Artikel

Isra Mi’raj: Titik Balik Perjalanan Iman dalam Islam

Oleh : Nurfahmi Fadlillah, S.P., M.P. (Sekolah Tabligh PWM Jateng di UMPP)

Peristiwa Isra Mi’raj adalah salah satu momen paling monumental dalam sejarah Islam yang terjadi pada tahun kesepuluh setelah kenabian, sekitar 621 M. Momen ini bukan hanya sebuah perjalanan fisik Nabi Muhammad SAW, tetapi juga merupakan perjalanan spiritual yang penuh makna mendalam bagi umat Islam. Isra Mi’raj dapat dipandang sebagai titik balik dalam perjalanan iman seorang Muslim, baik dalam konteks kehidupan Nabi Muhammad SAW maupun bagi umat Islam secara keseluruhan.

Isra Mi’raj terdiri dari dua bagian penting: Isra, perjalanan malam dari Masjid al-Haram di Mekah menuju Masjid al-Aqsa di Yerusalem, dan Mi’raj, perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid al-Aqsa menuju Sidratul Muntaha, tempat yang sangat tinggi yang hanya bisa dicapai oleh Nabi Muhammad SAW. Isra Mi’raj terjadi di tengah-tengah kesulitan dan ujian yang dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW. Sebelum peristiwa tersebut, Nabi Muhammad baru saja mengalami Tahun Kesedihan (Am al-Huzn), di mana beliau kehilangan dua sosok yang sangat dekat dengan beliau, yaitu istri tercinta Khadijah dan pamannya Abu Talib. Tahun ini penuh dengan penolakan, penghinaan, dan siksaan dari kaum Quraisy. Dalam konteks ini, Isra Mi’raj bisa dipandang sebagai sebuah penguatan spiritual dan penguatan iman bagi Nabi Muhammad SAW, serta umat Islam pada umumnya. Ada beberapa pembelajaran dari perjalanan isra miraj yang bisa diambil sebagai titik balik perjalanan iman dalam islam.

Keteguhan dalam menghadapi ujian

Isra Mi’raj mengajarkan umat Islam tentang keteguhan hati dan kesabaran menghadapi ujian hidup. Nabi Muhammad SAW dihadapkan pada penolakan, penghinaan, dan siksaan dari kaum Quraisy. Namun, Allah memberikan penghargaan spiritual yang luar biasa melalui peristiwa ini. Allah berfirman dalam Surah Al-Ahqaf (46:35):

فَٱصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُو۟لُوا۟ ٱلْعَزْمِ مِنَ ٱلرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِل لَّهُمْ ۚ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوٓا۟ إِلَّا سَاعَةً مِّن نَّهَارٍۭ ۚ بَلَٰغٌ ۚ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا ٱلْقَوْمُ ٱلْفَٰسِقُونَ

“Maka bersabarlah kamu sebagaimana orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul yang telah lalu, dan janganlah kamu mendesak mereka (menginginkan) azab bagi mereka. Hari kiamat pasti akan datang, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Ayat ini mengingatkan umat Islam untuk bersabar dalam menghadapi ujian hidup, sebagaimana para nabi terdahulu yang tetap sabar meskipun menghadapi banyak tantangan.

Adapula hadist dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya besarnya pahala (di sisi Allah) sebanding dengan besarnya ujian. Jika Allah mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka. Barang siapa yang ridha maka ia akan mendapatkan keridhaan, dan barang siapa yang marah maka ia akan mendapat murka.” (HR. Tirmidzi)

Kekuatan Doa dan Ibadah

Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan Mi’raj menerima perintah Allah tentang kewajiban shalat lima waktu, yang menjadi tiang agama dalam Islam. Shalat bukan sekadar ritual, tetapi juga sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, memperbaharui niat, dan membersihkan hati. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah (2:45):

وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَٰشِعِينَ

“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat; sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.”

Ini menunjukkan bahwa shalat adalah salah satu cara utama untuk memperoleh pertolongan Allah, meskipun pada awalnya terasa berat, namun bagi orang yang khusyuk, shalat menjadi sumber ketenangan dan kekuatan. Selain itu dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda:

“Shalat adalah tiang agama, barang siapa yang mendirikan shalat, maka ia telah mendirikan agama, dan barang siapa yang meninggalkan shalat, maka ia telah meruntuhkan agama.” (HR. At-Tirmidzi)

Dunia Sementara, Akhirat Selamanya

Isra Mi’raj mengingatkan umat Islam bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara dan bahwa tujuan utama hidup adalah untuk meraih kebahagiaan di akhirat. Nabi Muhammad SAW diperlihatkan dengan gambaran surga dan neraka di akhir perjalanan Isra Mi’raj, sebagai pengingat bahwa setiap amal perbuatan akan mendapatkan balasan yang sesuai. Sebagaimana dijelaskan dalam dalam Surah Al-Imran (3:185), Allah SWT berfirman :

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَاِنَّمَا تُوَفَّوْنَ اُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya balasanmu pada hari kiamat akan disempurnakan. Maka barang siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sesungguhnya ia telah beruntung. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kenikmatan yang memperdaya.”

Ayat ini mengingatkan kita bahwa kehidupan dunia hanya sementara dan bahwa tujuan akhir kita adalah meraih kebahagiaan di akhirat, yaitu dengan selamat dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Sebagaimana dijelaskan dalam hadist, Rasullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang saleh. Namun, sesungguhnya yang lebih utama adalah amal shalih yang dilakukan dalam kehidupan dunia, yang akan membawa kebahagiaan di akhirat.” (HR. Muslim)

Hadits ini mengajarkan kita untuk lebih fokus pada amal shalih dan kehidupan yang akan kita jalani setelah mati, yang jauh lebih kekal dibandingkan kenikmatan duniawi.

Peristiwa Isra Mi’raj mengajarkan umat Islam banyak hal yang mendalam, termasuk pentingnya shalat, keteguhan iman dalam menghadapi ujian, hubungan yang erat dengan Allah melalui doa, dan keutamaan untuk mengejar akhirat. Dengan mengikuti petunjuk dan teladan Nabi Muhammad SAW, umat Islam diajak untuk terus memperbaiki diri, menjalankan perintah Allah dengan sepenuh hati, dan berfokus pada kehidupan akhirat yang kekal.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button