
Kisah ini berawal ketika aturan masuk sekolah pukul 07.00 dan ada beberapa siswa yang datang terlambat dan harus bertemu dengan guru piket untuk menjelaskan alasan keterlambatannya untuk selanjutnya diambil layanan dan treatment yang tepat. Suatu ketika datanglah beberapa anak yang keterlambatannya agak di luar batas kewajaran. Guru piket yang hari itu bertugas mencoba mengambil tindakan dengan penuh kebijaksanaan dan kesabaran. Saat ditanya kenapa terlambat? Mereka yang terlambat itu kompak menjawab “roda kendaraan yang ditumpanginya gembes”. Langkah yang diambil guru terbilang unik dan tidak diperkirakan oleh siswa yang berulangkali datang terlambat ini. Dengan suara yang lembut dan santui guru memanggil satu persatu siswa tersebut untuk selanjutnya memberikan pertanyaan yang sama untuk empat siswa yang terlambat tersebut.
Siswa pertama masuk ke ruangan sendiri untuk mendapatkan pertanyaan dari gurunya sekaligus menguji kejujurannya sembari disuruh untuk bersumpah. Ketika ditanya roda sebelah mana yang gembes? Sejenak ia terdiam untuk berfikir apa jawaban yang harus diberikan. Siswa tersebut menjawab roda sebelah kanan depan yang bocor. Ketika siswa yang kedua masuk dan mendapatkan pertanyaan yang sama ternyata ia menjawab roda depan sebelah kiri. Siswa ketiga menjawab roda belakang sebelah kanan. Sedangkan siswa yang keempat memberikan jawaban yang berbeda lagi yakni roda belakang sebelah kiri yang gembes. Selanjutnya keempat siswa tersebut dikumpulkan dan guru menasehati untuk berbicara jujur dan tidak mudah mengumbar sumpah palsu. Sebagai seorang muslim mestinya menghindari sumpah palsu yang merupakan perilaku tercela dan menjadi salah satu sifat yang menjauhkan pelakunya dari mendapatkan rahmatnya Allah yang dalam al-Qur`an disebut dengan istilah Ibadurrahman. Dalam Al-Qur`an surat al-Furqan Ayat 72 alah menjelaskan:
وَالَّذِيْنَ لَا يَشْهَدُوْنَ الزُّوْرَۙ وَاِذَا مَرُّوْا بِاللَّغْوِ مَرُّوْا كِرَامًا
Yang artinya:
“ Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka berlalu dengan menjaga kehormatan dirinya.
Menurut Tafsir Kementerian Agama
Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa di antara sifat hamba Allah Yang Maha Pengasih adalah tidak mau dan tidak pernah melakukan sumpah palsu. Apabila lewat di hadapan orang-orang yang suka mengucapkan kata-kata yang tidak karuan dan tidak ada faedahnya sama sekali, dia berlalu tanpa ikut bergabung dengan mereka. Dia menyadari bahwa seorang mukmin tidak layak melayani orang-orang yang menyia-nyiakan waktunya yang sangat berharga dengan omong kosong, apalagi bila waktu itu dipergunakan untuk membicarakan hal-hal yang membawa kepada perbuatan dosa seperti mempergunjingkan orang atau menuduh orang-orang yang tidak bersalah dan lain-lain sebagainya.
Bersumpah palsu sangat dilarang dalam agama Islam, karena ketika bersumpah itu, seseorang telah berdusta dan tidak menyatakan yang sebenarnya. Banyak sekali orang yang melakukan sumpah palsu untuk membela orang-orang yang tidak benar agar orang itu dapat merampas atau memiliki hak orang lain dan melakukan kezaliman. Padahal, kalau ia tidak ikut bersumpah, tentulah yang hak itu akan nyata dan jelas, serta tidak akan terjadi kezaliman atau perampasan hak. Sebagai seorang mukmin, dia harus berdiri di pihak yang benar dan harus merasa bertanggung jawab untuk menegakkan keadilan dan memberantas kezaliman.
Umar bin Khaththab sangat marah kepada orang yang melakukan sumpah palsu dan dia pernah mendera orang yang bersumpah palsu 40 kali dera, mencorengi mukanya dengan warna hitam, mencukur semua rambut kepalanya, dan kemudian mengaraknya di tengah pasar. Sifat dan sikap hamba-hamba Allah yang terpuji ini digambarkan Allah dalam firman-Nya:
Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk, mereka berpaling darinya dan berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, semoga selamatlah kamu, kami tidak ingin (bergaul) dengan orang-orang bodoh.” (al-Qasas/28: 55).
Semoga Allah melindungi kita dari perilaku tercela ini. Amin