Khutbah Idul Fitri : Bijak Membelanjakan Harta
Oleh : Dr. H. Ali Trigiyatno, M.Ag (Dosen UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan, Ketua Majelis Tabligh PWM Jawa Tengah)
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ: اَتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى؛ فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ، وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرِ أُمُوْرِ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Hadirin jamaah salat idul fitri rahimakumullah
Puji syukur yang mendalam kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kita kesempatan untuk menuntaskan ibadah puasa di bulan Ramadhan, dan pada pagi ini, kita diberi kesempatan menyaksikan hari raya idul fitri dengan penuh suka cita. Semoga kegembiraan ini bisa merata dirasakan oleh seluruh kaum muslimin di seluruh penjuru dunia.
Alhamdulillah, pada umumnya kaum muslimin mendapatkan nikmat yang melimpah selama bulan Ramadhan dan terlebih lagi menjelang hari raya. THR sudah cair dan diterima, tabungan, simpanan, bonus, parsel juga tidak sedikit menghampiri kita. Dalam hal ini kita butuh bimbingan agar tepat dalam menggunakan nikmat tersebut. Tidak boros dan juga tidak kikir.
الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Hadiri yang berbahagia
Dalam beramal tentunya kita akan mendahulukan yang wajib baru yang sunnah. Sementara yang mubah penuhi sekedarnya saja tanpa berlebihan. Sementara yang makruh apalagi yang haram, jauhi dan tinggalkan saja, tidak perlu di beri pos anggaran.
Adapun yang wajib seperti memberi nafkah keluarga, zakat fitri, zakat mal jika sudah nishab maka utamakan dan dahulukan. Pastikan zakat fitri kita sudah terbayar termasuk yang menjadi tanggungan nafkah kita. Karena zakat fitri itu wajib, dan itulah minimal kita berbagai kepada kaum dhuafa di sekitar kita. Ibnu Umar meriwayatkan :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَةَ الْفِطْرِ عَلَى الذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالْحُرِّ وَالْمَمْلُوكِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ قَالَ فَعَدَلَ النَّاسُ إِلَى نِصْفِ صَاعٍ مِنْ بُرٍّ
Dari Ibnu Umar dia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan untuk membayar zakat fitri kepada setiap muslim laki-laki atau perempuan, orang yang merdeka atau hamba sahaya sebesar satu sha’ dari kurma atau gandum, dia (Ibnu Umar) berkata, kemudian manusia menakarnya dengan hanya membayar setengah sha’ dari gandum. ( HR Tirmidzi)
Setelah kita mengamalkan yang wajib, maka selanjutnya kita dianjurkan melakukan amalan yang statusnya sunnah atau anjuran. Jika masih ada kelonggaran rezeki, maka berbagilah dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak yatim, fakir miskin dan seterusnya sebagaimana ditunjukkan dalam ayat berikut :
وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ ٣٦
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak ya tim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnusabil, serta hamba sahaya yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri.
الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Jamaah salat Id rahimakumullah
Ayat di atas cukup rinci menjelaskan urutan berbuat ihsan khususnya menyangkut harta, dan dalam konteks budaya di negara kita yang terbiasa melakukan silaturahmi selama bulan Syawal, maka mereka-mereka layak diutamakan untuk dikunjungi dan diberi sekedar bingkisan jika memang rezeki kita longgar adanya. Lebih-lebih jika kita berkunjungnya hanya setahun sekali, akan lebih utama kalau kita berkunjung sembari membawakan hadiah atau bingkisan kecil sebagai penguat kekerabatan dan persaudaraan. Akan lebih lengkap lagi jika saling memberi atau bertukar hadiah atau bingkisan, karena hal ini bisa menambah keakraban dan kasih sayang sebagaimana dinyatakan Nabi SAW dalam hadisnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَهَادُوا تَحَابُّوا
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah, Niscaya kalian akan saling mencintai ( HR Bukhari)
Selanjutnya, jika kita perhatikan kelanjutan ayat tersebut, yakni surat an-Nisa` ayat 37, maka orang-orang yang tidak mau berbuat ihsan kepada yang disebut dalam ayat 36, digolongkan sebagai orang congkak, sombong dan sekaligus bakhil alias medit. Allah berfirman :
الَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ وَيَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُوْنَ مَآ اٰتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاَعْتَدْنَا لِلْكٰفِرِيْنَ عَذَابًا مُّهِيْنًاۚ ٣٧
(Yaitu) orang-orang yang kikir, menyuruh orang (lain) berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir itu azab yang menghinakan.
Maka dari itu, jika kita tidak mau disebut kikir dan sombong, maka berbuat baiklah pada mereka dengan mengunjungi, memberi bingkisan jika mampu dan longgar, serta menunjukkan perhatian dan kasih sayang kepada mereka. Tentunya semua itu kita lakukan ikhlas karena Allah semata.
Maka dari itu, kebiasan berkunjung, memberi bingkisan lebaran, memberi uang baru kepada anak-anak kecil adalah kebiasaan yang baik yang selaras dengan tuntunan agama, tentunya semua itu dilakukan dengan penuh keikhlasan dan tidak memberatkan diri.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Hadirin yang berbahagia
Perlu juga diingatkan di sini, uang yang cukup melimpah di hari raya ini hendaknya dibelanjakan dengan bijak dan tepat serta diridhai Allah SWT. Janganlah ia dibelanjakan untuk perkara maksiat atau yang manfaatnya tidak ada seperti beli miras, petasan, atau membelanjakan secara boros dan berlebihan. Belilah keperluan kita secukupnya, sewajarnya dan seperlunya, jangan tergoda untuk membeli yang sebenarnya tidak diperlukan. Karena pada dasarnya semua nikmat akan dihisab dan dimintai peratnggungjawan kelak di hari kiamat.
Akan lebih baik jika dana yang berlebih tadi sebagian dititipkan ke panti asuhan/anak yatim, takmir masjid/mushalla atau untuk membangun desanya agar semakin maju dan berkembang.
Demikian khutbah singkat ini saya haturkan, selamat berhari raya, rayakan dengan sewajarnya dan tetap pegang teguh spirit Ramadhan dengan tetap mampu menjaga dan menahan nafsu agar jangan sampai di 1 Syawal ini menjadi awal kekalahan kita setelah 1 bulan kita menjadi tuan bagi nafsu kita.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Mengakhiri khutbah ini, mari kita akhiri dengan doa.