Menghadapi Musibah
Oleh : Adi Sabwa Isti Besari A (Peserta Sekolah Tabligh PWM Jateng di UMKABA)

Minggu ini, beberapa daerah di Jawa Tengah, seperti Pekalongan, Batang dan Kendal diterpa hujan deras yang mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti longsor dan banjir yang menghancurkan pemukiman warga dan memakan korban jiwa. Kejadian seperti ini merupakan musibah yang Allah tetapkan kepada ciptaan-Nya. Apakah musibah ini membawa kebaikan atau kecelakaan, maka itu tergantung dengan bagaimana sikap manusia dalam menghadapi musibah tersebut.
Musibah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Cobaan merupakan hal yang pasti, sebagaimana yang telah Allah SWT firmankan dalam Al-Qur’an:
ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ
(Dia yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian siapa yang terbaik amalnya). (Al Mulk : 2)
Bahkan Allah juga berfirman :
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
Artinya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. ( Al-Baqarah 155 )
Jika seseorang tidak ingin diuji, maka konsekuensinya adalah ia tidak hidup. Sebab, ujian adalah sunnatullah yang berlaku bagi semua makhluk hidup. Bahkan, orang-orang kafir yang tidak beriman pun diuji, apalagi mereka yang memiliki iman kepada Allah SWT. Inilah tabiat kehidupan, sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindari. Cobaan adalah proses yang akan terus terjadi, sebagai ujian keimanan dan kesabaran seorang hamba
Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا۟ ٱلْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوْا۟ مِن قَبْلِكُم ۖ مَّسَّتْهُمُ ٱلْبَأْسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلْزِلُوا۟ حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصْرُ ٱللَّهِ ۗ أَلَآ إِنَّ نَصْرَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ
Artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. Al-Baqarah 214
Sikap Menyambut Musibah
Ketika musibah datang, sikap kita sangat menentukan hasil dari ujian tersebut. Penting untuk diingat bahwa musibah seringkali datang tiba-tiba, tanpa tanda atau peringatan terlebih dahulu. Karena itu, kita harus senantiasa mempersiapkan diri, baik secara mental, spiritual, maupun emosional, agar siap menghadapi segala kemungkinan yang Allah takdirkan.
Saat cobaan datang, kita harus mengetahui bagaimana cara bersikap dengan benar. Jangan sampai, karena salah dalam menghadapi musibah, kita justru merugikan diri sendiri. Bukannya mendapat pahala dari kesabaran, malah terjerumus dalam dosa karena sikap yang keliru—seperti mengeluh, berprasangka buruk kepada Allah, atau menyalahkan takdir. Ingatlah, jika kita salah bersikap, kerugian itu menjadi dua kali lipat. Tidak hanya menanggung beratnya musibah, tetapi juga menambah dosa akibat ketidaksabaran.
Musibah yang diterima dengan sabar dan ikhlas adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menghapus dosa-dosa kita. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu memohon kekuatan dan petunjuk kepada Allah agar mampu menghadapi setiap cobaan dengan hati yang tenang, sikap yang sabar, dan penuh keimanan. Dengan demikian, musibah yang datang akan menjadi ladang pahala, bukan sumber penyesalan.
Bagaimana Cara Menghadapi Musibah
Hal pertama yang harus dilakukan ketika musibah datang adalah istirja’, yakni mengembalikan semua urusan kepada Allah SWT dengan mengucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kepada-Nyalah kami kembali). Ucapan ini memiliki pengaruh yang sangat kuat, terutama jika kita benar-benar memahami maknanya. Kita menyadari bahwa segala yang ada di dunia ini adalah milik Allah; kita hanya dititipi, dan Allah berhak mengambil titipan-Nya kapan saja sesuai dengan kehendak-Nya.
Sebagai contoh nyata, ada seorang peternak yang kehilangan seluruh usahanya: 4.000 ayam dan 4 ton pakan habis dalam sekejap. Ini mengingatkan kita bahwa semua yang kita miliki hanyalah titipan sementara. Ketika Allah mengambil kembali apa yang telah dititipkan, tugas kita adalah berserah diri dengan penuh kesadaran bahwa ini adalah bagian dari rencana-Nya yang terbaik.
Selain istirja’, kita juga dianjurkan untuk membaca “Alhamdulillah ‘ala kulli hal” (Segala puji bagi Allah atas segala keadaan). Kalimat ini membantu kita menerima musibah dengan lapang dada dan tetap bersyukur dalam segala kondisi. Lebih dari itu, Rasulullah SAW juga mengajarkan sebuah doa yang sangat penting untuk dibaca ketika musibah menimpa:
اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا
(Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibah ini, dan gantilah untukku dengan yang lebih baik darinya).
Doa ini tidak hanya membantu kita untuk bersabar, tetapi juga mengingatkan bahwa di balik musibah selalu ada hikmah dan balasan yang lebih baik dari Allah, jika kita mampu bersikap dengan benar.
Dengan memahami dan mengamalkan sikap ini, musibah yang datang tidak akan menjadi beban semata, melainkan menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, menambah keimanan, dan menjadi sebab datangnya kebaikan di masa depan.
Langkah kedua, ketika musibah atau kesedihan menimpa, salah satu cara terbaik untuk merespons adalah melihat orang lain yang mengalami keadaan lebih berat atau lebih menderita. Dengan begitu, kita akan belajar bersyukur dan menyadari bahwa kondisi kita masih jauh lebih baik dibandingkan banyak orang lainnya. Hal ini membantu menjaga hati dari rasa putus asa dan mendorong kita untuk lebih sabar.
Namun, satu hal yang perlu diingat adalah jangan pernah mengeluh kepada manusia. Dalam Al-Qur’an, Nabi Ya’qub AS memberi kita contoh yang sangat indah. Ketika ditanya tentang kesedihan dan penderitaannya, beliau berkata,
قَالَ اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ وَاَعْلَمُ مِنَ اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ ٨٦
Dia (Ya‘qub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui. Yusuf 86
Sikap ini mengajarkan bahwa hanya Allah yang mampu mendengar keluh kesah kita sepenuhnya, memahami keadaan kita secara menyeluruh, dan memberikan solusi terbaik.
Jika hati sedang diliputi kesedihan, jalan utama untuk mencari ketenangan adalah dengan shalat, dzikir, dan mengadukan segalanya kepada Allah. Rasulullah SAW pernah berkata kepada Bilal: “Wahai Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat.” Sholat adalah pelipur lara dan tempat terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ketika kita bersujud, kita berada di titik terdekat dengan-Nya, dan itulah waktu terbaik untuk mencurahkan segala isi hati.
Memang, terkadang kita membutuhkan saran atau pendapat dari orang lain, dan itu tidaklah salah. Namun, jangan pernah menjadikan manusia sebagai sandaran utama, karena mereka tidak selalu mampu menyelesaikan masalah kita. Bahkan, curhat kepada manusia kadang justru menambah masalah baru. Sebaliknya, jika kita menggantungkan harapan kepada Allah, kita tidak akan pernah kecewa, karena Dia Maha Mendengar dan Maha Penyayang.
Oleh karena itu, ketika musibah datang, jadikan Allah sebagai tempat utama untuk mengadu, memohon kekuatan, dan mencari solusi. Dengan begitu, hati akan menjadi lebih tenang, dan kita akan mendapatkan kekuatan untuk menghadapi setiap ujian yang datang.
Renungan ketika mendapatkan musibah
Musibah adalah bagian dari kehidupan yang tidak dapat dihindari, dan cara terbaik untuk menghadapinya adalah dengan sabar. Sabar bukan sekadar menerima keadaan, tetapi juga meyakini bahwa di balik setiap ujian ada hikmah dan kebaikan yang Allah siapkan. Berikut adalah beberapa renungan yang dapat membantu kita untuk tetap sabar saat menghadapi musibah:
- Musibah itu pasti terjadi.
Tidak ada satu pun manusia yang bisa lolos dari ujian. Allah telah menetapkan bahwa hidup ini adalah tempat untuk diuji. Seberapa pun kita berusaha menghindarinya, musibah akan tetap ada karena itu adalah sunnatullah.
- Musibah sudah dicatat dalam takdir Allah.
Segala sesuatu yang menimpa kita, baik itu musibah maupun nikmat, telah tertulis dalam Lauhul Mahfuzh. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda
“Apa saja musibah yang menimpa kamu, tidak akan meleset darimu, dan apa yang tidak ditakdirkan untukmu, tidak akan pernah menimpa kamu.”
Maka, jika kita memahami bahwa semua telah diatur oleh Allah, hati kita akan lebih mudah menerima dan tidak diliputi rasa gelisah.
- Musibah bisa jadi lebih baik untuk kita.
Allah SWT berfirman:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَࣖ ٢١٦
Diwajibkan atasmu berperang, padahal itu kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. (Al Baqarah : 216)
Apa yang tampak buruk bagi kita pada awalnya, bisa jadi merupakan jalan menuju kebaikan yang tidak pernah kita duga. Terkadang, kita tidak memahami hikmah dari musibah saat ini, tetapi Allah Maha Tahu rencana terbaik untuk hamba-Nya.
Untuk mendapatkan kebaikan dari musibah, kita harus mengikuti prosedur yang benar, yaitu bersabar dan berprasangka baik (husnuzan) kepada Allah. Ujian hanya menjadi ladang pahala jika kita bersikap sabar dan ikhlas. Sebaliknya, jika kita merespons dengan keluhan atau putus asa, musibah itu bisa berubah menjadi dosa.
Jika sulit menemukan manfaat dari musibah, kita dapat merenungkan kisah Nabi Khidir AS dan Nabi Musa AS. Dalam salah satu peristiwa, Nabi Khidir membunuh seorang anak kecil yang sebenarnya merupakan takdir terbaik untuk keluarganya. Hal ini mengajarkan bahwa tidak semua musibah dapat kita pahami saat ini, tetapi kita harus yakin bahwa di baliknya ada hikmah yang lebih besar.
Musibah yang berupa kehilangan juga bisa menjadi bentuk kasih sayang Allah. Misalnya, ketika seseorang kehilangan harta, jabatan, atau sesuatu yang dicintainya, bisa jadi karena Allah tahu ia tidak akan mampu menjaga, mendidik, atau memanfaatkannya dengan baik. Bahkan, jika hal tersebut tetap ada, justru bisa menjadi beban yang lebih besar dan mendatangkan keburukan.
Maka dari itu, ketika musibah datang, hadapilah dengan sabar, ikhlas, dan penuh keyakinan bahwa Allah memiliki rencana yang terbaik untuk kita. Dengan mengikuti prosedur sabar dan husnudzon, musibah tidak hanya menjadi ujian, tetapi juga menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh pahala yang besar.