Artikel

Tradisi Halal Bi Halal: Menggali Makna dan Nilai

Oleh : Bayu Dwi Cahyono, M.Pd/ Dosen FAI UMP, Ka.SMP UMP

Tradisi halal bihalal tentu bukan sesuatu yang baru kita lihat. Rasanya bagi kita yang tinggal di Indonesia, tradisi halal bihalal sudah sangat dekat dengan lingkugan kita bahkan sejak kita lahir. Mungkin banyak dari kita yang mengira bahwa halal bihalal adalah bagian dari tradisi ajaran agama Islam, nyatanya tidak ada satu dalilpun baik di Al-Qur’an dan Hadist yang secara eksplisit menjelaskan hal tersebut.

Meskipun tidak ada ketentuan khusus dalam Al-Quran atau Hadis yang secara eksplisit membahas tentang halal bihalal, praktik ini sesuai dengan nilai-nilai yang dianut dalam Islam. Al-Quran banyak menekankan pentingnya saling memaafkan, berlaku adil, dan menjaga hubungan baik antar sesama manusia.

Halal bihalal tidak dapat diartikan secara harfiah dan satu persatu antara halal, bi, dan halal. Istilah ‘halal’ berasal dari kata ‘halla’ dalam bahasa Arab, yang mengandung tiga makna, yaitu halal al-habi (benang kusut terurai kembali); halla al-maa (air keruh diendapkan); serta halla as-syai (halal sesuatu).

Dari ketiga makna tersebut dapat ditarik kesimpulan makna halal bihalal adalah kekusutan,kekeruhan atau kesalahan yang selama ini dilakukan dapat dihalalkan kembali. Artinya, semua kesalahan melebur, hilang, dan kembali sedia kala.

Seiring berjalannya waktu, sekarang halal bihalal yang identik dengan mudik ke kampung halaman menjadi sebuah keharusan bagi masyarakat muslim di Indonesia.

Rasanya akan ada yang kurang jika perayaan Idulfitri tanpa mudik dan berhalal bihalal dengan keluarga dan kerabat. Namun tahukah kalian? Bahwa ternyata budaya dan tradisi halal bihalal ini awalnya hanya ada di Indonesia.

Jika kita menilik dari sejarahnya, ada banyak versi yang dikaitkan dengan asal-usul praktik halal bihalal ini. Ada yang mengatakan bahwa halal bihalal ini pertama kali dicetuskan oleh Pangeran Mangkunegara I.

Saat itu untuk menghemat waktu dan biaya, setelah melaksanakan shalat Idulfitri, Pangeran Mangkunegara yang juga dikenal dengan Pangeran Sambernyawa ini mengundang dan mengumpulkan seluruh raja-raja dan para punggawa prajurit di balai istana.

Saat perkumpulan tersebut sebagaimana budaya jawa melakukan sungkeman, sebuah simbol penghormatan dan permohonan maaf dari yang muda ke yang lebih tua. Kegiatan ini kemudian dilestarikan dari tahun ke tahun hingga sekarang.

Versi lain mengatakan bahwa sejarah halal bihalal dimulai pasca kemerdekaan. Tepatnya pada tahun 1946, Indonesia kala itu sedang mendapat anaman baik dari eksternal maupun internal. Dari eksternal Indonesia terancam akan kembalinya pasukan Belanda yang dikabarkan akan datang lagi. Sedangkan di internal, para politisi dan pejabat sedang banyak perselisihan.

Dalam buku karya M. Quraisy Shihab dituliskan saat itu Presiden Soekarno meminta pendapat kepada para ulama untuk membuatkan acara dalam rangka mempersatukan kembali para pejabat dan politisi saat itu. Maka digelarlah sebuah acara silaturrahim setelah shalat Idulfitri yang dikemudian hari kita kenal halal bihalal.

Halal bihalal bukan hanya sekadar pertemuan sosial atau acara formalitas, tetapi memiliki makna yang lebih dalam. Ini adalah momen untuk membersihkan hati dari dendam dan kebencian, serta membangun kembali hubungan yang harmonis antar sesama umat Islam.

Dalam konteks pendidikan Islam, halal bihalal mengajarkan pentingnya memaafkan, berempati, dan saling menghormati. Hal ini mencerminkan nilai-nilai seperti kesabaran, kemurahan hati, dan pengampunan, yang merupakan prinsip-prinsip inti dalam ajaran Islam. Melalui halal bihalal, generasi muda diajarkan untuk memelihara hubungan yang baik dengan sesama manusia, serta memahami bahwa perdamaian dan toleransi adalah kunci keharmonisan dalam masyarakat.

Dengan demikian, halal bihalal bukan sekadar ritual budaya, tetapi juga merupakan manifestasi dari ajaran Islam yang mengedepankan perdamaian, toleransi, dan kebersamaan. Ini adalah momen yang penting untuk merenungkan dan menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, serta memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button