Menurut hemat penulis tergantung penyebab dan motivasinyya. Kalau kita setuju dengan pembedaan hukum cerai berdasar motif dan dampaknya, maka tidak semua perceraian mesti dibenci Allah SWT. Karena ada talak yang dihukumi sunnah bahkan wajib, lha kalau sunnah kan disukai dan akan dipahalai, demikian juga kalau dihukumi wajib, malah berpahala dan harus dilakukan. Berbeda dengan talak yang dihukumi makruh dan haram, maka di samping dibenci juga tentunya bisa mendatangkan dosa.
Bagaimana pandangan mufassir terhadap masalah perceraian, kita kutip tafsir al-Manar karya as-Sayyid Rasyid Ridha sebagai berikut.
Artinya :
Kamu pertahankan secara makruf atau kamu ceraikan secara ihsan, dalam hal ini ada dua pemahaman. Pemahaman pertama, maknanya adalah, wajib bagi kalian jika mempertahankan istri untuk mempergaulinya secara wajar, baik, dan patut. Jika ingin melepaskannya (menceraikannya) dengan menjatuhkan talak maka tetap berbuat baik dalam melakukannya dan memberi mut’ah yang pantas. Untuk ini akan dijelaskan berikutnya. Suami juga wajib menjauhi tindakan yang menghinakan dan buruk terhadap istri. Pemahaman kedua, tidak ada pilihan bagi kalian setelah menjatuhkan talak dua kali kecuali memilih satu dari dua perkara, ditahan (dirujuk) dengan baik atau dilepas (dicerai) dengan ihsan.
Jadi baik merujuk maupun menceraikan istri itu sama-sama boleh ditempuh, hanya saja satu yang diminta, baik merujuk maupun menceraikan supaya dilakukan dengan cara sebaik-baiknya.
Talak juga tidak selalu dibenci Allah, buktinya? Dalam ayat ini, orang yang bercerai masing-masing dijanjikan kecukupan atau kekayaan. Kalau dibenci bagaimana mungkin perceraian akan dijanjikan kekayaan/kecukupan? Kita simak uraian tafsir dari syaikh Musthafa al-‘Adawi dalam Silsilah at-Tafsir sebagai berikut :
فالطلاق ليس في كل الأحوال شراً، وليس في كل الأحوال أيضاً خيراً؛ لما فيه من تشتيت للأولاد وتشريد لهم، والله أعلم. سلسلة التفسير لمصطفى العدوي (20/ 11)
Talak itu tidak semua jelek, sebagaimana juga bukan baik semua, karena dalam perceraian ada unsur merugikan anak-anak, wallahu a’lam.
Bagaimana dengan kualitas hadis yang menyatakan barang halal yang paling dibenci Allah adalah talak?[1] Hadis dimaksud berbunyi dalam Sunan Abu Dawud:
حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عُبَيْدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ عَنْ مُعَرِّفِ بْنِ وَاصِلٍ عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلاَقُ ». سنن أبي داود (2/ 220)
Katsir bin ‘Ubaid bercerita kepada kami, Muhammad bin Khalid menceritakan keopada kami dari Mu’arrif bin Washil dari Muhareib bin Ditsar dari Ibnu Umar dari Nabi SAW beliau bersabda, : “Barang halal yang paling dibenci Allah adalah talak” ( HR Abu Dawud)
Kita bandingkan dengan sanad dalam Sunan Ibnu Majah.
حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عُبَيْدٍ الْحِمْصِيُّ ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ ، عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ الْوَلِيدِ الْوَصَّافِيِّ ، عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ : أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللهِ الطَّلاَقُ. )سنن ابن ماجة (3/ 180)
Redaksi dalam as-Sunan al-Kubra karya al-Baihaqi.
أَخْبَرَنَا أَبُو عَلِىٍّ الرُّوذْبَارِىُّ أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ دَاسَةَ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عُبَيْدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ عَنْ مُعَرِّفِ بْنِ وَاصِلٍ عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ :« أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللَّهِ الطَّلاَقُ ». السنن الكبرى للبيهقي وفي ذيله الجوهر النقي (7/ 322)
Dalam kitab al-Badr al-Munir VIII : 65 diriwayatkan dengan redaksi :
«أبْغَضُ الْمُبَاح إِلَى الله الطَّلَاق» .
Bagaimana penilaian ulama hadis tentang kesahihan hadis di atas? As-Suyuthi dalam al-Jami’ ash-Shaghir I : 4 menjelasksn hadis abghadhul halal ilallah ath-thalaq diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah dan al-Hakim, dan diberi kode sahih ( (صح
Penulis al-‘Ilal al-Mutanahiyah II : 638 mengomentari hadis di atas dengan perkataan ;
هذا حديث لا يصح قال يحيى الوصافي ليس بشيء وقال الفلاس والنسائي متروك الحديث )العلل المتناهية (2/ 638)
Hadis ini tidak sahih, Yahya al-Wasshafi tidak ada apa-apanya. Al-Fallas dan an-Nasa`i berkata, Yahya al-Washshafi Matrukul hadis.
Syaikh Nashiruddin al-Albani dalam al-Jami’us Shaghir wa Ziyadatuh halaman 106 mengatakan hadis tersebut dha’if. Mahir Yasin Fahl ketika mensyarah hadis tersebut dalam Bulughul Maram halaman 406 juga menilai hadis tersebut dha’if.
Dengan demikian, hadis yang menyatakan talak sebagai perkara yang paling dibenci Allah statusnya masih diperselisihkan, ada yang mensahihkan dan sebagian besar mendha’ifkan sehingga tidak bisa terlalu jadi pegangan.
Namun demikian, secara umum perceraian adalah perkara yang kurang baik sehingga wajar jika cenderung dibenci agama serta akal dan jiwa yang sehat mengingat dampak dan efeknya yang cenderung buruk dan merugikan terutama bagi anak-anak.
[1]Lihat diskusi dan kritik hadis tersebut dalam Amru Abdul Mun’in Salim, al-Jami’ Fi Ahkam ath-Thalaq wa Fiqhihi wa Adillatihi, ( T.t.p ; Dar adh-Dhiya`, t,t.), hlm. 13-16. Kesimpulan penulis kitab tersebut adalah hadis tersebut tidak sahih, dan tidak sah menyandarkan kepada Nabi bahwa hukum asal talak adalah makruh (karahah).