Menyelami Makna Raport: Pendidikan di Tengah Ketidakpastian dan Perubahan Global
Oleh : S.Hariyadi, M.Pd ( Pemuda Muhammadiyah Kajen, Guru)

Tulisan ini berawal dari kegalauan saya sebagai guru untuk menjelaskan bagaimana memaknai laporan hasil belajar (raport) yang diserahkan setiap semester kepada orang tua atau wali siswa. Selain itu juga ingin mengungkapkan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh anak-anak pada zaman sekarang yang penuh kejutan dan ketidak pastian serta perubahan besar-besaran dalam tatanan kehidupan maupun teknologi.
Memaknai Hasil Belajar
Saya awali tulisan ini dengan penjelasan memaknai laporan hasil belajar (raport). Laporan hasil belajar ini merupakan gambaran dari perkembangan anak selama satu semester (program pembelajaran). Mari kita syukuri setiap pencapaian dan bersama-sama mencari solusi untuk meningkatkan prestasi yang masih perlu ditingkatkan. Keberhasilan pendidikan tidak terlepas dari peran aktif orang tua dan sekolah yang saling mendukung. Dengan membangun komunikasi yang harmonis dan kerjasama yang erat, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang optimal bagi anak untuk berkembang sesuai dengan potensi terbaiknya. Prestasi sudah semestinya patut diapresiasi begitu juga kekurangan mari kita bantu agar mereka melampauinya.
Nilai-nilai yang tertera dalam laporan ini hanyalah sebagian kecil dari capaian anak. Proses belajar yang dilalui anak jauh lebih berharga. Kemampuan untuk bangkit setelah mengalami kesulitan adalah keterampilan hidup yang sangat penting. Mari kita tanamkan pada anak bahwa setiap tantangan adalah peluang untuk belajar dan tumbuh.
Menurut KH. Ahmad Dahlan fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. KH Ahmad Dahlan berpendapat bahwa pelajaran agama, karena pada hakikatnya manusia adalah mahluk ciptaan Allah SWT, jika muatan-muatan pendidikan sejalan dengan tuntutan Al Quran dan Hadist maka manusia dapat memakmurkan bumi dan menjalankan fitrah nya sebagai khalifah di bumi ini dengan baik dan tidak menimbulkan kerusakan.
Selain itu pendapat Ki Hajar Dewantara, pendidikan sejatinya bukan hanya tentang penguasaan ilmu, tetapi juga pembentukan karakter dan kemandirian. Proses belajar harus mengembangkan manusia yang mampu menghadapi kehidupan dengan bijaksana, berdaya juang tinggi, dan tetap memegang nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, mari bersama-sama mendorong anak untuk tidak hanya mengejar hasil akademik, tetapi juga membangun keterampilan dan sikap yang berguna sepanjang hidupnya.
Adab diatas ilmu
Para tokoh pendidikan telah mengajarkan kita bahwa akhlak yang baik adalah tujuan utama pendidikan. Segala ilmu yang dimiliki akan menjadi sia-sia jika tidak disertai dengan perilaku yang baik. Mari kita bersama-sama menanamkan nilai-nilai moral dan etika pada anak-anak kita sejak dini. Nasehat dari banyak tokoh pendidikan dan para ulama adalah bahwa adab berada di atas ilmu, karena puncak dari ilmu sejatinya adalah adab dan perilaku yang baik.
Contoh nyata yang bisa kita amati adalah maraknya kasus cyberbullying di media sosial yang sering melibatkan anak-anak dan remaja. Meskipun mereka mungkin sudah memahami teknologi dan canggih dalam menggunakan perangkat digital, kurangnya nilai-nilai etika dan empati dalam berinteraksi menyebabkan dampak negatif, baik bagi korban maupun pelaku. Kondisi ini menunjukkan bahwa penguasaan ilmu saja tidak cukup tanpa ditopang dengan moral yang kuat. Dengan menanamkan adab dan nilai-nilai kebaikan sejak dini, kita dapat membantu anak-anak kita menjadi individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijak dalam menggunakan ilmunya untuk kebaikan bersama.
Dunia digital telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Sayangnya, tidak semua konten di internet bermanfaat. Sebagai orang tua, kita memiliki peran penting dalam membimbing anak dalam menggunakan teknologi dengan bijak. Mari kita ajarkan anak untuk memilih konten yang positif dan membatasi waktu penggunaan gadget.
Bahaya Mengintai Anak di Era Media Sosial
Platform seperti TikTok yang populer di kalangan anak-anak dan remaja, misalnya, sering kali menyajikan tren yang tidak selalu sesuai dengan nilai-nilai pendidikan dan moral. Beberapa tren berbahaya, seperti tantangan ekstrem atau konten yang mempromosikan gaya hidup negatif, dapat memengaruhi perilaku anak secara langsung. Selain itu, anak-anak juga rentan terhadap informasi palsu (hoaks) yang dengan mudah tersebar melalui media sosial, serta ancaman kejahatan dunia maya seperti perundungan, penipuan, atau eksploitasi.
Era disrupsi teknologi ini membawa perubahan besar, di mana anak-anak terpapar teknologi sejak dini. Dampaknya bisa positif, seperti membuka peluang belajar yang lebih luas, tetapi juga negatif jika tidak disertai dengan pengawasan dan bimbingan yang tepat. Ketergantungan pada gadget dapat mengurangi interaksi sosial, mengganggu waktu tidur, bahkan memengaruhi perkembangan emosional anak.
Sebagai orang tua dan pendidik, sangat penting untuk mendampingi anak dalam memahami manfaat teknologi sekaligus mengenalkan bahaya yang mungkin timbul. Dengan mengajarkan literasi digital sejak dini, anak dapat belajar menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab
Generasi Strawberry
Sering kali kita mendengar istilah generasi strawberry dibahasa oleh banyak tokoh-tokoh pendidikan. Istilah ‘generasi strawberry’ sering digunakan untuk menggambarkan anak-anak muda yang tampak cemerlang dan berbakat, tetapi cenderung rapuh ketika dihadapkan pada tekanan atau tantangan. Mereka tumbuh dalam kenyamanan, sehingga sering kali kurang memiliki ketahanan mental untuk menghadapi kesulitan. Hal ini menjadi tantangan besar bagi guru dan orang tua dalam mendidik mereka di tengah era digital yang penuh distraksi.
Kebingungan sering muncul karena pola asuh dan pendekatan pendidikan yang digunakan belum sepenuhnya menyesuaikan dengan perubahan zaman. Orang tua yang terlalu melindungi anak atau guru yang terlalu menekankan hasil akademik sering kali tidak memberikan ruang bagi anak untuk belajar menghadapi kegagalan atau bertanggung jawab atas keputusan mereka. Akibatnya, anak-anak dapat tumbuh menjadi individu yang kurang mandiri, sulit mengambil inisiatif, dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah.
Jika tidak segera diatasi, perilaku seperti ini dapat berdampak negatif pada kehidupan mereka di masa depan. Ketidakmampuan mengelola stres, kurangnya keterampilan pemecahan masalah, dan ketergantungan pada orang lain dalam membuat keputusan dapat menghambat perkembangan mereka, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional.
Solusi yang dapat diterapkan adalah dengan memberikan anak-anak tanggung jawab yang sesuai dengan usia mereka dan mendukung mereka untuk mengatasi tantangan secara mandiri. Misalnya, membiarkan anak-anak mengelola jadwal belajar mereka sendiri dengan bimbingan, atau mendorong mereka untuk menyelesaikan konflik dengan teman secara sehat. Selain itu, penting juga untuk membangun ketahanan mental melalui diskusi terbuka tentang kegagalan sebagai bagian dari proses belajar, bukan akhir dari segalanya.
Kolaborasi antara orang tua, guru, dan lingkungan sekolah juga sangat penting. Dengan memberikan pendidikan karakter yang berfokus pada nilai-nilai seperti tanggung jawab, ketekunan, dan keberanian menghadapi kesulitan, generasi ini dapat menjadi individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga tangguh dalam menghadapi tantangan kehidupan.