Mengindahkan Hukum Negara
Oleh : Dr. H. Ali Trigiyatno, M.Ag. (Ketua Majelis Tabligh PWM Jateng)
Salah satu sifat warga Muhammadiyah sebagaimana digariskan dalam kepribadian Muhammadiyah adalah Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara yang sah.
Maka tidak heran jika warga Muhammadiyah pada umumnya tertib hukum, mengikuti prosedur, menghargai proses dan tidak suka kasak-kusuk kongkalingkong untuk ngakali peraturan yang ada. Kita bisa lihat di jalan raya mereka patuh mengikuti aturan berlalu lintas, dalam perkawinan mencatatkan perkawinan ke PPN. Sangat jarang warga apalagi pimpinan Muhammadiyah yang nikah sirri atau poligami diam-diam, bahkan yang terang-terangan pun minim. Muhammadiyah mendirikan kampus dan rumah sakit dengan mengikuti prosedur yang ada bukan potong kompas atau main surat sakti. Lebih dari itu warga Muhammadiyah tidak lupa juga tertib bayar pajak dan iuran.
Hanya saja, jika ada pebedaan hari raya dengan pemerintah, ada oknum yang menggiring opini seolah-olah Muhammadiyah tidak taat pemerintah, melawan ulil amri, dan sebagainya. Padahal harus jujur diakui bersama, belum ada sejenis UU yang mengatur masalah penetapan hari raya, sehingga tidak ada hukum positif yang dilanggar warga Muhammadiyah. Memang ada fatwa MUI yang menghimbau ke arah itu, namun sifat fatwa tentunya tidak mutlak mengikat, apalagi bagi pihak yang tidak meminta fatwa.
Kelebihan dari prinsip dan ajaran ini adalah bisa dilihat dan disaksikan bersama, warga Muhammadiyah umumnya tertib dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nyaris tidak ada kejadian yang berpotensi menimbulkan kegaduhan baik lokal maupun nasional yang dipicu warga Muhammadiyah. Jika ada persoalan mengutamakan dialog dan musyawarah, jika buntu dan mentog baru menggunakan jalur hukum, bukan demonstrasi atau mengerahkan massa. Terasa dan kelihatan bahwa warga Muhammadiyah relijius dan terpelajar dan mengutamakan adab dan sopan santunnya.
Nyaris tak terdengar ada pimpinan Muhammadiyah berurusan dengan aparat hukum, baik kejaksaan, kepolisian ataupun KPK. Sulit sekali ditemukan ada pimpinan Muhammadiyah yang dipenjara karena korupsi, menyelewengkan bantuan dan sejenisnya.
Selanjutnya marilah kita perhatikan beberapa fatwa tarjih terkait beberapa hukum yang selaras dan mengindahkan hukum negara, tentunya jika tidak secara terang berseberangan dengan syariat. Kita bisa lihat bagaimana warga Muhammadiyah menaati ketentuan bahwa perkawinan wajib dicatatkan, maka di sini terasa sekali praktik nikah sirri dan poligami tidak populer dan sulit di temukan di kalangan warga Muhammadiyah. Karena sesuai amanat UU Perkawinan setiap perkawinan wajib dicatatkan oleh pihak berwenang.
Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid, pencatatan perkawinan memiliki tujuan kemaslahatan dan menolak kemafsadatan yang apabila pencatatan tidak dilakukan akan menimbulkan ketidakpastian. Pemahaman seperti ini selaras dengan kaidah fikih “tasharruf al-imãm `alã ar-ra`iyyah manúthun bi al-mashlahah”. Atas dasar pertimbangan di atas, Majelis Tarjih dan Tajdid mewajibkan warga Muhammadiyah untuk mencatatkan perkawinan. Kebijakan ini juga sesuai dengan nafas kepribadian Muhammadiyah yang telah ditetapkan pada Muktamar Muhammadiyah ke-35 bahwa sifat Muhammadiyah adalah mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara yang sah. Fatwa ini memang relatif baru bila dilihat dari kacamata sejarah hukum perkawinan itu sendiri. Perubahan zaman menghendaki perubahan hukum adalah sebuah keniscayaan.
Selanjutnya, warga Muhammadiyah juga taat terhadap keharusan bercerai di depan pengadilan. Dalam fatwa Tarjih tentang penjatuhan talak di rumah secara sepihak oleh suami dinyatakan tidak berlaku. Talak dalam fatwa tarjih itu harus dijatuhkan di depan sidang Pengadilan Agama. Landasannya antara lain adalah prinsip maslahat.
Dalam hal merokok, karena sudah banyak Perda yang melarang merokok di tempat-tempat umum dan ibadah serta kesehatan, maka sesuai fatwa tarjih yang mengharamkan rokok maka warga Muhammdiyah tentu tidak akan merokok baik karena ada larangan Perda maupun tidak ada. Jika ada yang diam-diam masih merokokpun tidak akan vulgar dan sembarangan dalam mengeksperesikannya.
Jika mengajukan bantuan atau menerima bantuan niscaya amanah dan dipertanggungjawabkan dengan baik termasuk ketika dimintai laporannya. Jarang sekali ada pimpinan Muhammadiyah berurusan dengan kepolisian, kejaksaan apalagi KPK terkait penyalahgunaan bantuan dari pemerintah. Karena dalam tradisi di Muhammadiyah, dibantu 100 juta akan ditambahi warganya menjadi 1 milyar. Jadi tidak ada tradisi nyunat atau motong bantuan. Yang ada utuh dan malah ditambahi berlipat-lipat. Maka tidak heran jika masyarakat luas banyak yang mempercayakan bantuan atau wakafnya untuk Muhammadiyah walaupun terkadang ia bukan warga atau anggota Muhammadiyah.
Sikap mengindahkan perundang-undangan yang berlaku insya Allah akan menghindarkan warga Muhammadiyah berurusan dengan hukum dan aparat hukum sehingga aman dan selamat. Namun satu dua kasus ada kejadian di mana ada orang muallaf Muhamamdiyah berurusan dengan aparat akibat kecerobohan dan kekurangjelian sebagian pimpinan yang begitu mudah percaya dan bahkan memberikan KTAM kepada orang baru pendatang yang saat itu baru saja lari dari kejaran aparat keamanan. Sehingga ketika tertangkap terkesan dia angota atau simpatisan Muhammadiyah. Bagi kalangan yang benci Muhammadiyah hal ini akan digoreng sedemikian rupa untuk memojokkan Muhammadiyah namun sering tidak laku dan akhirnya jenuh sendiri.