Artikel

Cendikiawan Kok Salah Milih Kawan?

Oleh : Nurfahmi Fadlillah (PCPM Dukuhturi Tegal)

Kehadiran kaum cendikiawan dan muda selalu memberi warna baru dalam dakwah organisasi islam di Indonesia. Mereka hadir dengan dakwah-dakwah, solusi, dan pemecahan masalah yang inovatif di kalangan umat. Salah satunya dengan jalur diplomasi.

Belakangan ini terdengar kabar lima cendikiawan muda organisasi islam Indonesia menghadap Presiden Israel Isaac Herzog di tengah-tengah gempuran negara Zionis itu terhadap warga Gaza Palestina. Alih-alih membantu perjuangan kepada kawan sesama muslimnya di Palestine, justru sebaliknya diam-diam berkunjung dengan musuhnya. Hal tersebut tentu dinilai tidak melihat kondisi Geopolitik masyarakat muslim di Indonesia khususnya. Terlebih dalam amanat undang-undang tidak mengakui negara Israel hingga sekarang. Lantas sudahkah Cendikiawan muda ini tepat dalam memilih kawan berdiplomasinya? Sudahkah sesuai diplomasi ala Nabi Muhammad SAW?

Diplomasi ala Nabi Muhammad SAW merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Selain kebenaran, Nabi Muhammad juga menekankan dan selalu mencontohkan komunikasi yang tepat dan mengutamakan unsur keadilan serta kemanusiaan.

Dengan mengutamakan unsur keadilan, maka proses hingga hasil dari diplomasi tidak akan terasa berat sebelah atau hanya menguntungkan pihak tertentu dan memberikan sedikit keuntungan bagi pihak lain. Seperti Firman Allah dalam Surat An-Nisa Ayat 58 :

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS AN-Nisa 4:58)

Ayat ini menjelaskan bahwa sejatinya konsep diplomasi bersih dalam perspektif islam mengusung konsep rahmatan lil ‘alamin, berdiri untuk kebaikan semuanya. Sedangkan hal ini biasanya tidak terdapat dalam diplomasi konvensional yang hanya mencari keuntungan nasionalnya sendiri dan cenderung hipokrit atau munafik serta penuh kepura-puraan dalam proses diplomasinya. Lantas bagaimana mungkin kita berdiplomasi dengan bangsa yang berperikemanusiaan saja tidak, apalagi adanya unsur keadilan.

Nurfahmi Fadlillah

PCPM Dukuhturi Tegal

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button