Manna Wa Salwa (Refleksi Akhir Tahun)
Oleh : Mutiatun, S.Pd.I (Peserta Sekolah Tabligh PWM Jateng di UMKABA)

Alhamdulilah sebagai suatu ungkapan syukur seorang hamba kepada Tuhannya atas segala karunia yang telah diterima dan dinikmatinya. Tidak terasa perjalanan 366 hari di tahun 2024 segera berakhir dan akan berganti menuju lembaran baru di tahun 2025. Setiap orang mendapatkan bagian dari karunia-Nya baik itu adalah sesuatu yang disukai atau tidak dikehendaki. Yang membedakan adalah bagaimana cara ia mensikapi dan memaknai setiap proses yang ada. Bagi setiap muslim momen akhir athun menjadi satu sarana untuk berinstropeksi untuk mengevaluaasi apa yang sudah dilaluinya demi perbaikan pada tahun yang akan datang (di samping instropeksi yang sudah dilakukan setiap hari menjelang tidur).
Allah hadir di mana-mana sebagai adz-Dzahir yang tampak dengan jelas melalui ayat- ayat di pentas di alam raya ini sebagai bukti wujud dan keesaan-Nya serta hadir sebagai al-Bathin yang tersembunyi hakekat, zat dan sifat-Nya yang karena sangat jelasnya seakan mata dan indera kita tumpul untuk melihatnya. Beberapa ayat Al-Qur’an yang relevan untuk refleksi akhir tahun, introspeksi diri, dan perbaikan antara lain: QS. Al-Hasyr: 18 tentang Muhasabah (Evaluasi Diri), QS. Ibrahim: 7 tentang bersyukur atas nikmat Allah, QS. Al-Qashash: 77 tentang keseimbangan hidup, QS. Ar-Ra’d: 11 tentang memperbaiki hubungan dengan Allah dan sesama dan QS. Ali ‘Imran: 133 tentang berserah diri dan memohon ampunan.
Berkaitan dengan refleksi akhir tahun ini ada kisah menarik dalam al-Qur`an yang tertuang dalam surat al-Baqarah ayat 47-57. Dalam rangkaian ayat-ayat tersebut Allah menggambarkan bagaimana Bani Israil diberikan karunia yang luar biasa. Ketika Raja Fir`aun dengan kejamnya membunuh setiapa bayi laki-laki yang lahir (genosida) dan membiarkan bayi perempuan hidup dengan tujuan kelak saat remaja akan mengalami pelecehan seksual dan obyek kejahatan lainnya, Bani Israil diselamatkan dan dibiarkan hidup. Ketika dikejar Raja Fir`aun dan bala tentaranya dan berhadapan dengan luaas daan dalamnya laut nerah Allah menyelamatkannya dan menenggelamkan Raja Fir`aun dan pasukannya. Ketika Bani Israil melakukan kesalahan karena menyembah patung anak sapi dan cara untuk bertaubat adalah dengan saling membunuh, Allah menghidupkan kembali. Saat perjalanan dan berada di padang pasir yang sangat panas tanpa ada sumber makanan dan minuman Allah mengirimkan awan untuk melindungi dari panas matahari serta menurunkan Manna wa Salwa sebagai sumber makanan dan minuman yang baik dan penuh gizi yang merupakan kenikmatan tertinggi meskipun mereka kembali mengingkari kebenaran yang disampaikan Nabi Musa a.s. (lihat Tafsir At Tanwir Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah halaman 167-190).
Manna dan Salwa adalah dua jenis makanan yang diberikan oleh Allah kepada Bani Israil selama perjalanan mereka di padang gurun setelah mereka dibebaskan dari perbudakan di Mesir. Kedua makanan ini menjadi bentuk karunia dan pertolongan Allah dalam menghadapi kesulitan mereka. Manna: Menurut para mufassir (ahli tafsir) adalah sejenis makanan manis, mungkin berupa getah atau cairan yang mengeras setelah jatuh dari pohon tertentu, yang dapat dimakan oleh umat Bani Israil. Ada juga yang menyebutnya sebagai sejenis biji-bijian halus atau butiran yang mudah dimakan. Salwa adalah burung yang turun dari langit. Ada juga yang menyebutnya sebagai burung quail atau sejenis burung pemakan biji-bijian. Allah memberikan salwa kepada Bani Israil sebagai daging untuk mereka makan. Manna dan Salwa disebutkan dalam beberapa ayat al-Qur`an yaitu Surah Al-Baqarah ayat 57, Surah Al-A’raf, ayat 160 dan Surah Taha ayat 80.
Bagi orang yang mau merenung dan berfikir secara tulus dan benar pasti akan menyadari bahwa Allah hadir di mana-mana di setiap saat dan semua tempat. Semua ciptaan-Nya pasti akan membawa hikmah dan ibrah yang bisa diambil oleh hamba-Nya yang berilmu dan dengan ilmunya semakin menambah rasa takut kepada Allah (QS Fathir: 28). demikian halnya kehadiran Manna wa Salwa juga membawa hikmah bagi umat Islam.
Menghubungkan kisah manna dan salwa dengan introspeksi akhir tahun dapat memberikan pelajaran yang mendalam bagi kita dalam merenungkan perjalanan hidup yang telah dilalui, serta mempersiapkan diri untuk masa depan. Manna dan Salwa adalah simbol dari karunia Allah yang dapat diartikan sebagai bentuk rezeki yang Allah berikan secara langsung kepada umat-Nya, dan ini membawa banyak hikmah yang relevan untuk direnungkan saat kita mengakhiri tahun dan memulai tahun baru. Di antara Hikmah itu antara lain:
1. Manna dan Salwa sebagai Nikmat Allah yang Tak Terduga
Bani Israil diberikan manna (makanan manis) dan salwa (burung) di tengah-tengah perjalanan panjang yang penuh kesulitan dan kelaparan. Ini adalah bentuk rahmat Allah yang datang dari tempat yang tidak terduga. Manna dan salwa mengingatkan kita bahwa Allah memberikan rezeki kepada hamba-Nya dengan cara yang tidak selalu dapat kita prediksi. Sepanjang tahun yang telah berlalu, kita sering kali menghadapi berbagai tantangan hidup, entah itu dalam pekerjaan, hubungan, atau kesehatan. Mungkin ada kalanya kita merasa kesulitan, namun di saat-saat tersebut, Allah memberikan kita jalan keluar atau nikmat yang tidak kita duga sebelumnya. Inilah waktu yang tepat untuk merenung dan bersyukur atas semua nikmat yang telah Allah berikan, baik yang tampak jelas maupun yang tersembunyi. Seberapa banyak nikmat yang telah kita terima, tanpa kita sadari atau hargai?
2. Syukur terhadap Karunia Allah
Ketika manna dan salwa diberikan kepada Bani Israil, Allah mengingatkan mereka untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan (QS. Al-Baqarah [2]: 57). Namun, meskipun Allah memberikan mereka makanan yang cukup, sebagian dari mereka justru merasa tidak puas dan menginginkan yang lebih baik lagi. Salah satu hal yang perlu kita renungkan di akhir tahun adalah sejauh mana kita telah mensyukuri nikmat yang Allah berikan. Seringkali, kita terjebak dalam keinginan untuk memiliki lebih banyak, tanpa menyadari bahwa apa yang kita miliki saat ini sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan kita. Sebagai bentuk introspeksi, kita perlu bertanya pada diri sendiri: “Apakah aku sudah cukup bersyukur atas apa yang aku miliki, atau aku malah terus-menerus merasa kurang?”
3. Menghadapi Ketidakpuasan dan Ujian
Dalam kisah manna dan salwa, meskipun Allah memberikan karunia yang sangat berlimpah, Bani Israil tetap merasa tidak puas dan menginginkan sesuatu yang lebih baik. Mereka mengeluh tentang makanan yang diberikan, meskipun itu adalah bentuk pertolongan langsung dari Allah. Allah memberi mereka apa yang mereka butuhkan, namun mereka malah mendurhaka. Di akhir tahun, kita juga dapat melihat sejauh mana kita sering merasa tidak puas dengan hidup yang diberikan Allah, meskipun Allah sudah memberi segala yang kita perlukan. Kita mungkin lebih fokus pada hal-hal yang tidak kita miliki, daripada bersyukur atas apa yang sudah ada. Ketidakpuasan ini bisa jadi menjadi ujian bagi kita dalam mencapai kesejahteraan batin. Apakah kita sudah belajar untuk menerima takdir Allah dengan ikhlas ataukah masih banyak keluhan?
4. Merenungkan Tindakan dan Sikap Terhadap Nikmat
Manna dan salwa datang sebagai nikmat Allah, tetapi tantangan bagi Bani Israil adalah bagaimana mereka menanggapi nikmat tersebut. Ada yang menerima dengan penuh syukur, ada pula yang mengeluh dan tidak puas. Sikap terhadap nikmat sangat memengaruhi hidup seseorang dalam jangka panjang. Saat kita menutup tahun ini, kita bisa menilai bagaimana sikap kita terhadap nikmat Allah. Apakah kita lebih banyak mengeluh atau bersyukur? Mungkin ada hal-hal yang kita anggap remeh, tetapi sebenarnya itu adalah nikmat besar yang kita lupakan. Mari renungkan apakah sikap kita selama tahun ini sudah mencerminkan sikap bersyukur atau malah sebaliknya, penuh dengan ketidakpuasan.
5. Memahami Ujian dalam Hidup
Pemberian manna dan salwa bukan hanya tentang nikmat, tetapi juga mengajarkan kita bahwa segala sesuatu yang diberikan Allah adalah ujian. Bani Israil diberikan makanan yang cukup, namun ujian datang dalam bentuk ketidakpuasan mereka. Ini mengajarkan kita bahwa segala rezeki dan nikmat dari Allah adalah ujian untuk melihat sejauh mana kita bisa bersyukur dan tetap menjaga iman. Tahun yang telah berlalu bisa jadi penuh dengan ujian hidup, baik dalam bentuk kesulitan ekonomi, kesehatan, atau hubungan. Namun, setiap ujian tersebut adalah kesempatan untuk memperbaiki diri dan semakin mendekatkan diri kepada Allah. Di akhir tahun ini, mari merenungkan bagaimana kita telah menghadapi ujian-ujian hidup. Apakah kita sudah cukup sabar dan tawakal, ataukah kita lebih banyak mengeluh dan berpaling dari-Nya?
6. Mengambil Hikmah untuk Tahun Depan
Sebagai bagian dari introspeksi akhir tahun, kita bisa mengambil pelajaran dari kisah manna dan salwa. Setiap nikmat yang Allah berikan adalah ujian untuk kita, baik dalam bentuk kebaikan maupun kesulitan. Sebagai umat yang beriman, kita diajarkan untuk bersyukur, sabar, dan ikhlas dalam setiap keadaan. Melalui kisah ini, kita diajak untuk lebih bersyukur atas segala nikmat yang ada, serta lebih sabar dalam menghadapi ujian hidup. Mengakhiri tahun ini, mari kita buat resolusi untuk lebih banyak bersyukur, lebih sabar, dan lebih tawakal kepada Allah. Jadikan tahun depan sebagai tahun untuk berbenah diri, berusaha lebih baik, dan mendekatkan diri kepada Allah. Seperti manna dan salwa yang diberikan kepada Bani Israil, kita pun harus siap menerima segala bentuk nikmat dan ujian dari-Nya dengan penuh rasa syukur dan tawakal.
Sumber bacaan:
- Majelis tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Tafsir at-Tanwir Jilid 1, Yogyakarta, Penerbit Suara Muhammadiyah, 2022
- Shihab, M. Quraisy, Dia Ada Di Mana-mana (Tangan Tuhan di Balik Setiap Fenomena), Jakarta, Lentera Hati, 2015
- Rasyid Bin Husaen Abdul Karim,Materi Pengajian Setahun, Solo, Penerbit Aqwam, 2024