Artikel

Stoikisme dalam Islam

Oleh: Dwi Kusumaningtyas, S.Pd., M.Pd. (Peserta Sekolah Tabligh PWM Jateng di UMKABA)

Stoikisme, sebuah filosofi kuno yang berasal dari Yunani, mengajarkan bagaimana manusia dapat mencapai kebijaksanaan dan ketenangan jiwa melalui pengendalian diri, penerimaan atas takdir, dan hidup selaras dengan alam. Meskipun Stoikisme muncul dari tradisi yang berbeda, nilai-nilainya memiliki banyak kesamaan dengan ajaran Islam. Islam sebagai agama yang menyeluruh juga menekankan pada pengendalian emosi, ketabahan menghadapi cobaan, serta kepasrahan kepada Allah SWT.

Prinsip-Prinsip Stoikisme yang Selaras dengan Islam:

1. Penerimaan Takdir (Qadarullah)

Dalam Stoikisme, konsep amor fati (mencintai takdir) mengajarkan untuk menerima segala sesuatu yang terjadi sebagai bagian dari kehendak alam semesta. Dalam Islam, konsep ini sejajar dengan keyakinan pada qada dan qadar, bahwa segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah SWT. Seorang Muslim diajarkan untuk menerima takdir, baik yang menyenangkan maupun yang tidak, dengan sikap ridha. Sebagaimana firman Allah:

وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216).

2. Pengendalian Emosi dan Nafsu

Stoikisme menekankan pengendalian diri terhadap emosi negatif seperti kemarahan, iri hati, dan kesedihan. Hal ini juga diajarkan dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda:

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرُعة، وَلَكِنَّ الشَّدِيدَ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

“Bukanlah orang yang kuat itu yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat adalah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Islam mengajarkan bahwa kebijaksanaan sejati terletak pada kemampuan untuk mengendalikan nafsu dan menjaga hati tetap bersih dari sifat-sifat buruk.

3. Hidup Berdasarkan Nilai-Nilai Kebaikan

Para filsuf Stoik percaya bahwa hidup yang baik adalah hidup yang selaras dengan kebajikan. Dalam Islam, hidup yang baik adalah hidup yang dijalankan berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah, yang menekankan nilai-nilai kejujuran, kesabaran, keadilan, dan kasih sayang. Allah SWT berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi kepada kerabat.” (QS. An-Nahl: 90).

4. Fokus pada Hal yang Bisa Dikontrol

Stoikisme mengajarkan untuk memusatkan perhatian pada hal-hal yang berada dalam kendali kita dan tidak terpengaruh oleh hal-hal di luar kendali. Dalam Islam, konsep ini tercermin dalam tawakal, yakni menyerahkan hasil usaha sepenuhnya kepada Allah setelah melakukan ikhtiar. Rasulullah SAW bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ، تَغْدُوا خِمَاصاً وَتَرُوْحُ بِطَاناً

“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki: ia pergi pagi dalam keadaan lapar dan kembali sore dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi).

Dalam Islam, konsep-konsep yang mirip dengan Stoikisme tidak hanya sekadar filosofi, tetapi juga menjadi bagian dari ibadah. Muslim diajarkan untuk selalu bersabar dalam menghadapi ujian, bersyukur atas nikmat, dan terus berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Ajaran ini membawa ketenangan jiwa karena seorang Muslim percaya bahwa Allah adalah pengatur terbaik segala sesuatu.

Meski Stoikisme dan Islam berasal dari tradisi yang berbeda, keduanya menawarkan panduan untuk hidup dengan penuh kebijaksanaan, ketenangan, dan penerimaan terhadap takdir. Islam memberikan dimensi spiritual yang lebih dalam, karena segala pengendalian diri dan penerimaan takdir dilakukan semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah. Dengan memahami ajaran Islam secara mendalam, seorang Muslim dapat menemukan jalan untuk menjadi pribadi yang lebih tenang, kuat, dan bijaksana dalam menghadapi kehidupan.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button