Fenomena Menghilangnya Rasa Malu
Oleh : Zaenal Khusni (Peserta Sekolah Tabligh PWM Jateng di UMKABA)
Fenomena menghilangnya rasa malu
Rasa malu adalah rasa yang sudah semestinya ada pada diri manusia.namun seiring berkembangnya zaman,rasa malupun berangsur-angsur menghilang dari diri manusia. moralitaspun runtuh seiring dengan menghilangnya rasa malu. Sebagai contoh dimasa kini adalah maraknya maksiat ditengah masyarakat umum. seperti perzinahan,perjudian,dan khamr.mereka (ahli maksiat) melakukan perbuatan tersebut dengan terang-terangan dan tanpa rasa malu.lebih mirisnya lagi,hal tersebut telah dianggap hal yang wajar dan lumrah oleh kebanyakan orang.
Jika kita bergeser ke dunia maya,maka akan kita jumpai hal-hal yang jauh dari kata mendidik. konten kreator ataupun influencer sering memberikan contoh yang buruk didalam sosmed. seperti konten joged-joged dengan memakai pakaian yang terbuka serta dengan ucapan-ucapan kotor. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan kepribadian seorang muslim,yakni senantiasa menjaga rasa malunya. Perkara ini sudah dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam bukhari
عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بْنِ عَمْرٍو الأَنْصَارِي البَدْرِي – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى: إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ” رَوَاهُ البُخَارِي.
Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr Al-Anshari Al-Badri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, ‘Sesungguhnya di antara perkataan kenabian terdahulu yang diketahui manusia ialah jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu!’”
(HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 3484, 6120]
Hadits ini membimbing kita untuk tidak sembarang dalam mengeluarkan kata-kata, dan tidak gegabah dalam berperilaku. Letak kemuliaan dan kehormatan seseorang bisa terlihat dari apa yang dikatakan dan dilakukannya. Orang-orang besar dan mulia akan mengeluarkan kata-kata dan perbuatan yang mulia pula, sebagaimana orang-orang kerdil akan mengucapkan perkataan yang tidak bermanfaat dan memalukan, serta perbuatan yang sia-sia pula.
Hendaknya rasa malu yang dimiliki seseorang menghalangi dirinya untuk berbuat yang merusak kemuliaan dan kehormatan diri, kecuali jika orang tersebut tidak ada lagi rasa malu, maka terserah apa yang dilakukannya, dia bebas, baik dan buruk adalah sama saja di sisi orang tidak punya rasa malu.
Hendaklah kita malu kepada Allah Ta’ala untuk bermaksiat, dan kalau pun sudah tidak malu kepada Allah Ta’ala, malu-lah kepada malaikat sang pencatat, kalau pun tidak malu kepada malaikat, malu-lah kepada manusia, kalau pun tidak malu kepada manusia, malu-lah kepada keluarga di rumah, kalau pun tidak malu kepada keluarga, maka malu-lah kepada diri sendiri dan hendaklah jujur bahwa apa yang dilakukannya adalah kesalahan, minimal meragukan. Fitrah keimanan akan menolaknya, kecuali jika memang kita sudah tidak punya rasa malu.
Sangat jelas diterangkan dalam hadits tersebut bahwa seseorang yang tidak mempunyai rasa malu, dia bebas melakukan apapun yang ia suka tanpa mempedulikan konsekuensi sosial maupun agama.
Jika sesorang meninggalkan rasa malunya, maka jangan harap kembali (kebaikan) darinya sedikitpun. Mengapa demikian? Karena malu merupakan landasan akhlak mulia dan selalu bermuara kepada kebaikan. Siapa yang banyak malunya maka lebih banyak kebaikanya, dan siapa yang sedikit rasa malunya semakin sedikit kebaikanya.
Semoga kita dapat senantiasa menjaga rasa malu. Karena dengan rasa malu insyaallah kta akan dihindarkan dari sifat-sifat buruk didalam kehidupan sehari-hari
Aamiin yaa rabbal ‘aalamiin
Ditulis oleh:
Zaenal Khusni ( peserta sekolah tabligh pwm jateng UMKABA)