Artikel

Malu Sebagian Dari Iman

Oleh : Nurfahmi Fadlillah, S.P., M.P. (Peserta Sekolah Tabligh PWM Jawa Tengah di UMPP)

Dalam Islam, rasa malu (al-haya’) adalah bagian dari iman dan merupakan sifat terpuji yang harus dimiliki oleh setiap Muslim. Rasa malu tidak hanya berkaitan dengan urusan sosial, tetapi juga berkaitan erat dengan ketakwaan kepada Allah. Dalam pandangan Islam, rasa malu adalah salah satu karakteristik yang membedakan antara tindakan yang layak dan perilaku yang tidak pantas. Ini adalah hal yang dituntut dalam syariat untuk menjaga kesucian hati dan perilaku. Rasa malu memotivasi seseorang untuk melakukan perbuatan baik, menjauhi dosa, dan menjaga martabat diri serta nilai-nilai agama. Rasa malu mewujudkan dirinya dengan kebaikan dan mengusahakan berbagai hal yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Nabi SAW bersabda:

الإِيمانُ بضْعٌ وسَبْعُونَ، أوْ بضْعٌ وسِتُّونَ، شُعْبَةً، فأفْضَلُها قَوْلُ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وأَدْناها إماطَةُ الأذَى عَنِ الطَّرِيقِ، والْحَياءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإيمانِ

“Iman itu terdiri dari tujuh puluh tiga atau enam puluh tiga cabang. Paling utamanya adalah ucapan Lailaha illallah, sedangkan yang paling rendahnya membuang duri dari jalan, sedangkan malu termasuk bagian dari iman”. (HR. Muslim, 35)

Bagi seorang muslim, rasa malu hendaknya menjadi sarana meningkatkan ketaqwaan kepada Allah. Terwujud dalam pengaplikasian kehidupan sehari-hari dengan malu kepada Allah ketika akan melakukan kemaksiatan dan malu ketika tidak menjalankan perintahnya. Rasa malu membuat seseorang lebih menghargai orang lain dan menjaga hubungan sosial, sehingga menciptakan lingkungan yang  Baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur. Jangan sampai orang beriman menjadi orang yang malu-maluin akibat dari sikap dan tindakan yang dilakukannya, sebagaimana hadits yang artinya “Iman dan malu merupakan pasangan dalam segala situasi dan ini kondisi. Apabila rasa malu sudah tidak ada, maka iman pun sirna.” (HR. Al Hakim)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button