Sebagai panduan dalam beribadah, Allah telah menyiapkan jalan untuk beribadah yaitu dengan syariat yang apabila diuraikan secara mendalam kemanfaatan serta tujuan di dalamnya mencakup hajat manusia secara personal sekaligus melancarkan hajat manusia secara sosial. Terikat di dalamnya ikatan dengan Allah sekaligus ikatan dengan manusia (hablum minallah wa hablum minannas).
Menguraikan berkaitan syariat, jika menelaah arti dari syariat dapat diterjemahkan dengan kata “jalan”. Jalan sini adalah setelah kita dihidangkan oleh Islam dengan konsep aqidah, maka selanjutnya Islam menawarkan sebuah jalan tuntunan yang adil (‘adl), seimbang serta proporsional dalam menjalani kehidupan yaitu dengan syariat. Mengapa penulis mengatakan adil dan proporsional?, karena memang pada kenyataannya syariat yang ditawarkan Islam kepada manusia selalu seimbang dalam masalah urusan dunia (muamalah duniawiyah) dan urusan akhirat (ukhrowi yah) terjalin menjadi dua hubungan erat hubungan dengan manusia (hablum minannas) dan Allah (hablum minallah) kedua hubungan ini pun saling terikat dan mengikat.
Lebih dalam mengenai syariat, untuk menegaskan ini para ‘Ulama merumus kan lima rumusan, tujuan dari syariat Islam (maqasid syariah). Pertama, syariat untuk menjaga agama (Islam) dalam bahasa arab dapat disebut hifdzud diin, menjaga agama dengan menanamkan rasa iman dan ihsan dalam diri, ini disyariatkan dengan kewajiban bersyahadat dan mendirikan sholat, karena sholat adalah tiang utama Agama dan dilanjutkan berpuasa, berzakat dan berhaji inilah lima syariat yang wajib dilaksanakan beserta turunannya di setiap amalan tersebut.
Kedua, syariat mempunyai fungsi untuk jiwa manusia, tuntunan yang ditetapkan dalam syariat yaitu untuk menjaga diri setiap manusia agar tetap istiqomah (konsisten) dalam kebaikan di ranah lahir maupun batin, salah satu contoh dalam dimensi lahir adalah memakan makanan yang halal dan baik (thayyib) serta merawat diri dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar, dalam dimensi batin mujahadah melawan dorongan nafsu amarah bi suu’i atau jihad melawan hawa nafsu bentuk nyata agar jiwa selalu terjaga syariat melarang perbuatan dosa-dosa jiwa seperti menggunjing, memfitnah, berbohong-membohongi, menebar aib dan lain sebagainya, disebutkan dalam bahasa lain hifdzun nafs.
Ketiga, syariat pun mempunyai andil dalam menjaga akal manusia, agar akal manusia itu sehat serta jernih pikirannya. Sebagai contoh, yaitu mewajibkan bagi seorang Muslim untuk menuntut Ilmu agar menjaga akalnya dari kebodohan (al-jahl) dan menuntut dirinya menjadi seorang yang adil dan baik. Ini disebut dengan hifzul ‘aql. Terdapat hal lebih penting, dalam surat Muhammad; 19 Allah berfirmah “fa’lam annahu laa ilaha illa Allah…” (Maka berilmulah!, bahwa tiada yang patut disembah kecuali Allah, ini juga sebagai dalil pentingnya Ilmu agar terhindar dari kejahilan. Ditegaskan dengan sabda Nabi Muhammad, “tholabul ilmi faridhotun ala kulli muslimin wa muslimat”, menuntut ilmu itu wajib untuk setiap muslim dan muslimah. Sabda ini juga sebagai penegasan urgensi ilmu dalam syariat untuk menjaga akal manusia.
Keempat, syariat bertujuan untuk menjaga keturunan agar eksistensi manusia teratur dan terarah serta tidak menimbulkan kekacauan maka syariat mengambil andil di dalamnya salah satunya dengan menentukan hukum pernikahan (an-nikah), ini diungkapkan dengan hifdzun nasl. Syariat Islam ditetapkan Allah bertujuan untuk menjaga keteraturan hidup. Lebih khusus mengenai keturunan, Islam sangat menjaga dimensi kemanusiaan konsep nikah jika ditilik dalam sisi kemanusiaan sebenarnya adalah bentuk penjagaan manusia dengan keturunannya agar jelas nasab keluarga, jelas pola asuhnya serta jelas arah hidupnya.
Dan yang kelima, syariat ditetapkan bertujuan untuk menjaga harta agar terjaga dan terbagi rata sesuai haknya, maka syariat menerapkan hukum zakat, infaq dan shodaqoh, Ini diungkapkan dengan hifdzul maal. Penjagaan harta dalam Islam mempunyai semangat ta’awun (saling tolong-menolong) karena di setiap harta umat Islam terdapat harta bagi delapan ashnaf bagi muslim mukallaf yang sudah mencapai nisab zakat. Terdapat pula infaq, shadaqah serta wakaf yang dimana konsep-konsep dalam syariat ini membawa kepada kesejahteraan manusia secara universal dan merata anti ketimpangan.
Uraian lima ini jika diresapi dengan jernih, akan mengungkapkan kesepaduan Islam dalam sisi agama dan kemanusiaan, yang mana fungsi Islam bukan sekadar amalan privat namun menyentuh ranah keberlangsungan hidup manusia secara kolektif. Karena Syariat sejalan dengan nilai Kemanusiaan serta bertujuan menjunjung tinggi nilai Ilahiyah sekaligus Insaniyah.