Mengapa Kita Perlu Berbagi
Oleh : Dr. H. Ali Trigiyatno, M. Ag. ( Ketua Majelis Tabligh PWM Jateng)
Berbagi pada sesama merupakan salah satu sifat mulia yang dianjurkan agama. Namun dalam praktek masih banyak yang kikir dan berat untuk berbagi dengan berbagai alasan yang ada.
Di akhir bulan Ramadhan, tuntutan untuk berbagi hingga hari raya cukup kuat memanggil. Sekurang-kurangnya umat islam diminta berbagai dengan zakat fitri yang jumlahnya ‘tidak seberapa’ ini. Pemberian berupa zakat fitri hanya sebagian kecil dari berbagi yang diperintahkan agama, karena selain itu masih dianjurkan mengeluarkan bantuan dalam bentuk lain seperti sedekah, infak, hadiah, bingkisan, THR, parsel atau apapun istilahnya.
Pertanyaan yang muncul adalah, mengapa kita perlu berbagi khususnya menjelang hari raya ini?
Ada beberapa jawaban yang bisa diberikan.
Pertama, keberhasilan yang kita raih dalam hidup ini sebenarnya tidak lepas dari jasa atau peran orang lain, sehingga sudah sewajarnya jika sebagian kesuksesan itu “dikembalikan” kepada orang lain.
Kedua, dalam harta kita ada hak orang lain yang harus disampaikan kepada yang berhak menerimanya. Perhatikan Surat al-Ma’arij ayat 24-25 berikut.
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“ Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).
Ketiga, kepuasaan jiwa yang sejati ada dalam memberi, bukan menerima. Banyak memberi/berkorban untuk orang lain menimbulkan kepuasan batin yang tinggi, sedang banyak menerima pemberian orang dapat membuat kita ‘tersandera’ oleh orang lain.
Keempat, kenikmatan yang dinikmati sendiri cepat atau lambat dapat mengundang masalah. Karena selalu saja ada yang iri, hasud dan cemburu dengan kenikmatan seseorang, apalagi kenikmatan itu dipamerkan di tengah-tengah kemiskinan dan penderitaan warga lain.
Kelima, memberi pada hakikatnya bukan mengurangi harta tetapi menambah dan menyuburkan harta. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW, “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta”. (HR Muslim).
Keenam, harta/kenikmatan jangan hanya berputar di kalangan tertentu saja. QS. Al-Hasyr ayat 7 menyatakan, “Harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota adalah untuk Allah, untuk Rasul, karib kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja dari pada kamu…”
Ketujuh, menahan hak orang lain bisa saja mengakibatkan harta diambil secara paksa, dan tentu saja tidak jadi amal saleh. Bukankah kalau kita mau jujur mengakui, harta kita pernah hilang karena dicuri, dirampok, dicopet, ditipu dan sejenisnya? Bukankah akan lebih baik jika harta itu kita serahkan secara ikhlas, suka rela dan baik-baik kepada yang berhak menerimanya?
Sebagai penutup, mari kita camkan sabda Rasulullah SAW mengenai orang yang bakhil dan dermawan di berikut ini. “Tidak satu hari pun dimana seorang hamba berada padanya kecuali dua Malaikat turun kepadanya. Salah satu di antara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak.’ Sedangkan yang lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang kikir”. ( HR Bukhari)
Selamat menyongsong hari raya dengan tetap tidak lupa berbagi pada sesama.