Soal Bahas Kitab Barzanji
Disampaikan oleh : Ust. Wahyudi, Lc., MM. (Korps Mubaligh Muhammadiyah Jawa Tengah dan Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Temanggung
Tanyakan pada rumput yang bergoyang, kata Ebit.
Jika kita memahami kalimat tersebut apa adanya, akan dianggap aneh oleh banyak orang, bahkan oleh penulis syair sendiri. Karena penulis syair menggunakan bahasa kiyasan. Ungkapan kata dan kalimat yang dimaksudkan dalam salah satu bait syair tersebut, bukan kata yang sesungguhnya.
Inilah bagian dari bahasa sastra. Terkadang, bahasa sastra menggunakan ungkapan berlebihan dan tidak masuk akal. Sifat-sifat yang sesungguhnya hanya layak disematkan pada manusia, kemudian disematkan ke benda mati.
Sastra itu bahasa hati dan ungkapan perasaan. Sastra lebih mengedepankan emosi daripada logika. Oleh karenanya, bahasa sastra cenderung mendayu-dayu.
Apalagi jika sastra terkait dengan ungkapan cinta kasih. Bahasanya berubah menjadi “lebay”. Sesuatu yang biasa saja, menjadi sangat luar biasa, bergantung pada perasaan dan dalamnya cinta seseorang.
Ia ingin mengungkapkan perasaan yang dapat mewakili hatinya. Namun bahasa manusia sangat terbatas. Bahasa manusia tidak mampu mengungkapkan seluruh perasaan dan gelora cinta yang tertancap dan tertanam kuat dalam kalbunya. Maka yang keluar adalah bahasa kiasan sebagai ekspresi mendalam dan wujud cinta
Bangsa Arab terkenal dengan sastranya. Sejak zaman jahiliyah, mereka selalu bangga dengan keindahan sastra arab. Apapun dapat digubah dalam bentuk sastra baik dalam bentuk prosa, puisi, pantun, atau lainnya. Peperangan, persoalan sosial, politik, merendahkan kelompok lain, memuji, dan lainnya, semua dapat ditulis menjadi sastra yang hidup dan mengagungkan. Sampai-sampai sejarah dan kehidupan sosial bangsa arab, bisa dirujuk dari buku karya sastra para pujangga.
Nabi muhammad saw, sebelum mendapat risalah kenabian, sudah terkenal dengan akhlaknya yang smmulia. Beliau jujur, amanah dan dapat dipercaya. Beliau gemar bersilaturrahmi dan juga bersikap baik kepada sesama.
Lalu turun risalah kenabian. Karena pribadinya yang luar biasa, beliau sangat dicintai para sahabat. Beliau seorang nabi, kawan, sahabat dan orang tua kaum muslimin. Segala persoalan, dapat diadukan kepada rasulullah saw.
Sungguh sahabat sangat cinta dengan beliau. Para sahabat pun sering mengungkapkan rasa cinta dengan bahasa sastra. Salah seorang yang ternama dari kalangan sahabat nabi yang gemar membuat sastra dan memuji nabi adalah Hasan bin Tsabit.
Hasan bin Tsabit sejak sebelum masuk Islam sudah terkenal dengan sastranya. Ia pernah menerima bayaran dari pembesar Quraisy untuk menghina Rasulullah saw. Agar sastranya lebih dalam dan hinaannya lebih mengena, ia berniat meneliti sifat Rasulullah saw. Ia mengetahui bahwa Rasulullah saw sering lewat, menyusuri jalan di bawah bukit. Ia bersembunyi dari balik bukit untuk mengintai dan menanti Rasullullah saw.
Tatkala Rasulullah saw melewati jalan tersebut, sesuatu terjadi pada dirinya. Ia melihat Rasulullah saw sebagi manusia paripurna. Rasulullah saw adalah sosok yang luar biasa. Jalannya tenang, berwibawa dan wajahnya terang seperti purnama.
Awalnya ia hendak membuat puisi yang merendahkan dan menghina baginda nabi Muhammad saw, namun yang terdetik dalam hatinya justru sikap kekaguman. Ia pun menulis puisi sebagai berikut:
وَأَحْسَنُ مِنْكَ لَمْ تَرَ قَطُّ عَيْنِى
وَأَجْمَلُ مِنكَ لَمْ تَلِدِ النِّسَآءُ
خُلِقْتَ مُبَرَّأً مِنْ كُلِّ عَيْبٍ
كَأَنَّكَ قَدْ خُلِقْتَ كَمَا تَشَآءُ
Tak pernah ada mata yang pernah melihat
Manusia setampan dirimu
Tak ada perempuan yang melahirkan
Manusia seelok rupamu
Engkau diciptakan bersih dari segala noda
Seakan-akan engkau menciptakan dirimu
Sebagaimana kehendakmu
Hasan bin Tsabit, menjadi seorang muslim yang luar biasa. Di kalangan para sahabat, ia tetap menjadi seorang sastrawan. Ia menjadi tentara Allah yang melawan sastra kaum quraisy yang menghina Nabi, dengan sastra tandingan yang membela dan mengagungkan kanjeng nabi.l Muhammad saw.
Generasi setelah para sahabat, juga muncul para sastrawan besar. Banyak tokoh-tokoh yang karena cintanya kepada nabi, membuat puisi atau prosa sebagai wujud ungkapan dan ekspresi hati. Layaknya sebuh sastra, bahasanya mendayu dan sering mengandung ungkapan kata metafora atau majas. Kadang sejarah nabi pun digubah dalam bentuk sastra. Di antara yang menulis sastra demikian adalah imam Barzanji, imam Bushiri, dan lain sebagainya.
Buku karya sastra para ulama, banyak dijual di pasaran. Jika kita ke Mesir atau negara arab lainnya, buku terkait al-madaih an-nabawiyah (pujian nabi Muhammad saw), biasa terletak di rak sastra atau rak buku-buku sufi.
Mengapa tidak diletakkan di rak buku sejarah? Karena ia sastra, bukan sejarah. Bahasanya juga bahasa sastra, bukan bahasa sejarah. Memahami karya sastra dengan kacamata sejarah dengan membaca secara tekstual, bisa menyesatkan. Kita akan dianggap berlebihan dalam menulis sejarah nabi Muhammad saw.
Oleh karena itu, dalam buku-buku sejarah, tidak pernah mencantumkan kitab sastra sebagai rujukan, meski itu biografi pujian kepada baginda nabi. Karena ia memang bukan buki sejarah.
Sesungguhnya sastra juga bagian dari bahasa al-Quran. Banyak ungkapan majas dan kata metafora dalam kitab suci tersebut. Hal itu, berangkat dari kesukaan orang arab terkait dengan bahasa sastra, sehingga al-Quran pun turun dengan bahasa yang jauh lebih indah ran hebat dibanding bahasa sastra buatan manusia. Bahasa al-Quran bahkan menjadi mukjizat sepanjang masa yang tak kan pernah terkalahkan.
Sedikit bahasan sastra dalam al-Quran, sebagaimana firman Allah berikut:
‘Dan berilah kabar gembira dengan siksa neraka yang sangat pedih”.
Kabar gembira itu sesuatu yang menyenangkan. Bagaimana bisa, kabar gembira terkait dengan bencana dan musibah? Ini sebagai sarana bahasa al-Quran untuk merendahkan orang kafir. Karena dulu mereka bangga dengan kekafirannya, hingga setelah mereka meninggal dan akan diazab, allah gunakan bahasa “kabar gembira” sesuai dengan hasil jerih payah kekafiran mereka di dunia.
Atau firman Allah berikut:
“Buahnya seperti kepala setan”,
Ini adalah gambaran makanan penduduk neraka berupa buah-buahan. Buah ini sangat menakutkan hingga diibaratkan seperti kepala setan.
Pertanyaannya, siapakah dari kita yang pernah melihat kepala setan? Tidak ada. Ini hanya gambaran mengerikan. Karena di otak manusia, setan adalah makhluk yang sangat menakutkan.
Belakangan banyak orang yang kurang paham dengan sastra arab, lalu mudah menyesatkan dan membidahkan. Sastra dipahami secara tekstual. Bahasa sastra dilogikakan. Padahal ia bahasa hati. Akhirnya yang muncul adalah sikap menghakimi dengan menuduh orang lain sebagai pelaku sesat dan ghuluw.
Tempatkanlah sastra sebagai sastra. Jangan pahami bahasa sastra secara tekstual. Karena hal itu akan menimbulkan salah paham dan bisa menuesatkan. Wallahu a’lam