Pentingnya Pendidikan Iman
Oleh : Adi Sabwa Isti Besari A (Peserta Sekolah Tabligh PWM Jateng di UMKABA)

Pentingya Orang Tua dalam Pendidikan Anak
Peran orang tua dalam pendidikan anak sangatlah besar dan tidak dapat digantikan oleh siapa pun. Pendidikan utama anak seharusnya tetap menjadi tanggung jawab orang tua, bukan diserahkan sepenuhnya kepada pihak lain, seperti pembantu rumah tangga, hanya karena kesibukan bekerja. Hal ini penting karena tidak semua orang yang dititipi tugas mendidik anak memiliki pemahaman atau kemampuan yang benar. Jika pengasuhan dilakukan oleh orang yang kurang memahami nilai-nilai yang baik, anak justru bisa mendapatkan pengaruh yang tidak benar. Oleh karena itu, tugas utama orang tua adalah mengarahkan dan mendidik anaknya agar tetap berada di jalan yang benar, membangun karakter yang kuat, dan memberikan fondasi yang kokoh untuk masa depan anak.
Kelalaian Orang Tua dalam Pendidikan Keimanan Anak
Salah satu kesalahan besar yang sering terjadi adalah kelalaian orang tua dalam memberikan bekal iman kepada anak-anak mereka. Contohnya terlihat jelas ketika kita membandingkan perhatian orang tua terhadap kebutuhan fisik seperti makan dengan perhatian terhadap kebutuhan spiritual seperti sholat. Banyak ibu yang khawatir ketika anaknya belum makan dan bahkan sampai mencari anaknya ke rumah tetangga untuk memastikan ia makan dengan cukup. Namun, kapan seorang ibu pernah mencari anaknya dengan kekhawatiran yang sama karena belum sholat?
Contoh ekstrimnya, jika seorang anak tidak makan selama tiga hari, orang tuanya pasti akan cemas, mencari obat, atau bahkan segera membawa anaknya ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Sebaliknya, jika anak tidak sholat selama tiga hari, sering kali tidak ada reaksi serupa dari orang tua. Mereka mungkin menganggapnya biasa saja atau bahkan menenangkan diri dengan berpikir bahwa hal itu tidak menjadi masalah karena anaknya punya banyak teman. Padahal, perhatian terhadap aspek spiritual seperti sholat seharusnya menjadi prioritas yang sama pentingnya, bahkan lebih, karena iman adalah bekal utama yang akan membimbing anak sepanjang hidupnya.
Yang lebih memprihatinkan adalah bagaimana prestasi dunia seringkali dihargai dengan luar biasa, sementara prestasi dalam ibadah sering diabaikan. Misalnya, ketika anak mendapatkan juara 1 di sekolah, orang tua langsung memberikan apresiasi besar. “Kalau juara 1, boleh minta apa saja,” adalah kalimat yang sering kita dengar. Namun, bagaimana jika anak berhasil menghafal Juz Amma? Sering kali, apresiasi yang diberikan jauh lebih minim atau bahkan tidak ada, dengan alasan supaya anak tetap ikhlas.
Padahal, masalahnya bukan soal ikhlas atau tidak, melainkan bagaimana cara kita menunjukkan apresiasi terhadap anak. Prestasi dalam ibadah, seperti menghafal Al-Qur’an, melaksanakan puasa sebulan penuh, atau sholat tepat waktu, seharusnya diberi penghargaan yang sama besar, bahkan lebih, dibandingkan prestasi dunia. Misalnya, ketika anak berhasil puasa penuh selama Ramadhan, berikanlah reward untuk mendorong semangatnya.
Apresiasi seperti ini tidak hanya memotivasi anak tetapi juga mengajarkan bahwa beribadah, selain mengharap balasan akhirat, juga membawa kebahagiaan di dunia. Sama seperti bekerja, kita berharap mendapatkan pahala, tetapi kita juga ingin hasil yang nyata seperti penghasilan. Dengan cara ini, anak-anak akan tumbuh dengan memahami bahwa ibadah adalah sesuatu yang bernilai tinggi dan pantas untuk dirayakan, baik di dunia maupun di akhirat.
Kenapa Bekal Iman Itu Penting?
Bekal iman adalah perintah langsung dari Allah. Allah memerintahkan kita untuk menjaga diri kita dan keluarga kita untuk menjaga diri api neraka. Dan kita hanya bisa terhindar dari siksaan neraka ketika ada iman dan amal shalih di dalam diri kita., sebagaimana disebutkan dalam Surat At-Tahrim : 6
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Jika orang tua mengabaikan kewajiban ini, maka mereka akan menanggung dosa dari kelalaian tersebut. Jika anak melakukan maksiat dengan fasilitas yang disediakan oleh orang tua, seperti motor atau uang, orang tua juga akan ikut menanggung dosanya. Hal ini telah dijelaskan dalam QS. An-Nisa’ [4]: 85.
مَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً حَسَنَةً يَكُنْ لَهُ نَصِيبٌ مِنْهَا ۖ وَمَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ كِفْلٌ مِنْهَا ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ مُقِيتًا
“Barangsiapa memberi pertolongan dengan pertolongan yang baik, niscaya dia akan memperoleh bagian dari (pahala)nya. Dan barangsiapa memberi pertolongan dengan pertolongan yang buruk, niscaya dia akan memikul bagian dari (dosa)nya. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Dengan kata lain, orang tua tidak hanya cukup memberikan fasilitas, tetapi juga harus memastikan fasilitas tersebut digunakan untuk hal-hal yang baik. Jika digunakan untuk ibadah, orang tua mendapatkan pahala. Sebaliknya, jika digunakan untuk maksiat, mereka akan mendapatkan dosa.
Bagaimana Membekali Anak dengan Iman?
Pembiasaan ibadah harus dimulai sejak anak masih kecil. Sholat, puasa, infak, dan amalan lainnya perlu dikenalkan sejak dini, tanpa harus menunggu mereka dewasa. Misalnya, ajaklah anak ke masjid sejak kecil, bahkan jika mereka bermain-main di dalam masjid, itu masih wajar karena mereka sedang belajar. Begitu pula saat mengajari puasa, biarkan mereka mencoba perlahan, meskipun hanya sampai jam 9 pagi atau 12 siang. Dengan latihan sejak kecil, kebiasaan baik ini akan terbawa hingga dewasa. Jika baru diajarkan saat dewasa, anak cenderung memberikan banyak alasan untuk menghindar.
Kapan Waktu yang Tepat untuk Mendidik Anak?
Waktu mendidik anak adalah sejak mereka lahir hingga salah satu pihak meninggal dunia. Tidak ada kata menyerah dalam mendidik anak. Jika orang tua merasa lelah menasehati, itu berarti mereka sudah siap mendekati akhir hayatnya. Selama masih hidup, tugas mendidik anak tidak akan pernah selesai. Bahkan, jika Allah memberikan ujian berupa anak yang sulit dinasehati atau membangkang, orang tua tetap tidak boleh putus asa. Kebaikan berasal dari Allah, dan Allah memiliki kuasa kun fayakun—jika Dia berkehendak, segala sesuatu dapat berubah seketika.
Sebaliknya, kejahatan tidak terjadi secara tiba-tiba. Kejahatan terjadi secara bertahap, sedikit demi sedikit. Contohnya, seseorang yang mencuri motor biasanya telah melalui proses panjang, mulai dari kebiasaan kecil yang dibiarkan. Anak yang terjerumus dalam pergaulan bebas juga tidak terjadi secara instan; biasanya dimulai dari hal sederhana seperti chatting, berboncengan, hingga akhirnya melampaui batas. Oleh karena itu, perhatian orang tua sejak dini sangat penting untuk mencegah hal-hal buruk dan membekali anak dengan keimanan yang kokoh.
Wallahu A’lam bish shawab