Tak Cukup Retorika Saat Jadi Da’i
Perbedaan Nntara Muballigh/Alim dengan Tukang Ceramah/Penceramah

Hari ini kita saksikan kebanyakan orang lebih kenal dengan tokoh-tokoh (penceramah) yang tidak (berilmu) / tidak ada kaitannya dengan ilmu.
Tokoh-tokoh tersebut juga banyak memberi pengaruh soal keteladanan dan rasa cinta. Hal ini disebabkan karena tokoh tersebut sangat piawai dalam berceramah, sehingga dianggap berbicara dengan landasan ilmu. Maka tidak heran jika orang-orang awam lebih banyak mendatangi para penceramah/orator daripada para ulama.
Ibnu Mas’ud radiallahu’anhu mengatakan:”Sesungguhnya kalian hidup di zaman dimana para ahli fikih/ulamanya sangat banyak dan tukang ceramahnya sedikit……*dan nanti akan datang setelah kalian zaman dimana ulamanya sedikit tapi tukang ceramahnya jauh lebih banyak..*”
Sebagi seorang dai/pendakwah sudah selayaknya bagi kita untuk terus menambah serta memperdalam keilmuan kita, agar disetiap majlis yang kita sampaikan di dalamnya materi-materi agama tidak hanya berisi narasi-narasi kosong tanpa makna, hanya untaian kata-kata yang tersusun rapi, indah dan terkesan penuh dengan ilmu padahal hakikatnya kosong belaka.
Sudah selayaknya seorang dai lebih banyak meluangkan waktunya untuk membaca dan menelaah kitab-kitab dan perkataan para Ulama sebagaimana kesibukannya mengisi ceramah dimana-mana.
Nasehat ini bukanlah untuk mengendurkan semangat kita dalam berdakwah illlah, tapi menjadi motivai bagi kita bahwa ilmu kita memang masih sangat sedikit dibandingkan para ulama, tapi setidaknya jika kita juga fokus memperdalam ilmu yang akan kita sampaikan, akan jauh lebih baik dan lebih mengena ke dalam hati jamaah kita saat kita menyampaikannya.
“Ucapan yang keluar dari hati, maka akan sampai juga ke dalam hati”
Ucapan yang tulus dari hati dimulai dari pemahaman yang benar sesuai petunjuk para ulama dan bukan hanya sekedar susunan kalimat-kalimat indah yang enak di dengar semata.
*Imam Ibnul Jauzi juga berkata:”Dahulu para penceramah adalah golongan para Ahli Fiqih/Ulama…….”*
Mari terus semangat dalam berdakwah, tapi juga dibarengi dengan semangat menuntut ilmu serta menelaah qoul para ulama, sehingga kita juga selamat dari ancaman menyampaikan ilmu tanpa landasan dalil atau bahkan berbohong atas nama Allah dan RosulNya.
“Janganlah menjadi lilin, yang rela menerangi kegelapan disekitarnya, namun dirinya hangus dan habis sampai sirna.”
Wallahu a’lam bisshawab