Artikel

Musafir yang Cerdas

Oleh: Deni Prasetyo, S.Ag. (Peserta Sekolah Tabligh PWM Jateng Angkatan I)

Dikisahkan, suatu hari, seorang musafir melewati suatu negeri kecil yang jauh dari kampung halamannya. Ia berjalan sambil memandangi negeri elok yang baru pertama dikunjunginya itu. Ia pun takjub dengan pemandangan alamnya yang indah nan mempesona.

Tatkala ia tiba di tengah pemukiman warga, ia melihat penduduk sedang berkumpul, ramai sekali. Ia pun penasaran apa gerangan yang sedang terjadi. Lantas Ia mendekati kerumunan itu. Ternyata orang-orang sedang membicarakan mengenai siapa yang akan menjadi pemimpin baru mereka, sebagai pengganti pemimpin yang telah mati. Si musafir pun menjadi heran. Kenapa  orang-orang justru mencari siapa yang mau jadi pemimpin. Ia jadi teringat dengan negeri tempat ia berasal dimana orang-orang justru berebut kekuasaan bahkan sampai rela saling baku hantam demi menduduki kursi pemerintahan. Seperti di negeri Wakanda. Eh..Konoha..

Usut punya usut, rupanya ada tradisi aneh di negeri itu, yang mana setelah habis masa jabatan, pemimpin mereka akan dibuang ke suatu tempat yang sangat berbahaya, yaitu di padang pasir yang luas dan dipenuhi binatang buas dan berbisa. Setiap orang yang masuk ke sana tidak akan mungkin bisa keluar lagi dengan selamat. Inilah sebab mengapa tidak ada yang mau jadi pemimpin di negeri itu.

Ditengah perdebatan sengit mengenai siapa yang akan dipilih sebagai pemimpin malang itu, si musafir datang dan mengajukan beberapa pertanyaan. Setelah mendengar jawaban dan berpikir sejenak, ia akhirnya bersedia menjadi pemimpin baru mereka. Tentu saja, hal ini membuat penduduk negeri itu heran sekaligus senang. Baru kali ini ada yang sukarela menjadi pemimpin mereka.
Dengan penuh keyakinan si musafir pun menandatangani perjanjian untuk menjadi pemimpin dan siap dibuang setelah dua periode (10 tahun) menjabat.

Ternyata, si musafir ini seorang yang sangat cerdas. Ia punya siasat jitu agar selamat di akhir masa jabatannya nanti. Setelah dilantik, Ia segera merancang visi-misi dan beberapa program strategis selama 10 tahun kedepan.

Di tahun pertama dan kedua, ia kerja keras mengumpulkan dana yang sangat besar. Ia berhasil menghimpun dan mengelola pendapatan negara dari hasil sumber daya alam yang melimpah sehingga kas negara saat itu menjadi sangat banyak. Akibatnya masyarakat tidak perlu lagi membayar pajak. Tidak ada pungli, harga kebutuhan pokok stabil. Dua tahun berkuasa, tingkat kepuasan rakyat terhadap kinerjanya mencapai 90%. Luar biasa…

Pada tahun ketiga, ia menugaskan rakyatnya untuk membangun infrastruktur dengan membuat jalan (bukan jalan tol) ke padang pasir yang akan dijadikan tempat pembuangannya.

Tahun keempat ia memerintahkan rakyatnya untuk membersihkan tempat itu dari binatang buas dan berbisa. Semua binatang berbahaya ditangkap dan dibuang ke tempat yang sangat jauh. Hanya hewan-hewan yang tidak berbahaya lagi bermanfaat yang dibiarkan hidup di sana. Ia juga membersihkan negeri itu dari para koruptor, penjahat, mafia, dan penjilat. Sehingga yang tersisa hanyalah orang-orang yang baik, jujur dan loyal kepadanya.

Di tahun kelima, ia memerintahkan rakyatnya untuk membuat bendungan, saluran irigasi dan ladang pertanian sekaligus menanaminya dengan berbagai macam tumbuh-tumbuhan, seperti padi, jagung, singkong, buah-buahan dan sayuran. Hasil pertanian pun melimpah dan rakyat bisa swasembada pangan. (Semacam proyek food estate lah ya…hmmm..)

Tahun keenam sampai ke delapan, ia menyulap tempat pembuangannya itu menjadi kota yang sangat megah dan membuat istana yang indah (seperti di IKN, katanya) untuk tempat tinggalnya nanti.  Sehingga siapapun pasti ingin tinggal di sana.

Akhirnya di tahun ke sembilan, di ujung masa pemerintahannya ia justru merindukan jabatannya segera berakhir, ia tidak mau memperpanjang masa jabatannya (menjadi 3 periode), karena ia sudah tidak sabar lagi untuk menempati istana masa depannya yang indah.

Setelah genap 10 tahun menjabat, kini tibalah masanya ia dibuang ke tempat yang sudah dipersiapkannya itu. Ia hidup di sana bersama keluarga dan kerabatnya dengan aman, damai dan bahagia.

Demikianlah kisah seorang musafir cerdas yang mampu mengubah masa depan yang (mestinya) suram menjadi indah dan bahagia.

Sepenggal kisah imajinatif ini adalah gambaran kehidupan dunia dan akhirat bagi orang beriman. Kita semua di dunia ini ibarat musafir yang berjalan di suatu tempat tertentu dalam waktu tertentu. Ia tidak menetap selamanya. Ia hanya singgah sementara kemudian akan melanjutkan perjalan sampai di tempat tujuan atau pulang kembali ke kampung halamannya. Perjalanannya itu hanyalah perjalanan yang sebentar dibandingkan dengan lamanya ia singgah di kampung halamannya. Sejatinya, kita semua adalah musafir yang tengah berjalan menuju tujuan yang pasti, kampung halaman kita yaitu kampung akhirat. Rasulullah SAW mengingatkan kita akan hal ini melalui sabdanya:

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْل

“ Hiduplah kamu di dunia seperti orang asing atau pengembara (musafir)” (HR. Al Bukhari)

Pembaca yang budiman. Di dunia ini, ada dua tipe manusia dalam menghadapi negeri masa depannya yaitu akhirat. Tipe yang pertama adalah orang yang cemas yaitu orang yang takut menghadapi kematian karena ia membiarkan rumah masa depannya dipenuhi dengan binatang buas dan berbisa, hancur berantakan, menyeramkan, dan bahkan dipenuhi siksaan. Mereka adalah orang-orang kafir, musyrik, fasik, dan munafik yang tujuan hidupnya hanya untuk kesenangan nafsunya. Dan mereka itulah orang yang benar-benar merugi.

Adapun tipe kedua yaitu orang yang cerdas, yaitu orang yang mempersiapkan masa depan abadinya dengan bekal terbaiknya. Dialah orang yang beriman dan beramal shalih; rajin sholat, infaq, sedekah, menuntut ilmu, dakwah dan sebagainya. Dialah orang yang justru rindu untuk segera berpulang ke akhirat sana. Ia tahu dunia hanyalah tempat singgah dan syurgalah kampung halamannya. Ia justru malah merasa asing dan tidak betah di dunia yang fana ini, karena berharap menempati kampung yang indah, damai, bahagia, dan abadi. Golongan inilah orang-orang yang beruntung.

Mengenai 2 tipe manusia ini Allah SWT berfirman:

وَا لْعَصْرِ
اِنَّ الْاِ نْسَا نَ لَفِيْ خُسْرٍ
اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَا صَوْا بِا لْحَقِّ ۙ وَتَوَا صَوْا بِا لصَّبْرِ

“Demi masa.Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Asr (103):1-3)

Ironisnya, kebanyakan manusia termasuk tipe orang yang cemas, mereka justru lebih memilih kehidupan yang fana dan hina ini dibandingkan kehidupan yang kekal, abadi, kehidupan yang sesungguhnya. Allah menyinggung orang-orang semacam ini dengan firman-Nya:

بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا

وَا لْاٰ خِرَةُ خَيْرٌ وَّ اَ


“Sedangkan kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan dunia,
padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.”
(QS. Al-A’la (87):16-17)

Ahibati fillah, orang yang cerdas bukanlah orang yang memiliki IQ 200, bukan pula yang ahli IT, matematika, fisika, kimia, ekonomi, astronomi atau yang kuat ingatannya. Tapi orang yang cerdas sesungguhnya adalah orang yang hidup di dunia dengan sebaik-baiknya guna mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat yang abadi. Sementara orang yang bodoh bukanlah orang yang tidak bisa mambaca, menulis dan berhitung tapi orang yang bodoh sesungguhnya adalah orang yang rela mengorbankan kehidupan abadi demi kesenangan sementara dunia fana.

Padahal, di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang menerangkan mengenai hinanya kehidupan dunia. Di antaranya Allah SWT berfirman:

اِعْلَمُوْۤا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَا خُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَا ثُرٌ فِى الْاَ مْوَا لِ وَا لْاَ وْلَا دِ ۗ كَمَثَلِ غَيْثٍ اَعْجَبَ الْكُفَّا رَ نَبَا تُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰٮهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطٰمًا ۗ وَفِى الْاٰ خِرَةِ عَذَا بٌ شَدِيْدٌ ۙ وَّمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَا نٌ ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَاۤ اِلَّا مَتَا عُ الْغُرُوْرِ

Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.” (QS. Al-Hadid (57): 20)

Meski demikian, bukan berarti kita mesti meninggalkan atau melupakan urusan dunia. Islam mengajarkan umatnya agar memperhatikan nasibnya di dunia. Islam mengajak kepada umatnya agar mencapai kehidupan yang baik dan mulia dunia sebagai bekal menuju kehidupan akhirat yang lebih baik, kekal, abadi selama-lamanya. Allah SWT berfirman:

وَا بْتَغِ فِيْمَاۤ اٰتٰٮكَ اللّٰهُ الدَّا رَ الْاٰ خِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَ حْسِنْ كَمَاۤ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْـفَسَا دَ فِى الْاَ رْضِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash (28):77)

Inilah prinsip mukmin yang cerdas. Hidup di dunia yang singkat ini harus dijadikan sebagai ladang untuk mengumpulkan bekal  terbaik guna menyongsong kehidupan akhirat yang kekal dan abadi, yakni dengan cara memperbanyak amal shaleh. Sebagaimana ungkapan yang masyhur mengatakan :

الدُّنْيَا مَزْرَعَةُ الآخِرَةِ

“Dunia adalah ladang akhirat

Wallahu ta’ala a’lam bishshowaab..

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Check Also
Close
Back to top button