Meneladani Pengorbanan Nabi Ibrahim
Oleh : Adi Sabwa Isti Besari A (Peserta Sekolah Tabligh PWM Jateng di UMKABA)

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan jin dan manusia dan mengujinya dengan berbagai kenikmatan-Nya yang agung dan anugerah-Nya yang megah. Sebagian manusia ada yang baik dan bersemangat dalam memanfaatkannya, dan sebagian lagi ada yang lalai terhadap apa yang telah menjadi kewajibannya.
Di antara ujian yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala atas mereka, yaitu agar mereka berittiba’ (mengikuti) Rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para nabi berada di atas agama yang sama, yakni bertauhid; dengan beribadah semata-mata hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala meskipun dengan syariat yang mungkin berbeda. Sehingga, mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan bagian dari mengikuti jejak para nabi dan sekaligus dibarengi dengan kecintaan terhadap mereka. Apabila seorang hamba meyakini bahwa seluruh nabi adalah sebaik-baik manusia ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mereka adalah hamba-hamba yang berhak mendapatkan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia juga akan meyakini pentingnya arti meneladani para nabi. Terlebih hal itu telah dipertegas oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya,
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۖ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ ۗ قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا ۖ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرَىٰ لِلْعَالَمِينَ
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: ‘Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Alquran)’. Sesungguhnya Alquran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh umat.” (QS. al-An’am: 90).
Melalui firman-Nya, Alquran, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menceritakan kisah para nabi dalam banyak ayat. Yang terbaik di antara mereka mendapat sebutan sebagai ulul-‘azmi di kalangan para rasul, dan sebaik-baik mereka adalah al-khalilan (dua kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala). Kisah-kisah tersebut bukan sesuatu yang sia-sia.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur`an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang yang beriman.” (QS. Yusuf: 111).
Salah satu Nabi yang paling mulia dan dimuliakan oleh Allah adalah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Berikut ini beberapa pelajaran penting dari pemaparan kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam:
Keteguhan Ibrahim ‘alaihissalam Dalam Mendakwahkan Tauhid Kepada Ayahnya
Dalam mempelajari perjalanan hidup Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, kita akan mendapatkan diri beliau sebagai insan yang sangat teguh dan gigih dalam menegakkan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala yang agung, yakni tauhid.
Awal dakwah tauhid yang beliau ‘alaihissalam tegakkan, ialah diarahkan kepada ayahnya, karena ia seorang penyembah berhala dan yang paling berhak untuk diberi nasihat”.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا
“Ingatlah ketika ia berkata kepada ayahnya; “Wahai Ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong engkau sedikitpun?”. (QS. Maryam:42).
Lihatlah, bagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mendakwahkan tauhid kepada ayahnya dengan ungkapan sangat lembut dan ucapan yang baik untuk menjelaskan kebatilan dalam perbuatan syirik yang dilakukannya?! Penolakan ayahnya terhadap dakwah itu tidak menyurutkan semangat serta sikap sayang terhadap ayahnya dengan tetap akan memintakan ampunan, sekalipun permohonan ampun itu tidak dibenarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Disebutkan dalam firman-Nya,
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ ۚ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk ayahnya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkan kepada ayahnya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa ayahnya adalah musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah: 114).
Dalam usaha yang lain, Ibrahim berdialog dengan ayahnya:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً ۖ إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar. ‘Layakkah engkau menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kekeliruan yang nyata’.” (QS. Al-An’am: 74).
Demikian, perjuangan dakwah tauhid yang disampaikan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kepada kaumnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai bagian dari ayat-ayat Alquran yang akan selalu dibaca dan dipelajari secara seksama.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam Tegar Dan Tabah Menghadapi Ujian Dan Siksaan.
Sikap ini tercermin dalam kisah beliau ‘alaihissalam saat berdakwah mengajak manusia untuk bertauhid dan mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun kebanyakan menolaknya dengan penuh kenistaan. Ketabahan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ini menjadi teladan bagi setiap dai dalam mengajak manusia menuju jalan yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kisah ketabahan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam diabadikan dalam Alquran melalui firman Allah Ta’ala,
قَالَ أَتَعْبُدُونَ مَا تَنْحِتُونَ. وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ. قَالُوا ابْنُوا لَهُ بُنْيَانًا فَأَلْقُوهُ فِي الْجَحِيمِ. فَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَسْفَلِينَ
Ibrahim berkata: “Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”. Mereka berkata: “Dirikanlah suatu bangunan untuk (membakar) Ibrahim;lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala itu”. Mereka hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina. (QS. Ash-Shaffat: 95-98).
As-Suddi rahimahullah berkata: “Mereka menahannya dalam sebuah rumah. Mereka mengumpulkan kayu bakar, bahkan hingga seorang wanita yang sedang sakit bernadzar dengan mengatakan ‘sungguh jika Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan bagiku kesembuhan, maka aku akan mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Ibrahim’. Setelah kayu bakar terkumpul menjulang tinggi, mereka mulai membakar setiap ujung tepian dari tumpukkan itu, sehingga apabila ada seekor burung yang terbang di atasnya niscaya ia akan hangus terbakar. Mereka mendatangi Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kemudian mengusungnya sampai di puncak tumpukan tinggi kayu bakar tersebut”. Riwayat lain menyebutkan, ia diletakkan dalam ujung manjaniq.
Mereka lantas melemparkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ke dalam tumpukan kayu bakar yang tinggi, kemudian diserukanlah (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala): “Wahai api, jadilah dingin dan selamat bagi Ibrahim”.
Nabi Ibrahim sebagai hamba Allah yang setia, maka selalu menempatkan cintanya kepada Allah diatas segalanya. Maka bagi Nabi Ibrahim, perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala Berada Di Atas Segalanya
Kisah dalam hijrah bersama Hajar dan Ismail
Ketika Ismail baru saja dilahirkan dan dalam penyusuan ibunya (Hajar), Nabi Ibrahim ‘alaihissalam membawa keduanya menuju Baitullah pada dauhah (sebuah pohon rindang) di atas zam-zam. Saat itu, tidak ada seorangpun di Makkah, dan juga tidak ada sumber air.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam meninggalkan jirab, yaitu kantung yang biasa dipakai untuk menyimpan makanan. Kantung itu berisi kurma untuk keduanya. Juga meninggalkan siqa` (wadah air) yang berisi air minum. Kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berpaling dan pergi. Hajar mengikutinya sembari berkata: “Wahai, Ibrahim! Kemana engkau akan pergi meninggalkan kami di lembah yang sunyi dan tak berpenghuni ini?” Hajar mengulangi pertanyaan itu berkali-kali, namun Ibrahim tidak menoleh, tak pula menghiraukannya. Kemudian Hajar pun bertanya: “Apakah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memerintahkan engkau dengan ini?”
Ibrahim menjawab,“Ya.”
Mendengar jawaban itu, maka Hajar berkata: “Jika demikian, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan meninggalkan kami”. Lantas Hajar kembali menuju tempatnya semula. Adapun Ibrahim, ia terus berjalan meninggalkan mereka, sehingga sampai di sebuah tempat yang ia tak dapat lagi melihat istri dan anaknya. Ibrahim pun menghadapkan wajah ke arah Baitullah seraya menengadahkan tangan dan berdoa: Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. [QS. Ibrahim ayat 37).
Kisah Penyembelihan Ismail.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berdoa: “Wahai Rabb-ku, karuniakanlah untukku anak yang shalih,” maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kabar gembira kepadanya dengan kehadiran seorang anak yang mulia lagi penyabar. Dan tatkala anak itu saat mulai beranjak dewasa berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata kepadanya: “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?”
Isma’il menjawab: “Wahai Ayahandaku, lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadamu; insya Allah engkau akan mendapati diriku termasuk orang-orang yang sabar”.
Ibnu Abbas berkata:
Ibrahim dan Isma’il … keduanya taat, tunduk patuh terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ingatlah, renungkanlah kisah itu … ketika keduanya akan melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan tulus dan tabah sang anak berkata:
“Wahai Ayahku, kencangkanlah ikatanku agar aku tak lagi bergerak.”
“Wahai Ayahku, singsingkanlah baju engkau agar darahku tidak mengotori bajumu, maka akan berkurang pahalaku, dan (jika nanti) ibu melihat bercak darah itu niscaya beliau akan bersedih.”
“Dan tajamkanlah pisau Ayah serta percepatlah gerakan pisau itu di leherku agar terasa lebih ringan bagiku karena sungguh kematian itu amat dahsyat.”
“Wahai Ayah, apabila engkau telah kembali maka sampaikan salam (kasih)ku kepada ibunda, dan apabila bajuku ini Ayah pandang baik untuk dibawa pulang maka lakukanlah.”
(Saat itu, dengan penuh haru) Ibrahim berkata: “Wahai anakku, sungguh engkau adalah anak yang sangat membantu dalam menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala “.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ini adalah ujian Allah Subhanahu wa Ta’ala atas kekasih-Nya (yakni Ibrahim ‘alaihissalam) untuk menyembelih putranya yang mulia dan baru terlahir setelah beliau berumur senja. (Ujian ini terjadi) setelah Allah memerintahkannya untuk meninggalkan Hajar saat Ismail masih menyusui di tempat yang gersang, sunyi tanpa tumbuhan (yang dimakan buahnya), tanpa air dan tanpa penghuni. Ia taati perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala itu, meninggalkan isteri dan putranya yang masih kecil dengan keyakinan yang tinggi dan tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada mereka kemudahan, jalan keluar, serta limpahan rezeki dari arah yang tiada disangka. Setelah semua ujian itu terlampaui, Allah menguji lagi dengan perintah-Nya untuk menyembelih putranya sendiri, yaitu Ismail ‘alaihissalam. Dan tanpa ragu, Ibrahim menyambut perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala itu dan segera mentaatinya. Beliau ‘alaihissalam menyampaikan terlebih dahulu ujian Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut kepada putranya, agar hati Ismail menjadi lapang serta dapat menerimanya, sehingga ujian itu tidak harus dijalankan dengan cara paksa dan menyakitkan. Subhanallah…
Ketaatan Ibrahim itu diabadikan oleh Allah dalam al-Qur’an.
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ *وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ *قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ *إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاء الْمُبِينُ *وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الآخرين سَلاَمٌ على إِبْرَاهِيمَ كَذَلِكَ نَجْزِي المحسنين
“Wahai Ibrahim engkau telah membenarkan perintahKu melalui mimpimu Sesungguhnya dengan demikian akan membalas orang-orang yang berbuat baik, sesungguhnya ini adalah ujian yang nyata dan kami tebus ismail dengan sembelihan hewan qurban yang besar. Dan kami jadikan teladan untuk orang-orang yang sesudahnya, keselamatan untuk Nabi Ibrahim, demikianlah kami membalas orang-orang yang berbuat baik”.(QS As-shaffat 103-110).
Keteladanan Ibrahim as. ketika diperintah Allah swt agar merekonstruksi kembali Ka`bah
Baitullah yang pertama dibangun dimuka bumi. Nabi Ibrahim bersama Ismail membangun kembali ka`bah sesuai dengan petunjuk Allah, dan sesudah selesai membangun Allah perintahkan Ibrahim agar memanggil umat manusia untuk berhaji. Hingga kini ibadah Haji merupakan sebuah muktamar internasional yang mempertemukan umat muslim sejagad raya dari berbagai ras, suku dan bangsa dengan berbagai macam bahasa.
Ibrahim tidak hanya membangun ka’bah tetapi juga memperkokoh konsep tata kota dan tata niaga di Mekkah dengan disertai do’a. sehingga negeri yang yang tandus, kering dan tidak ada tanaman menjadi negeri yang aman, penduduknya terdiri dari orang-orang yang beriman bertakwa mendirikan shalat dan dijauhkan dari penghambaan terhadap berhala-berhala. Selain itu Makkah menjadi negeri yang yang menarik mempesona banyak dikunjungi manusia. Bahkan Makkah menjadi negeri yang penduduknya diberi kecukupan rezeki.dari buah-buahan walaupun bumi Makkah sangatlah tandus dan kering.
رَبِّ اجْعَلْ هذا بَلَداً ءامِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَراتِ مَنْ ءامَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ
“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.”
Demikianlah kita sebagai muslim harus meneladani kemuliaan Nabi Ibrahim as yang selalu ta’at kepada-Nya dan sabar atas berbagai cobaan-Nya.