Dakwah Kultural Muhammadiyah Antara Pembaharuan dan Pembauran
Oleh : Putra Rizqi Ma’ruf Fillah, S.Pd. (Sekolah Tabligh Jawa Tengah Angkatan I UMPP)

Muhammadiyah merupakan salah satu ormas terbesar di Indonesia. Banyaknya anggota Muhammadiyah itu simpatisan maupun kader-kadernya. Sudah seyogyanya menjadi bahan renungan bagi kita. Langkah apa yang perlu disiapkan agar dakwah Muhammadiyah tetap eksis diantara arus gelombang transformasi masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Kita tahu bahwa Muhammadiyah adalah salah satu ormas yang mengusung konsep Tajdid ( Pembaharuan ). Namun pada kenyataanya Muhammadiyah menggunakan 3 pendekatan dalam mengkaji suatu pengetahuan. Antara lain :
- Pendekatan Bayani
Pendekatan Bayani merupakan pendekatan yang menitikberatkan terhadap Nas ( Al-qur’an dan Hadist )
- Pendekatan Burhani
Pendekatan Burhani merupakan pendekatan yang menitikberatkan terhadap akal manusia.
- Pendekatan Irfani
Pendekatan Irfani merupakan pendekatan yang menitikberatkan terhadap Urf (Kebiasaan) atau kultural.
Seringkali konsep dakwah yang sering dijumpai adalah menitikbertakan terhadap pendekatan Bayani ataupun Burhani. Kita lupa akan pendekatan Irfani yang mana sejati konsep tersebut sudah dipakai oleh para Wali Songo.
Penyebaran Islam di Nusantara dilakukan dengan cara yang damai. Bagaimana Islam berkembang tentunya salah satunya lewat dakwah dari Wali Songo yang menyebarkan Islam menggunakan media Seni Budaya. Dahulu mayoritas penduduk tanah Jawa adalah Hindu dan Budha. Namun lewat seni budaya yang dalam hal ini adalah menggunakan wayang mampu mengislamisasikan penduduk di pulau jawa agar memeluk agama Islam. Hal itupun menjadi program Muhammadiyah dalam berdakwah agar tidak mengesampingkan budaya. Dalam kaitanya dakwah kultural muhammadiyah jika dikaitkan dengan surat Al- Hujurat ayat 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ada beberapa poin penting dalam berdakwah yaitu pahamilah Manusia, Pahamilah bangsanya, dan pahamilah sukunya. Memahami manusia, bangsa, dan suku tentulah harus menceramati segala aspek yang melekat dengan hal tersebut. Salah satu aspeknya adalah budaya atau kultural. Budaya yang ada di suatu tempat pun beraneka ragam sehingga cara berdakwah pun tidak dapat disamaratakan. Sudah seharusnya kita sebagai generasi milenial harus inovatif dalam berdakwah. Medan dakwah yang dihadapi pun akan sangat berbeda.
Tak jarang memang kita beranggapan bahwa Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang anti akan budaya ataupun Kultur sebab corak pergerakan Muhammadiyah adalah modernisasi dan purifikasi. Yang dimaksud purifikasi di sini adalah pemurnian terhadap aspek aqidah terutama ibadah. Muhammadiyah memegang teguh prinsip bahwa segala hal yang terkait ibadah (ibadah mahdhah atau ‘ubuudiyyah; ibadah dalam pengertian yang sempit) adalah haram untuk dilakukan, kecuali ada perintah dari Al-Quran ataupun Hadits Nabi Muhammad. Sedangkan yang dimaksud modernisasi atau dinamisasi adalah pembaruan penafsiran agama agar sesuai dengan konteks zaman kontemporer. Modernisasi/dinamisasi biasanya dilakukan pada aspek ‘keduniaan’ (sosial, politik, ekonomi, dan seterusnya) atau non-ibadah. Ternyata anggapan tersebut sangatlah keliru. Walaupun prinsip muhammadiyah adalah “Ar-Ruju’ ila al-Qur’an wa as-Sunnah” akan menjadi paradoks juga manakala organisasi yang bersifat modern ini namun pemikiranya masih dalam kejumudan dan kaku.
Di era modern tantangan dalam berdakwah sangatlah kompleks karena kemajemukan masyarakat kita. Dalam Berdakwah pun tentunya untuk menjawab tantangan zaman serta mampu tetap eksis maka diperlukan strategi dakwah yang mampu menjawab permasalahan-permasalahan tersebut.
Penulis : Putra Rizqi Ma’ruf Fillah, S.Pd.
Alumni Sekolah Tabligh Jawa Tengah Angkatan I UMPP