yang tidak memiliki dasar dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah ﷺ. Menjauhi bid’ah adalah bentuk kesetiaan dalam mengikuti ajaran beliau yang murni, tanpa menambah atau mengurangi apa yang telah ditetapkan.
Bid’ah harus dijauhi karena dapat menyesatkan dan menjauhkan seseorang dari jalan petunjuk Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ telah memperingatkan dalam sabdanya:
“Hendaklah kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapat petunjuk setelahku. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah perkara-perkara baru (dalam agama), karena setiap perkara baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Perkara bid’ah berbahaya karena menimbulkan keyakinan bahwa ajaran Islam masih kurang atau perlu ditambah, padahal Allah ﷻ telah menyempurnakan agama ini. Sebagaimana firman-Nya:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Ma’idah: 3)
Lebih dari itu, Rasulullah ﷺ juga memperingatkan bahwa orang yang mengikuti bid’ah akan terhalang dari telaga beliau di akhirat. Telaga ini adalah tempat di mana para pengikut setia Rasulullah ﷺ akan minum darinya, dan siapa saja yang meminumnya satu teguk, maka ia tidak akan pernah merasa haus selama-lamanya. Namun, mereka yang melakukan bid’ah akan dijauhkan darinya, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
“Aku melihat sekelompok orang dari umatku mendekat ke telagaku, tetapi mereka dihalangi darinya. Aku pun berkata, ‘Wahai Rabbku, mereka adalah umatku!’ Lalu dikatakan, ‘Engkau tidak tahu apa yang mereka buat setelahmu.’ Maka aku pun berkata, ‘Menjauhlah! Menjauhlah!’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, seseorang yang benar-benar mencintai Rasulullah ﷺ akan berusaha menjaga kemurnian ajaran Islam dengan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah yang shahih. Ia tidak akan mencampurkan ajaran Islam dengan perkara baru yang tidak memiliki landasan dalam agama. Dengan menjauhi bid’ah, ia membuktikan kecintaannya kepada Rasulullah ﷺ dan berharap mendapatkan keberkahan serta syafaat beliau di akhirat.
- Tanda Kedelapan : mencintai para sahabat dan Ahli Bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tanda kedelapan dari cinta kepada Rasulullah ﷺ adalah mencintai para sahabat dan Ahli Bait beliau. Sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ adalah orang-orang yang dekat dengan beliau, yang berjuang bersama beliau dalam menyebarkan agama Islam, dan yang mendapat petunjuk langsung dari beliau. Ahli Bait Rasulullah ﷺ, yaitu keluarga beliau, juga merupakan orang-orang yang sangat dihormati dan dicintai oleh beliau.
Cinta kepada Rasulullah ﷺ tidak dapat dipisahkan dari cinta kepada mereka yang beliau cintai, yaitu para sahabat dan keluarganya. Allah ﷻ dalam Al-Qur’an menegaskan betapa mulianya kedudukan para sahabat dan Ahli Bait, serta pentingnya menjaga hubungan baik dengan mereka. Sebagai contoh, Allah ﷻ berfirman:
“Sesungguhnya Allah hanya bermaksud menghilangkan kotoran (dosa) dari kalian, wahai Ahli Bait, dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)
Rasulullah ﷺ juga pernah bersabda:
“Barang siapa yang mencintaiku, maka dia akan mencintai sahabat-sahabatku. Dan barang siapa yang mencintaiku, dia akan mencintai keluargaku.” (HR. Tirmidzi)
Mencintai para sahabat dan Ahli Bait Rasulullah ﷺ adalah bukti bahwa cinta kita kepada beliau adalah cinta yang tulus dan sejati. Sebaliknya, jika seseorang mengaku cinta kepada Rasulullah ﷺ namun membenci sahabat-sahabat beliau atau mencela keluarganya, maka cinta tersebut hanyalah dusta. Hal ini bertentangan dengan ajaran Islam, karena para sahabat dan keluarga Rasulullah ﷺ adalah contoh terbaik bagi umat Islam dalam segala aspek kehidupan.
Dalam sejarah Islam, para sahabat telah menunjukkan keteladanan yang luar biasa dalam berjuang untuk agama, dan Ahli Bait Rasulullah ﷺ adalah keluarga yang telah memberikan contoh akhlak yang mulia dan pengorbanan luar biasa untuk Islam. Oleh karena itu, mencintai mereka adalah bagian dari meneladani Rasulullah ﷺ dan membuktikan kecintaan kita yang tulus kepada beliau.
Dengan mencintai mereka, kita menunjukkan kesetiaan kepada Rasulullah ﷺ, menghormati perjuangan mereka, serta menjaga kehormatan mereka. Cinta ini bukan hanya dalam kata-kata, tetapi juga tercermin dalam sikap kita yang penuh hormat dan penghargaan terhadap mereka.
- Tanda Kesembilan : Tidak Ghuluw terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ghuluw dalam konteks berislam maknanya adalah sikap keras, kaku, berlebih-lebihan, dan melebihi batas yang telah ditentukan oleh syariat Islam. (An-Nihayah fi Gharibil Atsar, 3/382)
Sikap ghuluw itu terlarang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat membenci perbuatan ghuluw. Orang yang mencintai seseorang pasti akan menjauhi yang dibenci oleh orang yang dicintainya.
Pernah ada tiga orang yang mendatangi rumah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka bertanya perihal ibadah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah mereka diberitahu, mereka merasa ternyata amalan mereka masih sangat sedikit sekali.
Kemudian, salah satu dari mereka menyatakan diri ingin shalat sepanjang malam. Satunya lagi ingin melaksanakan shiyam sepanjang tahun. Orang yang ketiga ingin menjauh dari perempuan dan tidak akan menikahi perempuan selamanya.
Sikap tiga orang tersebut termasuk kategori sikap ghuluw. Buktinya, saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung menegur sikap tersebut dengan sabdanya,
“Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah di antara kalian, tetapi aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur malam, dan aku juga menikah dengan perempuan. Barang siapa yang benci terhadap sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Di antara sembilan tanda seseorang cinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di atas, manakah tanda-tanda yang telah ada pada diri kita masing-masing.
Apakah semua tanda itu ada pada diri kita? Atau hanya ada separuhnya saja? Atau hanya ada satu saja? Atau, sama sekali tidak ada? Hanya Allah ‘azza wajalla dan diri kita masing-masing yang benar-benar tahu.