Rizqi Tidak Akan Tertukar
Oleh : Adi Sabwa Isti Besari A (Peserta Sekolah Tabligh PWM Jateng di UMKABA)

Berkaitan dengan rezeki, sungguh Al-Quran telah menjelaskan konsep rezeki bagi manusia dengan begitu rinci dan sangat detail. Dalam Al-Quran digambarkan bahwa rezeki manusia dan seluruh makhluk hidup di muka bumi ini telah ditanggung oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Allah berfirman dalam surah Hud ayat 6:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
Artinya: “Tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).”
Cicak yang tidak bisa terbang, tetap bisa memakan serangga yang terbang. Undur2 yang jalannya hanya bisa mundur, selalu bisa mendapatkan makanannya. Burung yang terbang di pagi hari, selalu pulang dalam keadaan kenyang.
Dari ayat dan tafsiran tersebut, terdapat tanda bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menjamin rezeki ciptaannya, maka bagi kita hendaknya tidak perlu riskan dan risau terhadap ‘apa’ yang akan kita makan hari ini, lebih-lebih di hari esok nanti.
Imam Syafi’i mengatakan:
عَلِمْتُ أَنَّ رِزْقِي لَا يَأْكُلُهُ غَيْرِي فَاطْمَأَنَّ بَالِي
“Aku mengetahui bahwa rezekiku tidak akan dimakan orang lain, maka menjadi tenanglah hatiku.”
Rezeki kita tidak akan tertukar dengan rezeki orang lain. Rezeki kita juga tidak akan diambil oleh orang lain. Imam an-Nasafi mengatakan:
وَلَا يُتَصَوَّرُ أَنْ لَا يَأْكُلَ إِنْسَانٌ رِزْقَهُ أَوْ يَأْكُلَ غَيْرُهُ رِزْقَهُ
“Dan tidak terbayang apabila seseorang tidak memakan rezekinya atau rezekinya dimakan selainnya.”
Rezeki seseorang sudah ada jatah dan takarannya. Sekuat apapun usaha seseorang jika bukan rezekinya, maka tidak akan ia raih. Sebaliknya selemah apapun upaya seseorang, jika telah ditentukan sebagai rezekinya, pastilah akan ia peroleh. Karenanya kewajiban kita adalah menghindarkan diri dari mencari rezeki dengan cara yang diharamkan dan dari sumber yang haram.
Jika kita mendapatkan kendaraan biasa, tetangga punya lebih baik. Tetap rezeki kita tak tertukar. Jika kita memiliki rumah sederhana, tetangga memiliki rumah mewah bak istana. Tetap rezeki kita tak tertukar.
Selain menganjurkan melaksanakan ibadah yang telah ditentukan tata cara pelaksanaannya, Islam adalah agama yang menganjurkan pengikutnya untuk mencari penghidupan duniawi untuk mencukupi kebutuhan hariannya. Ajaran Islam memerintahkan manusia untuk bergerak mencari rezekinya, tentu rezeki yang halal.
Bekerja mencari penghidupan duniawi itu merupakan pekerjaan yang mulia di sisi Allah. Justru sebaliknya, berdiam diri, tidak mau bergerak, menyengaja diri untuk menganggur bahkan meminta-minta sedekah padahal fisiknya masih kuat untuk bekerja, yang demikian itu dipandang kurang baik oleh agama Islam.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ (رواه البخاري)
Artinya: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Salah seorang dari kalian memikul kayu bakar di punggungnya itu lebih baik daripada ia mengemis kepada seseorang, baik diberi atau ditolak.” (HR. Bukhari).
Hadis yang baru saja disebutkan secara tegas berisi anjuran untuk kita agar mau bergerak untuk mencari rezeki, kendati pekerjaan yang kita jalani saat ini ‘remeh’ menurut pandangan masyarakat pada umumnya, atau pekerjaan kita biasa saja, namun selama itu halal maka tidak mengapa, dibanding kita bergantung pada aktivitas meminta-minta kepada orang lain tanpa ada usaha, maka lebih baik bekerja.
Berkaitan dengan hal ini, para nabi dapat menjadi teladan bagi kita. Mereka adalah orang yang kesholehannya tidak diragukan lagi, akan tetapi mereka juga tidak lupa terhadap pencarian akan kehidupan dunia supaya kebutuhan hariannya terpenuhi.
Jamaah sekalian, contohlah Nabi Daud yang makanannya berasal dari hasil usaha yang dikerjakannya sendiri, kemudian contohlah Nabi Musa yang untuk mendapatkan makanan yang halal. Begitu pun dengan Nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkenal sebagai pedagang di masa mudanya. Apabila motivasi duniawi yang membuat kita semangat dalam bekerja tidak cukup bagi kita, ingatlah terhadap motivasi ukhrawi, bahwa Nabi pernah bersabda:
مَنْ اَمْسَى كَالًّا مِنْ عَمَلِ يَدَيْهِ اَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ
Artinya: “Siapa pun yang di waktu sore merasa lelah karena mencari nafkah, maka di saat itu dosanya diampuni.” (HR. Thabrani).
Tentu ketika mencari rezeki harus dari cara yang halal. Jangan terjebak dengan perkataan “Cari haram saja susah, apalagi yang halal”. Padahal mencari yang halal itu jauh lebih mudah. Allah membuat jalan halal itu lebih banyak dari jalan yang haram
Jika kita menjauhi yang haram. Jika kita menolak orderan natal, ingin cari yang halal dan berkah … Rezeki kita pun tak tertukar. Jangan kira ketika tidak menerima orderan semacam itu, rezeki kita pergi dan tertukar pada orang lain. Justru ketika kita ingin yang halal, Allah terus berkahi dan menambahkan rezeki.
Rezeki tak mungkin tertukar, Allah pasti membagi rezeki dengan adil.
إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Al Isra’: 30)
Ingat pula janji ini …
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5: 363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali berkata bahwa sanad hadits ini shahih)
Dengan kita meninggalkan yang haram karena Allah, maka akan diganti dengan yang lebih baik.
Yang terpenting lagi soal rezeki adalah, rezeki tidak selalu berbentuk harta. Rezeki bisa berbentuk materi, bisa juga berbentuk non-materi. Rezeki bisa juga berbentuk spiritual. Kita setiap hari bisa melaksanakan shalat, melaksanakan puasa dan menunaikan zakat di bulan Ramadhan, bahkan hingga melaksanakan ibadah haji. Itu merupakan rezeki. Ya, rezeki ketaatan dan hidayah yang diturunkan kepada para hamba yang dikehendaki oleh-Nya. Bukankah ibadah yang kita lakukan memiliki sisi kemanfaatan bagi diri kita sendiri, baik di dunia maupun di akhirat? Ya, itulah yang dinamakan rezeki.
Selain ibadah, rezeki itu juga dapat berupa teman yang baik, yang mengarahkan kita kepada jalan-jalan kebaikan. Lebih-lebih teman kita mengerti dan paham ilmu agama, sehingga menjadi wasilah kedekatan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Selain itu, jodoh yang baik adalah rezeki juga. Pasangan yang baik akan menjadikan diri kita tenang dan damai dalam menjalankan bahtera rumah tangga hingga akhir hayat nanti, bahkan hingga kembali dipertemukan di surga.
Kemudian, pendidikan yang sekarang kita dapatkan, baik di sekolah, di kampus, di majelis taklim, atau di tempat mana pun, itu merupakan rezeki dari Allah subhanahu wa ta’ala yang perlu kita syukuri, sebab pendidikan yang kita dapatkan saat ini, akan bermanfaat bagi kehidupan kita.
Yang paling sering kita abaikan untuk disyukuri adalah rezeki kesehatan badan kita, betapa kita bisa menghirup oksigen tiap detiknya. Tak dapat dibayangkan apabila satu menit saja kita tidak dapat menghirupnya, tentu sesaklah nafas kita
Menyangkut soal rezeki memang manusia adalah makhluk yang sering merasa riskan dan risau soal penghidupan duniawinya. Hal itu merupakan sifat manusiawi bagi kita, sebab tanpa naluri kecemasan akan rezeki, tubuh kita tidak akan merespons untuk bergerak mencari nafkah. Akan tetapi, rasa cemas yang berlebihan terhadap rezeki pun tidaklah baik. Apalagi rasa cemas tersebut tidak dibarengi dengan kesadaran bahwa rezeki tidak hanya yang bersifat materi saja, akan tetapi jika kita mau merenung dan berpikir, betapa baiknya Allah kepada kita dengan segala hal yang saat ini bisa kita nikmati dan ambil manfaat darinya. Itulah rezeki.